Your cart is currently empty!

Isu-Isu Makroekonomi 2025: Pertumbuhan 5%, Inflasi Rendah, Risiko Struktural
Pendahuluan
Makroekonomi Indonesia pada 2025 berada dalam posisi yang relatif stabil namun rentan terhadap dinamika internal dan eksternal. Pertumbuhan ekonomi tetap positif di kisaran 5%, inflasi terjaga rendah, dan pasar tenaga kerja menunjukkan perbaikan. Namun, di balik capaian tersebut, terdapat sejumlah persoalan mendasar yang menuntut analisis kritis: bagaimana memastikan pertumbuhan yang inklusif, menjaga konsistensi kebijakan fiskal, dan mengurangi ketergantungan pada komoditas di tengah ketidakpastian global. Dengan demikian, pembacaan isu-isu makroekonomi Indonesia tidak hanya berhenti pada data deskriptif, tetapi juga harus melihat implikasi kebijakan dan arah jangka Panjang.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tercatat sebesar 5,01% yoy, sedikit melambat dibandingkan 5,17% yoy pada periode yang sama tahun 2024, yang menunjukkan pemulihan pasca-pandemi relatif konsisten namun belum mampu menghasilkan akselerasi signifikan; pola ini masih sangat ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang berkontribusi lebih dari 50% terhadap PDB, disusul oleh investasi dan ekspor komoditas primer seperti batu bara, minyak sawit, dan nikel yang tetap vital meskipun kinerjanya sangat bergantung pada fluktuasi harga global (BPS, 2025; World Bank, 2025).
Situasi tersebut mengimplikasikan perlunya langkah strategis pemerintah dalam mempercepat diversifikasi basis industri melalui hilirisasi, penguatan sektor manufaktur, serta pembangunan ekonomi berbasis inovasi agar pertumbuhan lebih berkelanjutan, inklusif, dan tidak semata bergantung pada dinamika siklus harga komoditas yang rentan terhadap gejolak eksternal.
Inflasi dan Stabilitas Harga
Inflasi Indonesia pada Agustus 2025 tercatat 2,31% yoy, lebih rendah dibandingkan target Bank Indonesia sebesar 3% ± 1% dan juga di bawah rata-rata lima tahun terakhir yang berada di kisaran 3,2%, yang menunjukkan keberhasilan menjaga stabilitas harga meskipun perekonomian masih berhadapan dengan ketidakpastian global (Bank Indonesia, 2025; IMF, 2025).
Stabilitas harga pangan dan energi menjadi faktor utama pengendali inflasi, namun risiko imported inflation akibat depresiasi rupiah tetap membayangi, sehingga memberi sinyal bahwa ruang pelonggaran moneter melalui penurunan BI-7DRR dapat dimanfaatkan untuk mendorong likuiditas ke sektor riil, tetapi kebijakan tersebut perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan tekanan berlebihan pada nilai tukar yang justru berpotensi memicu inflasi dari sisi impor.
Kebijakan Moneter
Bank Indonesia pada 2025 melanjutkan kebijakan moneter akomodatif dengan menurunkan BI-7DRR guna mendorong pembiayaan ke sektor riil, khususnya UMKM dan industri manufaktur, seraya melakukan intervensi di pasar obligasi dan valuta asing untuk meredam tekanan eksternal serta menjaga stabilitas rupiah di tengah dinamika global yang masih bergejolak (BI, 2025; OECD, 2025).
Langkah ini sejalan dengan kebijakan banyak bank sentral di emerging markets yang menyesuaikan stance moneter mereka terhadap siklus suku bunga The Fed dan ECB, namun efektivitas pelonggaran moneter tersebut sangat bergantung pada kesediaan sektor perbankan menyalurkan kredit ke arah produktif, bukan hanya ke sektor konsumtif, agar dorongan pertumbuhan yang dihasilkan benar-benar berkelanjutan.
Kebijakan Fiskal dan Utang Negara
Defisit fiskal Indonesia pada 2024 tercatat sebesar 2,3% dari PDB, relatif stabil dibandingkan 2,4% pada 2023, namun rasio utang pemerintah diproyeksikan meningkat mendekati 40% dari PDB pada 2025, naik dari 38,6% pada 2023, sehingga meskipun masih jauh di bawah ambang batas aman IMF sebesar 60%, tren kenaikan ini tetap menuntut kewaspadaan serta konsistensi dalam menjaga keberlanjutan fiskal (Kementerian Keuangan RI, 2025; ADB, 2025).
