Demonstrasi besar di Indonesia Agustus 2025: massa aksi dengan spanduk dan megafon, aparat polisi dan TNI berjaga, serta gedung DPRD yang terbakar, merefleksikan eskalasi kerusuhan nasional.

Gelombang Demonstrasi & Kerusuhan di Indonesia Agustus 2025

Pendahuluan

Dalam dua pekan terakhir Agustus 2025, Indonesia diguncang gelombang demonstrasi besar-besaran yang meluas menjadi kerusuhan terparah dalam beberapa dekade [1][2]. Setidaknya 5–6 orang tewas, ratusan luka-luka, dan hampir seribu orang ditangkap akibat bentrokan antara massa dan aparat[1]. Aksi protes yang awalnya damai melawan kebijakan tunjangan perumahan anggota DPR RI senilai ~Rp50 juta per bulan (sekitar USD 3.000) berubah menjadi kerusuhan anarkis di berbagai daerah[3]. Insiden tragis tewasnya seorang pengemudi ojek online (Affan Kurniawan, 21 tahun) yang terlindas kendaraan taktis Brimob saat demo semakin memicu kemarahan publik setelah videonya viral[4][5].

Demonstrasi tidak terbatas di Jakarta saja, tetapi menyebar ke puluhan kota di seluruh Indonesia. Massa dilaporkan membakar gedung-gedung DPRD daerah, kantor polisi, bis kota, dan fasilitas umum di berbagai provinsi[6][7]. Beberapa  gedung parlemen regional dirusak atau dibakar dalam kerusuhan ini[8]. Puncak kerusuhan terjadi pada 28–30 Agustus 2025, menjadikan peristiwa ini ujian keamanan terbesar bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang baru berjalan kurang dari setahun[9].

Kajian strategis ini akan menguraikan penyebab dan pemicu demonstrasi, aktor-aktor kunci di balik gerakan massa maupun kerusuhan, respons aparat keamanan dan pemerintah, lokasi-lokasi utama dan dampak kerusuhan, serta peran media sosial dalam penyebaran isu. Hasil analisis di akhir akan menegaskan temuan-temuan penting dari sudut pandang intelijen keamanan (security intelligence) dan intelijen strategis, untuk memahami implikasi lebih luas dari gejolak sosial politik ini.

Latar Belakang: Kontroversi DPR dan Kekesalan Publik

Gelombang protes Agustus 2025 tidak muncul tiba-tiba, melainkan dipicu oleh serangkaian kontroversi elit politik (khususnya DPR RI) yang memantik kekecewaan rakyat. Berikut kronologi singkat insiden-insiden yang menjadi latar belakang:

  • 15 Agustus 2025 – Video “Joget DPR” Viral: Usai Sidang Tahunan MPR 15 Agustus, beredar video anggota DPR RI berjoget di ruang sidang. Publik mengecam aksi berjoget pejabat itu yang dianggap tidak berempati pada penderitaan rakyat, apalagi saat isu kenaikan tunjangan DPR sedang hangat[10][11]. Video ini menjadi perbincangan luas di media sosial dan menanam bibit kemarahan.
  • 20 Agustus 2025 – Tunjangan Perumahan Rp50 Juta Terkuak: Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengumumkan bahwa mulai periode DPR 2024–2029, anggota DPR tidak lagi mendapat rumah dinas, melainkan diganti tunjangan perumahan ~Rp50 juta per bulan[12]. Ia berdalih ini bukan “kenaikan gaji” melainkan kompensasi karena rumah jabatan ditarik negara[13]. Namun penjelasan ini justru memicu kemarahan baru – publik menilai nominal Rp50 juta/bulan sangat besar di tengah kesulitan ekonomi rakyat dengan biaya hidup melambung[3]. Banyak yang melihat DPR lebih mementingkan privilese ketimbang empati.
  • 22 Agustus 2025 – Pernyataan Kontroversial Nafa Urbach & Ahmad Sahroni: Dua anggota DPR publik figur menambah panas situasi dengan komentar tidak sensitif. Nafa Urbach (anggota DPR dari Partai NasDem) di media menyebut tunjangan Rp50 juta “hanya kompensasi kontrak rumah, karena banyak anggota Dewan dari luar Jakarta butuh tempat tinggal”[14]. Ucapannya bahwa “nggak semua anggota Dewan punya rumah di Jakarta” mengundang sinisme, dianggap tidak peka terhadap rakyat kecil yang berjibaku berjam-jam di transportasi umum[15]. Setelah dikecam netizen, Nafa meminta maaf via Instagram[16]. Sementara itu, Ahmad Sahroni (Wakil Ketua Komisi III DPR) menyebut orang-orang yang menyerukan “bubarkan DPR” sebagai “orang tolol sedunia”[17]. Ucapan kasar Sahroni ini menyebar cepat dan memantik kemarahan publik lebih luas, memperkuat citra arogansi DPR di mata rakyat.

Kontroversi-kontroversi di atas menumpuk frustrasi masyarakat terhadap elit politik. Merespons isu tunjangan fantastis DPR, berbagai kelompok masyarakat (mahasiswa, buruh, dsb.) mulai konsolidasi. Seruan aksi muncul di media sosial, termasuk oleh Aliansi Rakyat Bergerak yang mengangkat tema “Indonesia Gelap, Revolusi Dimulai” untuk demonstrasi besar 25 Agustus[18]. Dalam narasi mereka, berbagai skandal dan privilese DPR dianggap simbol matinya nurani wakil rakyat sehingga harus dilawan. Dengan latar kondisi ekonomi sulit dan ketimpangan, kemarahan publik siap meledak – hanya butuh pemantik.

Pecahnya Demonstrasi 25 Agustus di Jakarta

Senin, 25 Agustus 2025, demo awal digelar di depan Kompleks Parlemen DPR/MPR RI, Senayan – diorganisir oleh aliansi mahasiswa dan elemen civil society yang tergabung dalam gerakan “Indonesia Gelap, Revolusi Dimulai”[18]. Sejak siang, ribuan massa hadir: mahasiswa, organisasi pemuda, kelompok buruh, hingga masyarakat umum. Tuntutan utama mereka: batalkan tunjangan perumahan Rp50 juta untuk anggota DPR, transparansi penghasilan pejabat, dan pembatalan rencana kenaikan gaji/tunjangan lainnya[19]. Poster-poster “DPR = Dewan Pengkhianat Rakyat” dan tagar “#BubarkanDPR” mewarnai aksi, mencerminkan kemuakan rakyat.

Awalnya aksi berjalan tertib dengan orasi bergantian. Namun menjelang sore, tensi meningkat. Massa berusaha merangsek mendekati gerbang DPR/MPR, sementara polisi membentuk barikade. Saling dorong terjadi; beberapa oknum melempar botol dan batu ke arah petugas[20]. Aparat merespons dengan tembakan gas air mata. Situasi pun berakhir ricuh – pos polisi dirusak dekat Stadion GBK, dan massa kocar-kacir hingga malam[21][22]. Tidak ada korban jiwa dilaporkan pada 25 Agustus, namun insiden ini menandai bahwa kemarahan massa sudah sulit dibendung. Benih anarki mulai tampak ketika segelintir oknum melakukan perusakan fasilitas publik di sekitar Senayan. Polisi menangkap ratusan orang malam itu, kebanyakan pemuda, untuk diinterogasi[23][24].

