Hampir
siang hari, kami sampai di Bruno. Saifuddin dan istrinya sudah menunggu
kedatangan kami. Alangkah kagetnya ketika berjumpa dengan Saifuddin. Wajah dan
cara dia berkomunikasi sama sekali tidak berubah. Kami melepaskan rasa kangen
setelah hampir 20 tahun tidak berjumpa. Dia tinggal bersama istri dan mengabdi
di salah satu sekolah menengah pertama NU di kampungnya. Mereka pasangan yang
sangat berbahagia. Rumah mereka berada di pinggir jalan. Sehingga tidak sulit
untuk mencari alamat kediaman mereka.
Begitu
sampai, kami langsung disuguhkan sate kambing setempat. Saya melahap dengan
sangat cepat, sebab kelaparan sudah melanda kami, sejak saya putus asa karena
tidak mendapat kesempatan menikmati durian. Kami bercerita tentang perjalanan
kami menuju rumah mereka. Saifuddin kaget, sebab kami menempuh jalur yang cukup
berbahaya, terlebih di malam hari. Harus diakui ketika saya melewati jalur ini,
hati memang tidak begitu nyaman, sebab turunan dan belokan tajam, tidak begitu
bersahabat bagi mereka yang baru pertama kali melewati jalur tersebut.
Setelah
makan sate, tuan rumah pun akhirnya memesan durian ke salah satu warga di
kampungnya. Saya pun kaget, karena durian yang datang, memang seperti yang kami
idamkan. Dagingnya empuk. Saifuddin pun memaksa kami untuk membawa sisa durian
sebagai bekal di dalam perjalanan kami menuju ke tempat berikutnya. Kami agak
lama berada di Bruno, karena hujan yang cukup deras. Saya bertanya, apa nama
kota yang terdekat dari kediaman mereka. Saifuddin mengatakan kota terdekat
adalah Wonosobo. Namun, jika tidak kesorean, bisa juga mencapai ke Purwokerto.
Sambil
menunggu hujan reda, istri Saifuddin menyiapkan kopi untuk menghangatkan tubuh
kami. Mereka meminta kami untuk menginap di rumah mereka. Namun, saya menolak
secara halus bahwa kami sudah terbiasa di dalam hujan deras, selama keliling
Indonesia. Ketika hujan agak sedikit mereda, kami pun berangkat menuju ke
Wonosobo. Malam itu, kami berniat untuk menginap di Wonosobo. Karena hujan yang
terus mengguyur, jalanan menjadi agak gelap. Pukul 4 seperti sudah magrib.
Jalanan yang basah, kendaraan yang cukup ramai, menjadikan perjalanan kami ini
benar-benar diuji ketahanan mental. Sebab, jalanan rupanya berlobang, sehingga
Nyak Ver harus masuk lobang keluar lobang.
Menjelang
magrib, Nyak Ver memasuki kota Wonosobo. Udara dingin masuk ke pori-pori. Jaket
kami semua kebasahan. Saya memarkirkan kendaraan di salah satu restoran, untuk
mencari penginapan untuk malam tersebut. Akhirnya, setelah penginapan kami
dapatkan, lalu Nyak Ver saya ajak untuk mencari penginapan. Beruntung, tidak
lama kemudian Nyak Ver langsung berada tepat di tempat parkir penginapan.
Setelah kami cek in dan mengeringkan semua pakaian kami, langsung terlelap
tidur. Tidak lupa sebelum bobok, kami menyantap durian, pemberian Saifuddin.