Mantan napiter
ini menceritakan kegiatannya selama ini, yaitu membantu kawan-kawan yang pernah
menjadi napiter, untuk kembali hidup normal di dalam masyarakat. Bagi mereka,
stigma dan kebutuhan ekonomi menjadi masalah yang krusial bagi mereka yang baru
saja keluar dari penjara sebagai narapidana teroris. Karena itu, Sang Napiter
ini melakukan berbagai upaya untuk menjembatani mantan napiter lainnya dengan stake holders di Jawa Tengah. Tentu saja
di tengah-tengah ceritanya, kerap diselilingi dengan cerita mengapa dia
tertarik untuk menjadi teroris. Cerita ini tentu saja dapat menjadi iktibar
bahwa kegiatan terorisme tidak akan membawa kemaslahatan bagi ummat Islam dan
negara. Setelah berfoto, akhirnya kami diantar ke penginapan untuk
beristirahat.
Esok
pagi, kami pun dikirimkan hasil tes PCR, persis ketika kami sampai di Kantor
DLU, untuk membeli tiket penyeberangan ke Kumai. Begitu kami menampakkan semua
persyaratan kami lengkapi untuk berangkat, akhirnya tiket dikeluarkan oleh
petugas. Jam 2 siang kapal akan berangkat ke Kumai. Setelah selesai urusan
tiket, kami menuju warung di pinggir jalan untuk sarapan pagi. Karena kami
memakai baju touring, maka penjual warung nasi menyebutkan kami adalah astronot
yang hendak keluar angkasa. Begitu kami menceritakan misi kami dan berbicara
dalam Bahasa Jawa, ibu-ibu penjual akhirnya tersenyum.
Biasanya,
kalau bertemu dengan orang Jawa, saya akan menggunakan Bahasa Jawa sebagai
bahasa pengantar. Tentu dengan cara ini, akan mempermudah proses penerimaan
saya di depan orang Jawa yang menjadi kawan bicara. Tentu tidak sedikit di
antara mereka yang kaget, mengapa orang Aceh dapat berbicara dalam Bahasa Jawa.
Lalu cerita saya tinggal di Yogyakarta selama bertahun, menjadi bumbu untuk
mengakrabkan diri saya dengan orang Jawa. Walaupun terkadang mendengar orang
Jawa bertutur di dalam bahasa Indonesia juga sangat kental sekali nuansa
Jawanya. Istilah yang digunakan adalah medhok
banget.
Setelah
selesai sarapan, kami menuju ke Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Lokasinya
tidak begitu jauh dari kantor DLU. Sebelumnya saya sudah mempelajari bagaimana
naik ke kapal DLU, dari channel Youtube seorang biker yang menyeberang ke Pulau
Kalimantan. Karena itu, saya hanya mengikuti saja arah dan cara dari pengalaman
biker tersebut. Begitu sampai di
tempat antrian, karena saya memiliki Surat Tugas dari BNPT, maka saya
menunjukkan kepada salah satu petugas. Sebab di dalam masa pandemi, alasan
untuk melakukan perjalanan begitu bagi calon penumpang, terlebih lagi untuk
PPKM Level IV.
Kami
pun diminta untuk menunggu di salah satu sudut ruangan. Jam 11 antrian untuk
verifikasi dimulai. Kami diminta untuk melakukan proses verifikasi dan check in oleh petugas keamanan
pelabuhan. Begitu selesai semua prosedur yang harus kami lalui, lantas
diarahkan untuk menaikkan sepeda motor ke dalam lambung kapal DLU. Karena kami
naik ke kapal lebih awal, maka kami bisa bebas menentukan tempat untuk
beristirahat untuk malam itu. Rencana perjalanan hanya satu malam saja. Setelah
memilih tempat yang cocok, kami lantas berkeliling melihat apa saja fasilitas
kapal DLU ini. Konon kapal dari DLU selalu menjadi incaran para biker dan overlander untuk menyeberang dari Pulau Jawa ke Kalimantan atau
Sulawesi.
Ketika
kami sedang menikmati makan siang di kantin kapal, tiba-tiba ada sidak dari
“orang penting.” Dia berkeliling ke beberapa ruangan kapal. Rupanya “orang
penting” tersebut adalah manajer DLU untuk wilayah Jawa Tengah. Kami juga ikut
disapa olehnya. Setelah bercerita tentang perjalanan kami, Sang Manajer ikut
memberikan semangat kepada Touring Indonesia Harmoni. Setelah berfoto dan
meminta sepatah kata untuk perjalanan TIH, kami kembali ke tempat tidur kami di
dalam kapal tersebut. Nuansa kapal ini sangat bersih dan teratur. Kebanyakan
pekerjanya atau kru ABK adalah berasal dari Pulau Jawa.