Pergantian kepemimpinan di Kementerian Keuangan pada September 2025 menambah ketidakpastian arah kebijakan fiskal, khususnya terkait keberlanjutan program pembangunan dan disiplin anggaran, sehingga implikasinya pemerintah perlu memperkuat disiplin fiskal melalui strategi pembiayaan inovatif seperti optimalisasi pajak digital dan pengembangan instrumen green financing yang tidak hanya mendukung pendanaan pembangunan, tetapi juga memperkuat komitmen terhadap agenda ekonomi berkelanjutan (ADB, 2025).
Neraca Pembayaran dan Stabilitas Eksternal
Neraca transaksi berjalan Indonesia mencatat surplus tipis sejak akhir 2024, ditopang oleh harga komoditas yang relatif stabil, namun struktur ekspor yang masih dominan berbasis komoditas primer membuat perekonomian sangat rentan terhadap fluktuasi harga global dan menegaskan rapuhnya ketahanan eksternal ketika terjadi guncangan pasar internasional (World Bank, 2025; BI, 2025).
Di sisi lain, aliran modal asing portofolio tetap bersifat volatil seiring perubahan suku bunga global yang menimbulkan tekanan pada stabilitas rupiah, sehingga implikasinya adalah pentingnya strategi diversifikasi ekspor melalui industrialisasi hilir dan penguatan pasar domestik agar ketergantungan pada komoditas berkurang dan fondasi eksternal perekonomian lebih resilien.
Pasar Tenaga Kerja dan Kemiskinan
Perkembangan pasar tenaga kerja Indonesia menunjukkan tren membaik. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2025 tercatat 4,76%, turun dari 5,45% pada 2023, sementara tingkat kemiskinan juga menurun menjadi 8,47% pada Maret 2025 (BPS, 2025). Capaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi pasca-pandemi mulai berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, tantangan struktural masih besar karena 58% pekerja masih berada di sektor informal dengan produktivitas rendah dan minim perlindungan sosial (ILO, 2025). Untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif, diperlukan program upskilling dan reskilling tenaga kerja, sekaligus kebijakan industri yang mendorong penciptaan lapangan kerja formal dan peningkatan daya saing SDM di era digitalisasi.
Tantangan Struktural Jangka Panjang
Indonesia masih berhadapan dengan tantangan struktural jangka panjang yang kompleks, antara lain ketergantungan tinggi pada komoditas sebagai motor ekspor, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum merata di seluruh sektor, kebutuhan mendesak akan transisi energi bersih, serta ancaman perubahan iklim yang berpotensi mengganggu sektor-sektor produktif seperti pertanian, perikanan, dan infrastruktur (UNDP, 2025; World Economic Forum, 2025).
Kondisi tersebut menegaskan bahwa stabilitas makroekonomi jangka pendek tidak cukup untuk menjamin keberlanjutan pembangunan, sehingga implikasinya adalah perlunya prioritas pada investasi SDM, akselerasi digitalisasi, serta penguatan green economy sebagai strategi utama agar Indonesia mampu keluar dari risiko middle income trap dan memperkuat daya saing global secara berkelanjutan.
Stabilitas Sistem Keuangan
Stabilitas sistem keuangan Indonesia pada 2025 secara umum masih terjaga, ditopang oleh permodalan perbankan yang kuat dan tingkat risiko kredit yang relatif terkendali. Namun, terdapat kelemahan struktural berupa rendahnya penyaluran kredit ke sektor UMKM, padahal sektor ini merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Di sisi lain, dinamika politik dan pergantian pejabat fiskal pada pertengahan 2025 sempat menimbulkan gejolak di pasar obligasi dan nilai tukar rupiah. Kondisi ini berhasil diredam melalui intervensi Bank Indonesia dan koordinasi dengan OJK, sehingga tekanan sistemik dapat diminimalkan (OJK, 2025; BIS, 2025).
