Malam
itu, kami menginap di hotel Gotong Royong di Labuhan Batu Utara, tepatnya di Pinang
Lombang. Jadi, dari Pekanbaru ke kota Medan, rupanya menghabiskan waktu 3 hari.
Pagi harinya, kami kembali bertolak ke kota Medan. Di sini, saya kembali
merasakan deg degan, sebab setiap
masuk ke kota Medan, yang saya bayangkan cara berkendara para penggunan jalan
di kota ini. Beberapa kali saya crash dan
hampir crash ketika berkendara di
kota Medan. Macet. Angkot. Klakson. Ugal-ugalan. Kondisi ini adalah hal yang
lazim di kota Medan. Di sana, asal moncong kendaraan bisa masuk, maka dia akan
melintas begitu saja. Begitu pula dengan angkot, hanya supir dan penumpang,
yang tahu kapan kendaraan mereka berhenti.
Akan
tetapi pemandangan ini tidak begitu kentara, saat masuk ke kota Medan. Hal ini
disebabkan, pada hari Nyak Ver masuk ke Medan melalui Tanjung Morawa adalah
hari Sabtu. Jadi, jalanan sedikit lenggang, walaupun parade klakson tidak
pernah berhenti berbunyi di jalanan kota Medan. Begitu kami mendapatkan
penginapan di sekitar Setia Budi, saya mengatakan tidak akan keluar dari
penginapan dengan naik Nyak Ver. Sepeda motor ini memang agak sedikit tidak
begitu bersahabat, kalau sudah masuk kota-kota besar. Selain berat, suhu
mesinnya menjadi begitu panas, terutama jika berada di antrian lampu lalu
lintas yang lumayan lama.
Rencana
di kota Medan, kami akan menginap dua hari. Tujuannya adalah untuk beristirahat
dan kami akan keperluan untuk membeli kacamata untuk saya dan istri. Jadi, kami
benar-benar istirahat di kamar, setelah berkendara dari Bakaheuni ke Medan.
Walaupun demikian, keesokan harinya, Nyak Ver harus keluar sebentar, karena
dijemput oleh Ketua FKPT Sumatera Utara, untuk sarapan pagi bersamanya dan
istri. Begitu Nyak Ver saya nyalakan mesinnya, saya langsung tidak merasakan
kenyamanan, sebab harus mengendarainya di tengah-tengah kota Medan. Selain itu,
kami pun tidak memakai pakaian yang proper
untuk naik ke atas Nyak Ver. Bagi saya, setiap naik motor ini, saya harus
memakai pakaian yang melindungi saya dan istri, jika terjadi hal-hal yang tidak
diingkan. Ketika beberapa kali jatuh di Merauke, saat ke Boven Digoel, saya
pernah terjepit di bawah badan Nyak Ver. Untung pakaian dan sepatu yang saya
gunakan melindungi saya dari cidera patah tulang.
Rupanya,
tempat sarapan kami tidak begitu jauh dari penginapan. Setelah sarapan, saya
pun mengajak istri untuk segera kembali ke penginapan. Jika pun ada keperluan
untuk berbelanja, maka saya anjurkan untuk naik taksi online saja. Begitulah
kekhawatiran saya mengendarai Nyak Ver di kota Medan. Setelah dua hari bermalam
di Medan, kami bergegas menuju ke Banda Aceh. Pagi hari yang cerah pada tanggal
6 Desember 2021, kami bersiap-siap untuk masuk ke perbatasan Aceh dengan
Sumatera Utara. Ada rasa bahagia ketika Nyak Ver masuk pintu gerbang Aceh.
Rasanya lega, kendati ada sekitar 400 km lagi yang harus kami tempat untuk
sampai ke rumah kami di Lamtimpeueng.