Esoknya
saya mulai mencari informasi bagaimana menuju ke Purwokerto. Jaraknya memang
tidak begitu jauh. Karena itu, saya mengatakan kepada istri bahwa kita
berangkat agak siangan. Sebab, jarak yang akan ditempuh tidak begitu jauh. Wonosoba
kota yang sangat dingin. Dia bisa menghubungkan ke timur dan barat Pulau Jawa. Godaan
yang paling ampuh adalah kami ke Dieng. Namun, saya putuskan untuk tidak ke
sana, karena cuaca yang tidak bersahabat. Akhirnya, menjelang pukul 12 siang,
kami bergegas menuju ke Purwokerto.
Tidak
sampai 3 jam, kami sampai di Purwokerto. Saya menghubungi sahabat Thohiron,
yang juga alumni prodi PMH di Fakultas Syariah, IAIN Sunan Kalijaga. Kami
awalnya menuju ke kediamannya, namun agak jauh dari kota Purwokerto. Akhirnya,
kami putuskan untuk bertemu di malam hari saja dengan Thohiron. Dia adalah
seorang sahabat yang cukup akrab dengan saya. Dulu saat kuliah, Thohiron salah
satu mahasiswa yang memiliki sepeda motor. Dia sangat bermurah hati, untuk
selalu meminjamkan sepeda motor kepada sahabat yang memerlukan kendaraan.
Karena itu, Thohiron sangat terkenal di kalangan mahasiswa di angkatan saya.
Kami
menginap di salah satu hotel yang berbasiskan aplikasi. Malam itu, air ke kamar
mandi sama sekali terputus. Panik. Sebab jika hotel sebagus ini tidak memiliki
aliran air ke kamar tamu hotel, bisa dibayangkan bagaimana kesusahan melanda
kami. Salah satu syarat memilih penginapan selama touring adalah akses air
bersih dan air minum yang cukup memadai. Pemilik penginapan langsung
memperbaiki aliran air pada malam itu. Sambil menunggu, pemilik hotel pun
bercerita tentang bisnis mereka, sebagai warga keturunan.
Ceritanya
mirip dengan kisah Pak De Bambang. Keluarga pebisnis harus memulai dari zero. Baginya bisnis perlu keseriusan
dan dukungan orang tua. Cerita ini mengandaikan bahwa para pebisnis warga
keturunan memang tidak langsung menikmati hasil jerih payah mereka, melainkan
ada banyak narasi dan cerita dibalik kesuksesan mereka. Sang Pemiliki juga
memiliki hobi naik motor, kendati belum pernah touring jarah jauh, seperti
kami. Ketika obrolan berakhir, kami pamit masuk ke kamar, sambil menunggu air
mengalir ke kran di kamar mandi. Tidak lama kemudian, Sang Pemilik hotel
mengetuk pintu kamar, sambil memberikan oleh-oleh khas Purwokerta.
Malam
itu juga, setelah magrib, Tohiron mampir ke penginapan kami untuk
bersilaturrahmi. Saat ini, dia menjadi Kepala KUA di kampung halamannya, yaitu Cilongok. Dia juga tidak lupa membawa makanan khas Purwokerto. Malam itu, kami memang
benar-benar mendapatkan oleh yang lumayan banyak. Dari perjalanan kami di Pulau
Jawa, hampir di setiap kediaman sahabat yang disinggahi, selalu mendapatkan
buah tangan dari mereka. Tidak lupa kami saling bertukar cerita dengan Tohiron.
Dia memang sudah menjadi PNS yang sukses, selain menjadi abdi negara, dia juga
membuka restoran sebagai bisnis keluarga di kampung halamannya.
Setelah beristirahat, kami lantas mencari
informasi untuk mencapai kota Bandung. Cuaca yang selalu hujan, menyebabkan
kami harus mempelajari durasi dan kondisi jalan yang akan kami lewati. Kalau
kami ke Bandung juga harus waspada, sebab jalanannya sering menanjak dan
informasi longsor terkadang juga harus kami perhatikan. Perjalanan keesokan
harinya menuju Bandung tidak betitu mengalami hambatan. Sebab, kami menempuh jalan
garis kuning yang lumayan sepi, hari itu. Begitu masuk di kota Bandung, kami
mencari penginapan yang strategis.