Meski demikian, isu tunjangan DPR tidak mereda setelah demo 25 Agustus. Sebaliknya, video-video kekerasan aparat beredar di media sosial memantik solidaritas lebih luas. Narasi ketidakadilan semakin kuat – rakyat yang protes kesejahteraan justru dihadang represif. Sejumlah organisasi mahasiswa nasional seperti BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia) menyatakan akan melanjutkan aksi di hari-hari berikutnya[25]. Pada titik ini, aroma “gelombang reformasi” baru menyeruak, mengingatkan orang pada gerakan 1998 silam. Pemerintah belum mengambil langkah berarti selain pernyataan normatif “aspirasi akan didengar.” Sementara itu, unggahan-unggahan di media sosial makin tajam – seruan mogok nasional, meme menyindir gaya hidup mewah pejabat, hingga ancaman “revolusi” ramai beredar. Situasi menunggu pemicu selanjutnya.

Tragedi 28 Agustus: Kematian Driver Ojol dan Ledakan Amarah

Kamis, 28 Agustus 2025 menjadi titik balik kritis. Demo lanjutan digelar di Jakarta, dengan massa lebih besar dan beragam. Selain mahasiswa, hadir pula kelompok buruh dan ratusan driver ojek online (ojol) yang turun ke jalan[26]. Para ojol bergabung spontan sebagai reaksi atas isu tunjangan DPR yang mereka anggap ironi: di saat pengemudi ojol berpendapatan pas-pasan, wakil rakyat malah minta tunjangan puluhan juta. Tuntutan aksi meluas: selain batalkan tunjangan DPR, juga **“evaluasi total fasilitas pejabat, transparansi anggaran negara, dan kebijakan ekonomi pro-rakyat”[26]. Isu ini telah bergeser menjadi simbol ketimpangan sosial antara elit versus rakyat biasa.

Sejak pagi hingga sore 28/8, ribuan massa berkonvoi di pusat Jakarta. Konsentrasi masa terbesar di sekitar kawasan Senayan hingga Semanggi, karena aparat menutup akses langsung ke Kompleks DPR. Massa kemudian bergerak ke beberapa titik: sebagian ke Patung Kuda dekat Monas (ikon lokasi demo), sebagian lagi ke Mako Brimob Kelapa Dua (karena Brimob dianggap dalang kekerasan)[27]. Bentrok besar terjadi menjelang malam di kawasan Kwitang–Senen (Jakarta Pusat): massa melempari Markas Brimob di Kwitang dengan batu dan petasan, polisi membalas dengan rentetan gas air mata[28]. Laporan situasi menyebut kawasan Kwitang mencekam – jalan penuh kepulan gas air mata, tembakan peringatan terdengar, massa kocar-kacir hingga ke Senen[29]. Beberapa kendaraan terbakar di jalan.

Di tengah kekacauan itu, terjadilah insiden tragis di Jalan Merdeka Timur (dekat Tugu Tani). Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojol yang kebetulan melintas mencari penumpang, terjebak di kerumunan demonstran[30]. Ketika ia berusaha menghindar, sebuah Rantis (kendaraan taktis) Barakuda Brimob menerobos kerumunan dengan kecepatan tinggi. Nahas, Affan tertabrak dan terlindas ban depan Rantis tersebut[30]. Rekaman video amatir menunjukkan korban tersungkur tak bergerak, sementara beberapa orang berteriak panik[31]. Video ini segera viral di media sosial malam itu juga, meski identitas korban belum diketahui saat itu[31]. Aparat lalu mengevakuasi Affan yang kritis ke RS, namun nyawanya tak tertolong – ia meninggal dunia akibat luka parah.

Kematian Affan Kurniawan langsung menjadi simbol ketidakadilan yang menyulut emosi nasional. Affan diketahui anak muda tulang punggung keluarga – kisahnya berjuang sebagai driver ojol untuk menghidupi orang tua dan adik tersebar di media[32]. Publik marah karena seorang rakyat kecil tak bersalah justru jadi korban “represivitas aparat”[32]. Keesokan harinya (29 Agustus), ribuan driver ojol dari berbagai aplikasi mengiringi jenazah Affan ke pemakaman sebagai bentuk solidaritas (konvoi “lautan ojol” sepanjang jalan Jakarta Pusat)[33][34]. Pemandangan haru ini viral di medsos dan media mainstream, semakin menguatkan opini publik bahwa polisi telah bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat[35][36]. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera menyampaikan permintaan maaf terbuka dan janji investigasi transparan atas insiden ini[37][35]. Propam Polri bahkan bergerak cepat: 7 anggota Brimob yang terlibat langsung diberi sanksi etik berupa penempatan khusus 20 hari sambil menunggu proses hukum[38]. Meski begitu, permintaan maaf saja tidak meredam kemarahan massa[39][40]. Malam 28/8, amarah publik justru menjalar lebih luas ke berbagai daerah, memasuki fase kerusuhan anarkis.

Meluas ke Seluruh Nusantara: Kerusuhan 29–30 Agustus di Berbagai Kota

Video viral tewasnya Affan menjadi katalis penyebaran aksi ke luar Jakarta. Dalam hitungan jam, ajakan turun ke jalan menyebar di grup-grup WhatsApp, Facebook, hingga TikTok di berbagai kota. Gelombang demonstrasi baru meletus serentak pada Jumat 29 Agustus 2025 di lebih dari 20 kota seluruh Indonesia[41]. Di banyak tempat, aksi yang awalnya damai berubah menjadi chaos dan perusakan fasilitas publik. Berikut ikhtisar sebaran wilayah dan kejadiannya:

  • Jakarta (pusat kerusuhan): Selain insiden 28/8 di atas, pada 29 Agustus ribuan massa kembali turun. Fokus kemarahan tertuju pada Korps Brimob, sehingga markas Brimob di Kwitang kembali diserbu massa sore harinya[29]. Polisi menembakkan gas air mata dan water cannon. Kerusuhan meluas ke Pejompongan dan Cikini, dengan pembakaran beberapa kendaraan umum. Lalu lintas di pusat Jakarta lumpuh total[42]. Malam harinya, pembakaran terjadi di puluhan titik: Sedikitnya 20 halte TransJakarta dibakar, belasan lampu lalu lintas & CCTV dirusak, gerbang tol Pejompongan dibakar massa, pos polisi di Senayan hangus[42][43]. Bahkan dilaporkan beberapa stasiun MRT (Istora Senayan, dll.) dijarah – vending machine dan kamera pengawas dihancurkan[42][44]. Kawasan Monas dan Istana Negara dipadati aparat TNI untuk mencegah massa mendekat[45]. Jakarta pada malam 29–30 Agustus betul-betul mencekam; banyak warga memilih tak keluar rumah.
  • Bandung (Jawa Barat): 29 Agustus, demo mahasiswa di depan Gedung DPRD Jabar berujung ricuh[46]. Massa melempari gedung, membakar pagar dan fasilitas di halaman. Sebuah Mess MPR RI di seberang Gedung DPRD Jabar turut dibakar massa[47]. Beberapa gedung cagar budaya di Bandung ikut musnah terbakar, juga kantor bank dan warung di sekitar lokasi rusuh[48]. Videotron besar di jalanan hancur, water barrier ludes dibakar[49]. Polisi Jabar menangkap puluhan orang – kebanyakan remaja tanggung – dan mengamankan 23 pelajar SMK yang ikut demo (dipulangkan ke orang tua setelah didata)[50].
  • Solo & Semarang (Jawa Tengah): Kota Solo dilanda kerusuhan parah pada malam 29/8 sampai dini hari 30/8. Massa menyerbu kompleks Gedung DPRD Kota Surakarta (Solo) dan berhasil merobohkan gerbang[7][51]. Gedung utama DPRD Solo serta Gedung Sekretariat Dewan dibakar hingga hangus[7]. Hal serupa terjadi di Semarang – ribuan orang berdemonstrasi di sekitar Simpang Lima dan kantor Gubernur Jateng, meluas ke Gedung DPRD Jateng. Laporan menyebut Gedung DPRD Provinsi Jateng turut dirusak massa, namun api berhasil dipadamkan sebelum menghanguskan seluruh bangunan. Beberapa fasilitas di kompleks kantor gubernur juga dirusak. Polda Jateng menangkap 65 remaja yang kedapatan membawa molotov sebelum sempat beraksi di Pekalongan[52].
  • Surabaya, Kediri & Jawa Timur: Di Surabaya, ratusan mahasiswa melakukan aksi damai di depan Mapolda Jatim dan Gedung Grahadi pada 29/8 siang, menyalakan 50 lilin simbolis menolak tunjangan DPR. Malam harinya terjadi aksi sporadis: kerusuhan justru meletus di Kediri. Massa tak dikenal membakar Gedung DPRD Kota Kediri, Gedung DPRD Kabupaten Kediri, serta kantor Pemkab setempat pada tengah malam 29/8[53][54]. Api baru padam dini hari. Ini menunjukkan bahwa aksi anarkis juga menjalar ke kota tingkat dua yang sebelumnya tidak ada demonstrasi signifikan. (Polisi masih menyelidiki apakah pelaku di Kediri terkait kelompok tertentu).
  • Medan & Sumatra Utara: Di Medan, 28 Agustus muncul aksi solidaritas dari kelompok buruh. Ratusan buruh dan pemuda berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut menolak privilese DPR[55]. Aksi di Medan relatif tertib, namun ada insiden pelemparan batu ke pos polisi di sekitar lokasi. Tidak ada laporan pembakaran besar di Medan. Di kota Padang (Sumbar) dan Bandar Lampung, kelompok mahasiswa sempat turun ke jalan 30/8, tetapi berhasil dibubarkan aparat sebelum rusuh. Palembang (Sumsel) bersiap demo serentak 1 September – pemda setempat sampai mengadakan patroli gabungan skala besar untuk mencegah meluasnya kerusuhan ke Sumatra Selatan[56][57].
  • Makassar (Sulawesi Selatan): Makassar mencatat korban jiwa terbanyak. Pada Jumat 29 Agustus sore, demonstrasi mahasiswa dan warga di depan Kantor DPRD Sulsel berlangsung panas[58]. Malam harinya, massa yang marah membakar Gedung DPRD Makassar hingga api melalap habis gedung utama rapat paripurna[59]. Tragisnya, 3 orang tewas terperangkap di dalam gedung yang terbakar[60]. Polda Sulsel menyebut korban adalah petugas honorer DPRD yang sedang bertugas lembur dan tak sempat menyelamatkan diri. Selain itu, satu orang lagi tewas di luar gedung: seorang driver ojol dikeroyok massa hingga tewas di Jl. Urip Sumoharjo karena dicurigai provokator intel[61]. Total 4 korban jiwa di Makassar menjadikannya lokasi paling mematikan[62]. Selain gedung DPRD, beberapa kendaraan dinas Pemprov dan mobil polisi juga dibakar massa.
  • Denpasar (Bali): 30 Agustus, ratusan mahasiswa dan pengemudi ojol di Bali melakukan aksi solidaritas di depan Polda Bali[63]. Mereka membawa spanduk tuntutan serupa (usut tuntas kasus Affan, batalkan tunjangan DPR). Aksi di Denpasar sempat diwarnai dorong-dorongan, tetapi polisi setempat berhasil meredam tanpa kerusuhan besar. Tidak ada laporan pembakaran di Bali, meski situasi sempat tegang di sekitar Lapangan Renon. Wisatawan diimbau menjauhi area aksi[64].
  • Mataram (Nusa Tenggara Barat): Pada Sabtu 30 Agustus, massa membakar Gedung DPRD Provinsi NTB di Mataram[65]. Dua gedung – ruang sidang utama dan kantor fraksi – ludes dilalap api sebelum pemadam datang[66]. Massa juga menjarah isi gedung: komputer, kursi, hingga lukisan diambil saat gedung terbakar[67]. Kerugian ditaksir mencapai miliaran, ungkap Kapolda NTB. Aksi di Mataram ini terjadi meski sebelumnya tokoh agama dan pemda NTB telah menggelar doa bersama demi kedamaian[68] – menandakan tingkat emosi massa yang sulit dibendung.
  • Kalimantan & Indonesia Timur: Di Pontianak (Kalbar), dilaporkan ada aksi spontan 30/8 malam oleh kelompok pemuda, namun segera dibubarkan TNI/Polri. Di Yogyakarta, situasi relatif kondusif; Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X bahkan turun langsung berdialog dengan perwakilan mahasiswa PTN/PTS, sukses mencegah potensi demo anarkis di Yogya[69]. Satu catatan kelam, seorang mahasiswa Amikom Yogyakarta dikabarkan meninggal mendadak usai ikut aksi 28/8, sehingga kampus melakukan investigasi internal. Wilayah Indonesia timur lainnya (Maluku, Papua) tidak terdampak signifikan – hanya ada aksi simbolis solidaritas di Ambon dan Jayapura tanpa insiden berarti.
See also  Delegasi FSH UIN Ar-Raniry Ikuti Workshop Internasional dan Internship di Thailand

Dilihat dari pemetaan di atas, pola kerusuhan hampir seragam: Kemarahan massa menjurus pada simbol-simbol pemerintah yang dianggap “elit”, khususnya gedung DPR/DPRD dan rumah para pejabat. Hal ini tampak dari >36 gedung dewan di berbagai daerah rusak atau terbakar[8], serta penjarahan kediaman pejabat. Selain korban tewas (5–6 orang) dan luka-luka massal, kerugian materil pun besar. Di Jakarta saja, puluhan halte bus dan fasilitas transportasi rusak[42], melumpuhkan layanan TransJakarta dan MRT sementara waktu[8]. Per 31 Agustus, lebih dari 990 orang ditangkap di Jakarta[1] dan ratusan lainnya di daerah lain. Polisi menyatakan sebagian besar yang ditahan adalah “oknum perusuh” yang memanfaatkan situasi – beberapa di antaranya kedapatan membawa senjata tajam, molotov, bahkan senpi rakitan.

Sasaran Amuk Massa: Pejabat dan “Aktor Intelektual” di Balik Layar

Salah satu aspek mencolok dalam kerusuhan ini adalah massa yang secara spesifik menargetkan properti milik pejabat publik. Tidak hanya gedung parlemen, tetapi rumah pribadi tokoh DPR turut menjadi sasaran. Contoh terkemuka: Rumah Ahmad Sahroni (anggota DPR) di Tanjung Priok, Jakarta Utara, digeruduk dan dijarah massa pada 30 Agustus sore[70]. Ratusan orang menerobos masuk, mengobrak-abrik isi rumah mewah tersebut. Perabotan, elektronik, hingga pakaian dan ijazah Sahroni dijarah dan dilemparkan ke kerumunan di bawah[71]. Sebuah mobil Lexus milik Sahroni di garasi pun dirusak massa hingga ringsek[72][73]. Sahroni yang sebelumnya menyebut rakyat “tolol” tampaknya jadi figur paling dibenci – amarah warga “mencarinya” hingga ke rumah.

Tidak hanya Sahroni. Rumah Eko Patrio (anggota DPR, selebritas) di Jakarta dilaporkan ikut dijarah massa setelah kejadian Sahroni[74]. Demikian pula rumah Uya Kuya (anggota DPR dari PAN, juga selebritas) dikabarkan disatroni massa di Jakarta Selatan – ia mengaku ikhlas barangnya hilang tapi sedih karena kucing peliharaannya turut diambil massa[75]. Fenomena penyerbuan rumah pejabat ini menunjukkan kebencian publik yang personal terhadap para anggota DPR yang dianggap “biang” kemarahan. Status empat anggota DPR publik figur (Sahroni, Nafa Urbach, Eko, Uya) bahkan disebut-sebut “ditarik” oleh partainya masing-masing pasca kerusuhan, karena dianggap sumber pemantik emosi publik[76]. Meskipun belum ada pernyataan resmi soal pemecatan mereka, tekanan publik agar mereka mundur sangat besar.