Implikasi kebijakan yang muncul adalah perlunya memperdalam pasar keuangan domestik, baik melalui penguatan instrumen obligasi korporasi, pasar modal syariah, maupun instrumen derivatif yang sehat. Langkah ini dapat mengurangi ketergantungan pada arus modal asing jangka pendek yang rentan terhadap guncangan eksternal. Selain itu, peningkatan akses pembiayaan inklusif, khususnya bagi UMKM dan sektor produktif lainnya, perlu menjadi prioritas agar sistem keuangan tidak hanya stabil tetapi juga berkontribusi langsung pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kondisi Global yang Mempengaruhi Indonesia
Perekonomian Indonesia pada 2025 masih berada dalam bayang-bayang dinamika global yang penuh ketidakpastian. Kebijakan suku bunga The Fed dan ECB menjadi faktor utama yang memengaruhi arus modal internasional, volatilitas rupiah, serta biaya pembiayaan utang pemerintah. Ketegangan geopolitik di berbagai kawasan juga berimplikasi pada stabilitas energi dan harga pangan global, yang secara langsung berdampak pada inflasi domestik. Selain itu, gangguan rantai pasok internasional pascapandemi dan perubahan iklim turut memperbesar risiko bagi keberlanjutan perdagangan internasional Indonesia (IMF, 2025).
Namun, di tengah risiko tersebut, peluang besar juga terbuka melalui perkembangan teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI) yang semakin diadopsi di berbagai sektor. Transformasi digital mampu mendorong peningkatan produktivitas, efisiensi birokrasi, dan daya saing industri nasional (OECD, 2025). Oleh karena itu, implikasi kebijakan yang mendesak adalah bagaimana Indonesia dapat menyeimbangkan strategi antisipasi risiko eksternal dengan optimalisasi peluang internal, yaitu melalui diversifikasi ekonomi, penguatan industri berbasis teknologi, serta diplomasi perdagangan yang lebih adaptif terhadap perubahan geopolitik dan dinamika rantai pasok global.
Kesimpulan
Secara komprehensif, isu-isu makroekonomi Indonesia pada 2025 mencerminkan keseimbangan rapuh antara capaian stabilitas jangka pendek dan tantangan struktural jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi relatif stabil, inflasi terkendali, dan pasar tenaga kerja membaik, tetapi kerentanan terhadap komoditas, kenaikan utang, serta kualitas SDM yang belum optimal menjadi perhatian utama. Dengan demikian, kebijakan ekonomi Indonesia harus diarahkan pada reformasi struktural, pembangunan inklusif, dan mitigasi risiko global, agar stabilitas yang ada saat ini tidak bersifat semu melainkan benar-benar berkelanjutan.
Referensi
- Badan Pusat Statistik (BPS). (2025). Berita Resmi Statistik: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II-2025. Jakarta. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/08/05/2455/ekonomi-indonesia-triwulan-ii-2025-tumbuh-4-04-persen–q-to-q—5-12-persen–y-on-y—semester-i-2025-tumbuh-4-99-persen–c-to-c–.html
- Bank Indonesia. (2025). Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II-2025. Jakarta. https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/Laporan-Kebijakan-Moneter-Triwulan-II-2025.aspx
- Bank for International Settlements (BIS). (2025). Annual Economic Report 2025. Basel. https://www.bis.org/publ/arpdf/ar2025e.htm
- International Monetary Fund (IMF). (2025). World Economic Outlook: Navigating Global Uncertainty. Washington, DC. https://www.imf.org/en/Publications/WEO/Issues/2025/07/29/world-economic-outlook-update-july-2025
- International Labour Organization (ILO). (2025). Labour Market Trends in Southeast Asia. Geneva. https://www.ilo.org/sites/default/files/2025-01/WESO25_Trends_Report_EN.pdf
- Kementerian Keuangan RI. (2025). APBN Kita Edisi Agustus 2025. Jakarta. https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/penerimaan/id/data-publikasi/pengumuman/2901-informasi-apbn-2025.html
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2025). Laporan Stabilitas Sistem Keuangan Semester I-2025. Jakarta. https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Pages/POJK-18-Tahun-2025-Transparansi-dan-Publikasi-Laporan-Bank.aspx
- Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2025). Economic Outlook 2025. Paris. https://www.oecd.org/en/publications/oecd-economic-outlook-interim-report-march-2025_89af4857-en.html
- United Nations Development Programme (UNDP). (2025). Human Development Report 2025. New York. https://hdr.undp.org/content/human-development-report-2025
- World Economic Forum (WEF). (2025). Global Competitiveness Report 2025. Geneva. https://www.weforum.org/publications/global-risks-report-2025/
- World Bank. (2025). Indonesia Economic Prospects: Stability Amid Global Shocks. Jakarta. https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2025/06/23/indonesia-economy-remains-resilient-despite-global-headwinds

Leave a Reply