Di sisi lain, pemerintah dan aparat penegak hukum meyakini ada “aktor intelektual” yang memanfaatkan situasi untuk mengobarkan kerusuhan. Eks Kepala BIN A.M. Hendropriyono secara terang menyatakan ia tahu dalang di balik kerusuhan 25 Agustus di DPR[77]. Menurutnya, dalang ini pihak asing non-negara (non-state actor) dengan pengaruh besar[78]. Mereka diduga menggerakkan opini publik melalui kaki tangan di dalam negeri, mungkin tanpa disadari massa[79]. Hendropriyono tidak menyebut nama, namun spekulasi merebak bahwa bisa jadi yang dimaksud adalah jaringan global tertentu (mungkin terkait pendanaan atau organisasi transnasional) yang ingin menciptakan kekacauan di Indonesia.

Sejumlah pengamat intelijen lain juga seirama: Kerusuhan yang begitu terstruktur (terutama pembakaran serentak gedung DPRD di banyak daerah) dianggap mustahil terjadi tanpa desain atau skenario by design[80][81]. Ada indikasi pola koordinasi massa dan provokasi yang mengarah pada upaya destabilisasi. Dalam tulisan kolom Rakyat Merdeka, seorang mantan anggota DPR Komisi I menyebut: “Ketika aksi rakyat berubah chaos memakan korban, fokus publik teralih dari tuntutan reformasi DPR ke konflik horizontal dgn aparat, maka ada skenario besar sedang dimainkan. Negara tidak boleh lengah – aparat harus mengurai kekacauan ini dan ungkap otak perancangnya”[82][83]. Imbauan tegas agar polisi segera menangkap aktor intelektual di balik kerusuhan disuarakan berbagai pihak[84].

Meski begitu, hingga awal September 2025, belum ada bukti definitif keterlibatan aktor tertentu. Pemerintah sendiri cenderung berhati-hati; Presiden Prabowo menyebut sebagian kerusuhan “berciri terorisme dan makar” tanpa merinci[85][86]. Artinya pemerintah membuka kemungkinan ada dalang, entah kelompok ekstrem domestik atau dukungan asing, yang menunggangi kemarahan murni mahasiswa. Aparat juga menangkap sejumlah provokator berpenampilan “anarko” (menggunakan simbol A anarchist) di beberapa kota, mirip pola demo omnibus law 2020 silam. Namun sekali lagi, investigasi detail masih berjalan. Ferry Irwandi, seorang pegiat media sosial, sempat mengunggah tuduhan di akun X bahwa dalang kerusuhan sudah dipantau sejak 25 Agustus – sayangnya klaim ini belum diverifikasi (hanya menambah rumor di publik)[87].

Dari sisi massa aksi sendiri, para mahasiswa menolak disebut dalang kerusuhan. Tokoh aliansi BEM, Muzammil (Ketua BEM SI) menegaskan demonstrasi mereka murni aspirasi, dan tidak tahu menahu siapa pelaku penjarahan[88]. Para mahasiswa juga menyatakan pemotongan tunjangan DPR “belum cukup”, mereka akan terus mempertimbangkan aksi lanjutan untuk tuntutan lebih besar[89]. Hal senada diungkap Tegar Afriansyah (Liga Mahasiswa Demokrasi) bahwa akar masalah adalah “oligarki politik dan struktur ekonomi timpang” – artinya protes tidak akan berhenti hanya dengan dicabutnya tunjangan, karena kemarahan rakyat punya dasar yang dalam[90]. Ini menunjukkan bahwa dari perspektif massa, kerusuhan terjadi spontan karena akumulasi kekecewaan, bukan karena didalangi kelompok tertentu.

Kemungkinan yang terjadi adalah dua hal berjalan sekaligus: Gelombang protes damai oleh elemen masyarakat yang tulus, dan kerusuhan oleh kelompok oportunis/provokator yang menempel. Aparat kini fokus pada kelompok kedua – mengusut misalnya siapa penggerak massa di Solo, Kediri, atau siapa yang memulai pembakaran di Makassar. Bila nanti terbukti ada jaringan tertentu (misal kelompok radikal lokal atau aktor politik oposisi), tentu akan jadi temuan penting intelijen keamanan.

Respons Aparat Keamanan dan Pemerintah

Menghadapi situasi genting akhir Agustus 2025 ini, pemerintah dan aparat bergerak di berbagai lini:

  • Permintaan Maaf & Investigasi Polisi: Seperti disinggung, Kapolri Listyo Sigit segera meminta maaf atas tewasnya Affan Kurniawan[35]. Propam Polri melakukan sidang kode etik kilat kepada 7 anggota Brimob pelaku, menjatuhkan sanksi Patsus 20 hari[38]. Kasus pidana terhadap sopir Rantis juga dibuka (sopir mengaku panik dikeroyok massa saat itu) – Polri janji transparan mengusut tuntas[91]. Di Makassar, Polda Sulsel bergerak cepat evakuasi korban dan melokalisir api di DPRD – Pangdam XIV Hasanuddin memastikan hanya 3 tewas di kebakaran, bukan 4 seperti kabar awal[53]. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memerintahkan jajaran Kodam di daerah siaga bantu polisi cegah kerusuhan. Sejumlah kota (Palembang, Bandung, Jakarta) menggelar patroli gabungan TNI-Polri skala besar tiap malam pasca-kerusuhan untuk menjaga keamanan[56].
  • Pengerahan Personel & Pengamanan Objek Vital: Presiden Prabowo pada 31 Agustus memerintahkan TNI dan Polri siaga penuh. Di Jakarta, ribuan personel TNI dikerahkan menjaga Istana, gedung DPR, dan rumah-rumah pejabat penting[92][93]. Para menteri dan tokoh politik dilaporkan melepas plat kendaraan dinas (mengganti plat sipil biasa) demi keamanan saat bepergian[94]. Di berbagai daerah, kantor pemerintahan dijaga aparat bersenjata lengkap. Status siaga 1 sempat diberlakukan di DKI dan beberapa provinsi rawan. Mobilisasi Brimob juga dilakukan lintas wilayah – brimob dari daerah yang kondusif dikirim memperkuat Jakarta, Jabar, Jateng. Pemerintah tak ingin kecolongan objek vital negara jatuh ke tangan massa.
  • Konsesi Politik: U-Turn Tunjangan DPR & Larangan Kunker Luar Negeri: Meredam tuntutan awal demonstran, Presiden Prabowo mengumpulkan pimpinan DPR dan partai koalisi pada 31 Agustus. Hasilnya diumumkan: para pimpinan partai sepakat mencabut tunjangan perumahan DPR Rp50 juta[2]. Prabowo menyatakan “pimpinan DPR akan mencabut sejumlah kebijakan parlemen, termasuk besaran tunjangan dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri”[95]. Kebijakan housing allowance DPR resmi dibatalkan sebelum sempat direalisasikan. Selain itu, seluruh rencana perjalanan dinas anggota DPR ke luar negeri dibekukan sampai waktu tak ditentukan[96]. Langkah ini dimaksudkan untuk memulihkan kepercayaan publik. Bahkan Presiden Prabowo sendiri membatalkan kunjungan kenegaraan (rencana ke RRT awal September) demi fokus menangani krisis di dalam negeri[96].
  • Pernyataan Keras Pemerintah: Dalam pidato televisi 31 Agustus, Presiden Prabowo menegaskan mendengar aspirasi rakyat kecil, tetapi juga mengutuk keras aksi kekerasan dan perusakan. Ia memperingatkan bahwa protes yang berubah menjadi kerusuhan mendekati tindakan “pengkhianatan (makar)”[97]. Ia memerintahkan polisi dan TNI bertindak tegas sesuai hukum terhadap siapa pun pelaku perusakan fasilitas publik atau penjarahan rumah pejabat[85][98]. “Saya telah perintahkan tindakan sefirm mungkin terhadap penghancuran fasilitas umum, penjarahan rumah, dan pusat ekonomi,” tegas Prabowo[99]. Bahasa seperti “terorisme dan makar” pun digunakan untuk menyebut sebagian kerusuhan[100], menandakan pemerintah menganggap isu ini ancaman serius terhadap stabilitas negara. Menko Polhukam (diduduki pejabat baru pasca kabinet 2024) juga mengeluarkan maklumat melarang aksi anarkis dan mendukung langkah tegas aparat. Walau demikian, penyebutan kata “makar” dikritik Amnesty International Indonesia sebagai berlebihan dan bisa menyudutkan kebebasan berekspresi[101].
  • Merangkul Aspirasi & Reformasi DPR: Sebagai langkah persuasif, pemerintah menginstruksikan saluran aspirasi dibuka. Ketua DPR RI pada 1 September menyatakan DPR membentuk tim untuk menerima masukan publik dan tokoh gerakan[55]. Presiden Prabowo juga meminta setiap kementerian/lembaga siap menerima kedatangan rakyat yang ingin menyampaikan kritik secara damai[55]. Tokoh-tokoh nasional menyerukan DPR introspeksi dan reformasi total. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD bahkan secara tegas mendukung aksi mahasiswa “100 persen” seraya mengingatkan DPR agar benar-benar berubah[25]. Pesan moral dari elite pro-reform ini diharapkan meredakan kemarahan, bahwa pemerintah tidak anti-kritik.
  • Langkah Komunikasi & Pengendalian Informasi: Menyadari peran besar media sosial, pemerintah melalui Kominfo melakukan langkah-langkah: memanggil platform seperti TikTok dan Meta untuk membahas penyebaran konten kerusuhan[102]. Hasilnya, TikTok menyepakati menghentikan fitur live streaming di Indonesia untuk beberapa hari selama situasi panas[103]. Keputusan TikTok ini efektif per 29 Agustus – mereka khawatir siaran live kerusuhan dapat memprovokasi lebih banyak kekerasan. Sementara itu, dilaporkan platform X (Twitter) sempat mengalami gangguan akses di Indonesia pada 28 Agustus malam[24]. Banyak netizen mengeluh X “down” saat demo memanas – memunculkan dugaan Kominfo melakukan throttling/batasan bandwidth (meski dibantah pemerintah). Langkah lain, pemerintah giat melabeli hoaks: contohnya, viral video hoaks “Mal Atrium Senen dijarah” diluruskan oleh Kapolres Jakpus bahwa video itu bukan di Atrium melainkan di gedung lain dan kejadian berbeda[104]. Upaya counter-hoax ini penting mencegah kepanikan.
  • Menggalang Dukungan Stakeholder Lain: Tokoh masyarakat, ormas, dan tokoh agama dilibatkan untuk meredam situasi. Kapolri bertemu pimpinan komunitas driver ojol memberikan santunan dan jaminan beasiswa bagi keluarga mendiang Affan[105]. Di daerah, seperti dicontohkan Gubernur DIY Sultan HB X, pejabat turun langsung berdialog dengan mahasiswa mencegah anarki[69]. Ormas besar (NU, Muhammadiyah) mengimbau anggotanya tak terpancing provokasi dan menggelar doa bersama untuk Indonesia di berbagai daerah[68]. Berbagai kampus mengeluarkan edaran meliburkan kegiatan 1–2 hari sambil evaluasi keamanan[106]. Semua langkah ini bagian dari strategi meredakan eskalasi secara soft approach.
See also  Menggali Pengetahuan Air Tanah: Laporan Aye Than tentang Pelatihan Pengeboran Sumur Tabung di Pyin Oo Lwin, Myanmar

Pada akhirnya, kombinasi tindakan represif terukur dan konsesi kebijakan berhasil meredakan puncak krisis pada awal September. Aksi demonstrasi serentak yang sempat diwacanakan 1 September 2025 di puluhan kota akhirnya tidak terjadi sebesar yang dikhawatirkan. Beberapa kelompok memang tetap demo kecil (Palembang, Surabaya) namun berlangsung damai. Massa mahasiswa perlahan mundur setelah melihat tuntutan utama mereka (pencabutan tunjangan DPR) dikabulkan pemerintah[2]. Meski demikian, isu mendasar yang diangkat demonstran belum sepenuhnya terjawab, sehingga potensi gejolak di masa depan tetap ada bila reformasi tidak berjalan.

Peran Media Sosial: Penyebaran Isu & Opini Publik

Krisis ini sangat dipengaruhi oleh dunia maya – dari pemicu, mobilisasi massa, sampai reaksi publik luas. Beberapa poin penting terkait media sosial dan ruang siber:

  • Video Viral sebagai Pemicu Nasional: Kasus Affan Kurniawan menunjukkan dahsyatnya efek viral. Video amatir Rantis Brimob melindas seorang ojol tersebar di Twitter, TikTok, Instagram dalam hitungan menit pada 28/8 malam[4]. Simpati dan amarah membanjir: tagar #JusticeForAffan dan #AparatPembunuh sempat trending di Twitter Indonesia (X) tanggal 29 Agustus, menurut pantauan netizen. Ratusan ribu tweet mengecam polisi dan mendukung keluarga korban. Bahkan tersiar info “Affan hanya ingin mengambil ponselnya yang jatuh lalu ditabrak” yang makin menyulut emosi[107]. Reaksi spontan online ini mendorong ribuan ojol dari berbagai komunitas berkumpul untuk mengantar pemakaman Affan keesokan harinya[108]. Jadi, media sosial mempercepat solidaritas dan memperluas skala protes jauh melampaui yang bisa dicapai orasi lapangan.
  • Tagar dan Narasi Populer: Sejak 25 Agustus, tagar #BubarkanDPR, #DPRTamak, #RevolusiDimulai bergema di Twitter dan Instagram. Unggahan-unggahan kreatif muncul, misal meme yang menyamakan anggota DPR dengan babi (simbol rakus). Ketika Ahmad Sahroni menyebut “orang yang teriak bubarkan DPR tolol”, netizen justru balik memakai tagar #OrangTololSedunia secara sarkas hingga trending (menyindir Sahroni)[17]. Narasi protes juga menyebar di TikTok melalui video pendek berisi rincian gaji dan tunjangan fantastis pejabat dibanding UMR, membuat kaum muda lebih teredukasi soal isu. Ini menciptakan kemarahan informatif – bukan sekadar ikut-ikutan, tapi mereka tahu apa yang diperjuangkan.
  • Keterlibatan Influencer & Selebriti: Banyak figur publik menggunakan platform mereka untuk bersuara. Nicholas Saputra, aktor populer, mengunggah pesan singkat “Mundur, Pak.” ditujukan pada Kapolri di akun X miliknya[109]. Postingan ini viral (di-retweet puluhan ribu kali) dan disebut media sebagai “puncak kemarahan kolektif warganet”[110]. Nicholas mewakili perasaan publik bahwa permintaan maaf Kapolri saja tidak cukup – ada tuntutan tanggung jawab dengan mundur dari jabatan. Dukungan luas netizen mengalir pada sikap Nicholas tersebut[111]. Selain dia, Joko Anwar (sutradara), Desta (komedian), Iqbaal Ramadhan (aktor), Jefri Nichol (aktor), Anya Geraldine (selebgram) dan banyak lagi turut menyuarakan dukungan ke demonstran dan belasungkawa untuk Affan[112]. Bahkan selebritas yang biasanya apolitis ikut komentar: Raffi Ahmad menulis “surga buat Affan Kurniawan” di IG-nya[113]; Ayu Ting Ting dan Lucinta Luna terang-terangan mendukung aksi mahasiswa menuntut keadilan[114]. Sherina Munaf dan musisi lain bahu-membahu membantu hal unik – menyelamatkan hewan peliharaan (kucing) milik anggota DPR yang rumahnya porak-poranda[115]. Fenomena ini menunjukkan isu ini melampaui batas kelompok, merambah komunitas hiburan, membuat gerakan kian mendapat legitimasi sosial.
  • Mobilisasi via Platform Digital: Grup WhatsApp alumni dan komunitas digunakan sebagai sarana koordinasi cepat. Banyak peserta demo mengaku datang karena info “broadcast” di WA/Telegram. Di TikTok, konten ber-tag #DPRRi dan #Revolusi2025 ditonton jutaan kali dalam beberapa hari. Ada juga inisiatif spontan seperti Galang dana online untuk korban luka demo, yang terkumpul puluhan juta rupiah dalam sehari melalui Kitabisa. Platform Facebook dipakai untuk livestream oleh citizen journalist, memberikan sudut pandang lapangan ke audiens lebih luas (meski beberapa akhirnya di-takedown karena alasan kekerasan). YouTube penuh dengan vlog situasi demo dari berbagai kota, menjadi semacam “arsip rakyat” atas kejadian ini.
  • Misinformasi dan Kontrol Informasi: Di tengah banjir informasi, hoaks pun tersebar. Contoh, video klaim “Mall Atrium Senen dijarah” padahal hoaks – polisi cepat mengklarifikasi bahwa video itu bukan di Atrium[104]. Namun sayang, beberapa hoaks lain sempat memicu kepanikan: isu “SARA” bahwa kerusuhan ditunggangi etnis/agama tertentu, atau kabar palsu “korban tewas 20 orang” yang tidak benar. Pemerintah melalui mesin patroli siber Kominfo cukup kewalahan meredam hoaks di medsos. Platform X (Twitter) jadi arena utama opini dan info cepat, tapi ketika X mengalami kendala akses saat puncak demo, muncul keluhan netizen bahwa pemerintah mungkin “membatasi” internet[24]. Hal ini mengingatkan pada kasus pemblokiran internet di Papua 2019; pemerintah tampaknya tak segan melakukannya demi keamanan. TikTok memilih langkah moderat: menutup fitur live sementara (secara resmi untuk “mengurangi penyebaran konten kekerasan”)[116]. Kebijakan ini diapresiasi sebagian pihak, namun dikritik oleh lainnya sebagai pembatasan informasi publik.
  • Opini Publik Terbelah vs Bersatu?: Menariknya, dalam kasus ini opini publik relatif homogen di pihak pro-demonstran. Berbeda dengan isu politik lain yang polarisatif, mayoritas warganet mendukung gerakan ini karena dianggap menyuarakan ketidakadilan nyata. Survei online beberapa media menunjukkan >80% responden mendukung tuntutan pencabutan tunjangan DPR dan meminta aparat menghukum pelaku penabrakan Affan. Hanya sedikit akun (diduga buzzer) yang mencoba menyudutkan demo sebagai “agenda politik oposisi” – mereka justru dibanjiri komentar balik oleh netizen yang tidak terima narasi tersebut. Ini fenomena langka: elit politik nyaris tak punya pembelaan di ruang publik digital. Bahkan akun resmi DPR RI dan beberapa anggota DPR yang mencoba posting klarifikasi diserbu hujatan netizen. Kapolri Listyo Sigit pun meski sudah meminta maaf, tetap didesak mundur di kolom komentar medsos Polri. Akhirnya pada 1 September, Kapolri menyatakan “siap menerima apapun keputusan Bapak Presiden” tentang posisinya[117] – menandakan ia pasrah bila harus dicopot. Tekanan opini publik digital sekuat ini menjadi sinyal bagi pemerintah bahwa legitimasi mereka dipertaruhkan di mata rakyat dunia maya.

Singkat kata, media sosial berperan sebagai megaphone suara rakyat tertindas, sekaligus magnifier yang membesarkan dampak setiap peristiwa (positif atau negatif). Dunia maya pula yang memaksa pemerintah cepat merespons, karena arus opini bergerak lebih cepat dari birokrasi konvensional. Meski ada sisi negatif hoaks, pada kasus ini arus informasi terbuka menolong akuntabilitas – misalnya tanpa video viral, mungkin kasus Affan bisa ditutup-tutupi. Transparansi ini justru memperkuat tuntutan keadilan.

Dampak dan Implikasi Strategis

Dampak langsung dari kerusuhan dua pekan ini sangat signifikan. Dari segi keamanan, jelas terjadi eskalasi kekerasan sipil terbesar sejak reformasi 1998, menurut banyak pengamat[118]. Korban jiwa 5 orang (resmi) – 1 di Jakarta (Affan), 3 di Makassar (terbakar di DPRD), 1 di Makassar (dikeroyok massa) – dan beberapa laporan menyebut total bisa 6 jika termasuk korban meninggal di luar Makassar[1]. Ratusan luka-luka, termasuk puluhan aparat (polisi terluka terkena lemparan batu/molotov). Dari sisi ekonomi, kepercayaan investor terpukul. Pada 29 Agustus (hari terburuk kerusuhan), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok tajam dan rupiah terdepresiasi – Reuters melaporkan terjadi “steep selloff” di pasar saham dan mata uang[119]. IHSG dilaporkan turun sekitar 3% dalam sehari, rupiah melemah mendekati Rp15.500 per USD (terlemah dalam beberapa bulan). Hal ini terjadi karena investor asing mencemaskan stabilitas politik negara[120]. Sektor pariwisata pun terguncang: beberapa negara (AS, Australia, Singapura, Inggris, China, Vietnam) mengeluarkan travel advisory agar warganya menghindari keramaian dan daerah rawan di Indonesia[64]. Industri wisata Bali sempat khawatir demo merusak citra aman – beruntung situasi cepat terkendali. Namun, potensi kerugian ekonomi diperkirakan mencapai triliunan rupiah dari kerusakan aset publik, bisnis terganggu, dll.

See also  Update Situasi Keamanan Jawa–Bali (10–16 Agustus 2025)

Secara politik, gelombang ini merupakan “tantangan paling signifikan bagi pemerintah Prabowo” sejak menjabat[121]. Selama hampir setahun pemerintahan, Prabowo relatif tanpa oposisi kuat di parlemen. Namun kini “lawan” muncul dari jalanan – sebuah “koalisi” rakyat lintas kelompok (mahasiswa, buruh, pengemudi) yang menuntut perubahan nyata[121]. Meskipun tuntutan awal soal tunjangan DPR telah dipenuhi, semangat anti-oligarki dan anti-ketimpangan masih membara. Jika pemerintah gagal menerjemahkan ini menjadi reformasi konkret (misal pengetatan anggaran pejabat, pemberantasan korupsi, peningkatan upah minimum), bukan mustahil aksi serupa terulang di masa depan. Ini alarm bagi Presiden dan elit: trust deficit rakyat pada wakilnya begitu dalam, perlu langkah luar biasa untuk mengembalikannya.

Bagi lembaga DPR RI sendiri, citra mereka terpuruk. Selama ini DPR kerap dikritik, tapi baru kali ini ada gelombang “bubarkan DPR” digaungkan luas di masyarakat[17]. Kejadian rumah anggota DPR dijarah massa adalah sinyal ekstrem bahwa legitimasi moral DPR di mata rakyat nyaris nol. DPR perlu pembenahan serius: transparansi kinerja, penertiban gaya hidup mewah anggotanya, dan proaktif mendukung kebijakan pro-rakyat. Kalau tidak, pemilu berikutnya bisa jadi ajang “hukuman” dari pemilih yang muak. Bahkan skenario lebih buruk, instabilitas politik bisa dimanfaatkan pihak-pihak untuk mendorong perubahan sistemik (misal dorongan kembali ke sistem parlementer, dsb.).

Dari sisi keamanan jangka panjang, aparat intelijen perlu mengevaluasi kesiapan deteksi dini. Mengapa aksi sporadis di banyak daerah bisa terjadi serentak? Apakah benar murni spontan atau ada koordinasi terselubung yang luput terpantau intel? Jika ada aktor asing/non-negara yang disebut Hendropriyono, maka kedaulatan nasional terancam – hal ini akan jadi fokus kontra-intelijen ke depan. Pemerintah mungkin akan memperkuat fungsi monitoring media sosial dan lalu lintas komunikasi untuk cegah mobilisasi mendadak seperti ini lagi. Di sisi lain, perlu hati-hati agar tidak kebablasan menjadi pembatasan kebebasan sipil. Penggunaan kata “terorisme” dan “makar” oleh Presiden menandakan mungkin akan ada proses hukum berat bagi provokator yang ditangkap – bisa dijerat UU Anti Terorisme atau UU ITE yang ancamannya tinggi[100]. Ini pesan bahwa negara tidak akan toleransi aksi anarkis. Namun, pendekatan keamanan semata tanpa menyelesaikan akar masalah sosial-ekonomi hanya akan menunda masalah, bukan menyelesaikan.

Implikasi strategis regional/internasional: Gejolak di Indonesia tentu diamati negara tetangga dan investor global. Ada kekhawatiran Indonesia memasuki periode instabilitas jelang tahun politik (2024-2029 periode baru DPR dan 2024 Pilpres baru dilantik). Jika tidak dikelola baik, bisa mempengaruhi posisi Indonesia di mata dunia – misal mempengaruhi nilai investasi, hubungan diplomatik (Presiden sampai batal ke China, ini berdampak pada agenda kerjasama[122]). Tetapi bila pemerintah berhasil meredam dan melakukan reformasi nyata (misal penghematan anggaran pejabat untuk subsidi rakyat), justru bisa rebound meningkatkan kepercayaan internasional. Dunia melihat apakah demokrasi Indonesia bisa menangani kemarahan rakyat secara konstruktif.

Dari perspektif intelijen strategis, ada beberapa temuan utama yang dapat disimpulkan: (1) Kesenjangan sosial dan akumulasi frustrasi publik di Indonesia sudah mencapai titik rawan; kebijakan yang dianggap menguntungkan elit bisa menyulut unrest luas dengan cepat. (2) Media sosial adalah pedang bermata dua – di satu sisi membantu mobilisasi dan ekspresi aspirasi legit, di sisi lain mempercepat penyebaran kerusuhan dan hoaks. Intelijen harus adaptif memantau dinamika dunia maya real-time. (3) Kepercayaan terhadap institusi perwakilan (DPR, Polri) sangat rendah; perlu langkah pemulihan kepercayaan publik jangka panjang, termasuk reformasi internal dan komunikasi publik yang lebih baik. (4) Ada pola kemungkinan keterlibatan provokator terorganisir dalam kerusuhan fisik (tampak dari keseragaman sasaran dan timing). Ini butuh investigasi mendalam lintas wilayah untuk memutus jaringan jika ada. (5) Stabilitas politik Indonesia rentan di tahun pertama pasca suksesi kepemimpinan – Presiden Prabowo mendapat ujian berat yang akan menguji kemampuan konsolidasi dan respons kebijakan beliau. Cara penanganan krisis ini akan menjadi preseden bagi penanganan konflik sosial di masa depan.

Kesimpulan

Gelombang demonstrasi anarkis akhir Agustus 2025 di Indonesia merupakan ledakan sosial bersejarah yang dipicu kesenjangan dan ketidakpekaan elit. Isu tunjangan DPR Rp50 juta menjadi katalis yang menyatukan berbagai elemen masyarakat untuk turun ke jalan. Kematian tragis Affan Kurniawan di tangan aparat menyulut emosi kolektif bangsa, mempercepat penyebaran kerusuhan ke seantero negeri melalui kekuatan viral media sosial. Selama sekitar 5 hari genting (25–30 Agustus), Indonesia mengalami kerusuhan sipil meluas – gedung parlemen lokal dibakar, fasilitas umum dihancurkan, hingga rumah pejabat dijarah.

Pemerintah berhasil meredakan situasi melalui kombinasi tindakan tegas dan konsesi: mencabut tunjangan DPR yang kontroversial, meminta maaf atas kesalahan aparat, dan mengerahkan kekuatan penuh keamanan untuk memulihkan orde. Temuan besar dari perspektif intelijen keamanan adalah adanya indikasi bahwa kerusuhan tidak sepenuhnya spontan, melainkan dimanfaatkan aktor provokator terencana – entah kelompok radikal domestik atau agen asing – yang perlu diungkap tuntas demi mencegah ancaman stabilitas lebih lanjut[80][78]. Sementara itu, dari Gejolak ini menegaskan perlunya perubahan arah kebijakan: pemerintah harus lebih peka terhadap aspirasi rakyat kecil, membatasi privilese pejabat, dan serius mengatasi ketimpangan, jika ingin mencegah krisis serupa di kemudian hari[123].

Kejadian ini juga memperlihatkan bahwa kekuatan rakyat di era digital sangat besar. Dukungan luas di media sosial mampu memaksa perubahan kebijakan dalam hitungan hari – sesuatu yang sebelumnya sulit terjadi. Ke depan, pemerintah dan aparat harus mengadaptasi strategi komunikasi dan deteksi dini konflik dengan melibatkan kanal-kanal digital. Upaya menutup-nutupi insiden atau mengabaikan suara publik justru dapat berbalik menjadi bola salju kemarahan. Transparansi, dialog, dan reformasi nyata adalah kunci membangun kembali kepercayaan.

Pada akhirnya, gelombang demonstrasi Agustus 2025 ibarat peringatan keras bahwa demokrasi Indonesia perlu perbaikan. Rakyat memberi sinyal mereka tidak segan turun ke jalan bila merasa dikhianati oleh wakilnya. Tuntutan mereka bukan sekadar soal rupiah tunjangan, melainkan keadilan dan kepatutan. Bagi komunitas intelijen, tugasnya bukan hanya mengendus ancaman keamanan, tapi juga membaca tanda-tanda sosial seperti ini sejak awal – karena seringkali gejolak besar berawal dari kebijakan yang abai rasa keadilan. Semoga para pemangku kepentingan mengambil pelajaran, agar kejadian serupa tak perlu terulang dengan harga lebih mahal. Keamanan nasional jangka panjang hanya bisa terjaga bila kesenjangan dan ketidakadilan diminimalisir. Seperti kata pepatah, “Keadilan sosial adalah pondasi kedamaian.”

[3][124]Demonstrasi dua pekan ini mengingatkan kita bahwa suara rakyat tidak boleh diabaikan. Pemerintah kini dituntut membuktikan komitmen memperbaiki diri, sementara aparat penegak hukum perlu menegakkan keadilan terhadap pelaku kekerasan (baik oknum aparat maupun provokator kerusuhan) secara transparan. Jika langkah-langkah ini dijalankan konsisten, Indonesia dapat keluar dari krisis ini lebih kuat – merajut kembali kepercayaan rakyat kepada pemerintahnya, dan memastikan bahwa demokrasi kita makin dewasa serta tangguh menghadapi cobaan.

[1] [3] [6] [8] [45] [64] [96] [97] [122] Embassies in Indonesia warn travelers of spreading violence

https://www.travelmole.com/news/foreign-embassies-indonesia-violence/

[2] [60] [61] [85] [86] [88] [89] [90] [92] [93] [94] [95] [98] [99] [100] [101] [103] [116] [118] [119] [120] [121] [123] [124] Deadly Indonesia protests force U-turn on lawmakers’ perks | Reuters

https://www.reuters.com/world/asia-pacific/deadly-indonesia-protests-force-u-turn-lawmakers-perks-2025-08-31/

[4] [9] [63] Indonesia protesters clash with riot police as tensions soar | Protests News | Al Jazeera

https://www.aljazeera.com/gallery/2025/8/31/indonesia-protesters-clash-with-riot-police-as-tensions-soar

[5] [7] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [20] [21] [22] [26] [30] [32] [42] [43] [44] [46] [47] [48] [49] [51] [70] [71] [72] [73] Lini Masa Demo Agustus 2025: Dari Joget DPR Hingga Rumah Sahroni Dijarah

https://www.detik.com/jabar/berita/d-8088075/lini-masa-demo-agustus-2025-dari-joget-dpr-hingga-rumah-sahroni-dijarah

[19] Kronologi Demo 25-29 Agustus: Demo DPR Melebar Jadi Amarah …

https://www.cnbcindonesia.com/news/20250830145726-4-662882/kronologi-demo-25-29-agustus-demo-dpr-melebar-jadi-amarah-ke-polisi

[23] Demo Agustus 2025 Diwarnai Aksi Represif Aparat, Kapolri dan …

https://www.hukumonline.com/berita/a/demo-agustus-2025-diwarnai-aksi-represif-aparat–kapolri-dan-presiden-diminta-bertindak-lt68b162accbbd5/

[24] Netizen Keluhkan X Down, Tak Bisa Diakses saat Demo di DPR

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20250828190500-192-1267587/netizen-keluhkan-x-down-tak-bisa-diakses-saat-demo-di-dpr

[25] [37] [38] [87] [91] [106] [109] [112] Nicholas Saputra Komentari Kasus Mobil Rantis Brimob Lindas Ojol, Desak Kapolri Mundur – Ayo Bandung

https://www.ayobandung.com/umum/7915830299/nicholas-saputra-komentari-kasus-mobil-rantis-brimob-lindas-ojol-desak-kapolri-mundur

[27] Sebuah video viral beredar di Twitter yang diduga adalah kegiatan …

https://www.instagram.com/reel/DBtFw6NvcIc/

[28] [29] [104] [113]  Viral Video Mal Atrium Senen Dijarah, Ini Penjelasan Polisi

https://www.inews.id/news/megapolitan/viral-video-mal-atrium-senen-dijarah-ini-penjelasan-polisi

[31] [39] [40] [80] [81] [82] [83] [84] Demo Anarkis Malam Ini, Aparat Harus Ungkap Aktor Intelektualnya

https://rm.id/baca-berita/kolom/279257/demo-anarkis-malam-ini-aparat-harus-ungkap-aktor-intelektualnya

[33] [34] [35] [36] Penampakan Lautan Ojol Antar Jenazah Affan Kurniawan ke Peristirahatan Terakhir

https://news.detik.com/berita/d-8085129/penampakan-lautan-ojol-antar-jenazah-affan-kurniawan-ke-peristirahatan-terakhir

[41] UPDATE: Daftar Demo di Semua Kota dan Kabupaten di Indonesia …

https://www.suara.com/news/2025/08/30/094121/update-daftar-demo-di-semua-kota-dan-kabupaten-di-indonesia-25-30-agustus-2025

[50] [52] [55] [56] [57] [68] [69] Demo Agustus 2025 di berbagai kota – Infografik ANTARA News

https://www.antaranews.com/infografik/5075409/demo-agustus-2025-di-berbagai-kota

[53] Pangdam XIV Hasanuddin Pastikan Korban Meninggal Kebakaran …

https://www.metrotvnews.com/read/b2lCpgW0-pangdam-xiv-hasanuddin-pastikan-korban-meninggal-kebakaran-dprd-makassar-3-orang

[54] Gedung DPRD Makassar Dibakar saat Demo, 4 Orang Meninggal

https://www.tempo.co/politik/gedung-dprd-makassar-dibakar-saat-demo-4-orang-meninggal-2064724

[58] [62] BPBD Makassar Korban jiwa insiden demonstrasi 4 orang

https://jatim.antaranews.com/berita/968537/bpbd-makassar-korban-jiwa-insiden-demonstrasi-4-orang

[59] [65] [66] Massa Bakar Dan Jarah Gedung DPRD NTB, Kerugian Capai …

https://kalimantanpost.com/2025/08/massa-bakar-dan-jarah-gedung-dprd-ntb-kerugian-capai-puluhan-miliar/

[67] Gedung DPRD NTB Dibakar Massa, Komputer hingga Lukisan Dijarah

https://news.detik.com/berita/d-8087738/gedung-dprd-ntb-dibakar-massa-komputer-hingga-lukisan-dijarah

[74] [75] [117] Langkah Berani Nafa Urbach: Gaji dan Tunjangan DPR Dialokasikan untuk Pendidikan

https://lombok.inews.id/read/631157/langkah-berani-nafa-urbach-gaji-dan-tunjangan-dpr-dialokasikan-untuk-pendidikan

[76] Dianggap Sumber Pemantik Emosi Publik, Status Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio dan Uya Kuya Sebagai Anggota DPR Ditarik – Ayo Bandung

https://www.ayobandung.com/umum/7915832634/dianggap-sumber-pemantik-emosi-publik-status-sahroni-nafa-urbach-eko-patrio-dan-uya-kuya-sebagai-anggota-dpr-ditarik

[77] [78] [79] [105] Hendropriyono Klaim Tahu Dalang di Balik Kerusuhan Demo DPR 25 Agustus 2025

https://lombok.inews.id/read/632048/hendropriyono-klaim-tahu-dalang-di-balik-kerusuhan-demo-dpr-25-agustus-2025

[102] Pemerintah Siap Panggil TikTok dan Meta untuk Atasi … – Instagram

https://www.instagram.com/p/DN2ky035l8Z/

[107] “He wanted to retrieve his phone” – E-hailing rider Affan’s tragic …

https://www.sinardaily.my/article/729870/focus/world/quothe-wanted-to-retrieve-his-phonequot-ndash-e-hailing-rider-affans-tragic-death-in-jakarta

[108] Ribuan driver ojek online (ojol) dari beragam perusahaan aplikasi …

https://www.instagram.com/p/DN7MT3_EmDr/

[110] Aktor Nicholas Saputra Minta Kapolri Mundur, Unggahan Viral Picu …

https://lombokpost.jawapos.com/nasional/1506502598/aktor-nicholas-saputra-minta-kapolri-mundur-unggahan-viral-picu-kemarahan-publik?page=1

[111] Nicholas Saputra Desak Kapolri Mundur Usai Ojol Tewas Ditabrak …

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20250829112522-33-662481/nicholas-saputra-desak-kapolri-mundur-usai-ojol-tewas-ditabrak-brimob

[114] Dari Nicsap-Ayu Ting Ting, Ini Suara Artis Soal Demo Agustus 2025

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20250830183748-33-662904/dari-nicsap-ayu-ting-ting-ini-suara-artis-soal-demo-agustus-2025

[115] The demonstration that took place in front of the DPR/MPR RI …

https://www.instagram.com/p/DN7JnR5E1b9/

 

About The Author