Pendahuluan: Karya Abadi dalam Tradisi Militer Indonesia
Buku Pokok-Pokok Gerilya karya Jenderal Besar A.H. Nasution bukan sekadar literatur militer, tetapi sebuah fondasi intelektual yang meneguhkan posisi Indonesia dalam percaturan global strategi perang gerilya. Buku ini pertama kali diterbitkan pada masa awal kemerdekaan dan segera menjadi salah satu karya klasik dunia militer. Bukan hanya karena ditulis oleh seorang panglima yang mengalami langsung dinamika perang kemerdekaan, tetapi juga karena kerangka teoretis dan praktisnya terbukti relevan di berbagai konteks pertempuran internasional.
Tidak berlebihan jika karya ini disejajarkan dengan tulisan Sun Tzu (The Art of War) atau Mao Zedong tentang perang rakyat. Bedanya, Nasution berbicara dari pengalaman bangsa Indonesia: sebuah negara kepulauan dengan kondisi geografis kompleks, beragam etnis, serta rakyat yang dijadikan fondasi pertahanan. Tak mengherankan bila buku ini menjadi bahan ajar di akademi militer luar negeri, termasuk West Point di Amerika Serikat.
Gerilya sebagai Perang Rakyat Semesta
Nasution menekankan bahwa inti perang gerilya bukanlah taktik militer belaka, melainkan sebuah doktrin pertahanan nasional berbasis rakyat. Perang gerilya, tulis Nasution, adalah perang rakyat semesta. Konsep ini menempatkan seluruh rakyat sebagai bagian dari kekuatan pertahanan negara—bukan sekadar objek yang dilindungi, melainkan subjek aktif yang menopang perjuangan.
Perang rakyat semesta lahir dari kesadaran bahwa Indonesia tidak mungkin mengandalkan kekuatan senjata modern atau pasukan reguler semata dalam menghadapi musuh yang lebih kuat. Rakyat, dengan jaringan sosial dan solidaritas mereka, justru menjadi benteng utama. Inilah filosofi yang menjadikan gerilya identik dengan keterlibatan rakyat secara penuh, baik dalam bentuk logistik, informasi, maupun penyembunyian pasukan.
Isi Buku dan Struktur Pemikiran Nasution
Struktur buku Pokok-Pokok Gerilya menunjukkan kedalaman analisis Nasution yang melampaui zamannya:
-
Pokok-Pokok Gerilya
Buku ini menjelaskan bahwa perang gerilya adalah bentuk perlawanan rakyat kecil terhadap musuh besar. Ia tidak akan pernah menjadi penentu kemenangan akhir tanpa dukungan perang reguler, tetapi berperan vital dalam mempertahankan eksistensi perlawanan. Nasution menekankan disiplin, ideologi, dan keterikatan dengan rakyat sebagai syarat mutlak keberhasilan. -
Gerilya dan Perang Masa Depan
Nasution dengan jeli memprediksi relevansi gerilya untuk masa depan. Ia memperingatkan bahwa dalam 10–20 tahun ke depan, Indonesia masih membutuhkan strategi gerilya untuk melawan ancaman asing. Bagian ini juga menekankan pentingnya pendidikan gerilya, pembangunan tentara reguler, dan koordinasi strategis antara pusat dan daerah. -
Instruksi Gerilya (1948–1949)
Bagian paling historis dari buku ini adalah instruksi praktis yang dikeluarkan Nasution pada masa Agresi Militer Belanda. Instruksi tersebut meliputi bagaimana mengatur pertahanan rakyat, strategi pertempuran, hingga penyelenggaraan pemerintahan gerilya di desa-desa.
Prinsip-Prinsip Dasar Perang Gerilya
Nasution merumuskan sejumlah prinsip utama, antara lain:
-
Gerilya tidak boleh berdiri sendiri: keberhasilannya bergantung pada integrasi dengan strategi nasional.
-
Rakyat sebagai basis: tanpa dukungan rakyat, gerilya tidak lebih dari sekumpulan pasukan liar.
-
Disiplin dan ideologi: pasukan gerilya harus memiliki kejelasan tujuan politik agar tidak berubah menjadi “gerilyaisme” tanpa arah.
-
Fleksibilitas dan mobilitas: kekuatan gerilya bukan pada senjata, tetapi pada kemampuan bergerak cepat, beradaptasi, dan memanfaatkan ruang geografis.
-
Strategi jangka panjang: gerilya harus dipahami sebagai perang berlarut, di mana kemenangan diperoleh dari daya tahan dan konsistensi, bukan gebrakan sesaat.
Konteks Historis: Dari Revolusi ke Doktrin Nasional
Ketika menulis buku ini, Nasution berbicara dari pengalaman langsung menghadapi agresi Belanda. Pasukan Indonesia yang terbatas tidak mungkin mengimbangi kekuatan militer modern Belanda secara frontal. Maka strategi gerilya dipilih sebagai jalan untuk memastikan perjuangan tidak berhenti.
Namun, lebih jauh dari itu, Nasution mengangkat gerilya dari sekadar strategi darurat menjadi doktrin pertahanan negara. Ia menegaskan bahwa pertahanan Indonesia harus berbasis kerakyatan—sebuah doktrin yang kemudian dikenal sebagai Pertahanan Rakyat Semesta (Hankamrata). Doktrin ini bertahan lama, bahkan menjadi dasar UU Pertahanan hingga era modern.
Relevansi dalam Era Modern
Meski ditulis lebih dari setengah abad lalu, konsep dalam Pokok-Pokok Gerilya tetap relevan di era peperangan modern. Saat ini, bentuk perang telah berubah menjadi hybrid warfare yang menggabungkan kekuatan militer, ekonomi, psikologi, hingga dunia siber. Namun esensinya sama: kekuatan besar dapat ditandingi oleh strategi asimetris yang berbasis rakyat.
Di berbagai belahan dunia, seperti Timur Tengah hingga Asia Selatan, perang gerilya masih menjadi metode utama kelompok yang melawan kekuatan besar. Bahkan negara-negara besar pun mengakui pentingnya strategi asimetris sebagai bagian dari pertahanan nasional. Dengan demikian, pemikiran Nasution terbukti visioner, melampaui sekadar konteks Indonesia pasca-kolonial.
Warisan Intelektual A.H. Nasution
Nasution bukan hanya seorang jenderal besar dengan pengalaman tempur, tetapi juga seorang pemikir militer yang karyanya diakui secara global. Pokok-Pokok Gerilya menjadi simbol bahwa Indonesia tidak hanya melahirkan pejuang, tetapi juga pemikir strategi kelas dunia.
Warisan intelektualnya tetap hidup melalui doktrin pertahanan rakyat semesta, kurikulum akademi militer, dan bahkan wacana geopolitik kontemporer. Buku ini memperlihatkan bagaimana perjuangan kemerdekaan Indonesia melahirkan pemikiran universal tentang strategi, yang relevan hingga abad ke-21.
Kesimpulan: Sebuah Manual Perjuangan Abadi
Pokok-Pokok Gerilya adalah lebih dari sekadar buku militer. Ia adalah cermin filosofi perjuangan bangsa, manifestasi persatuan rakyat dan negara dalam mempertahankan kedaulatan.
Buku ini penting dibaca oleh tiga lapisan pembaca:
-
Militer: sebagai manual praktis strategi asimetris.
-
Akademisi: sebagai teks klasik dalam studi strategi, geopolitik, dan keamanan.
-
Rakyat: sebagai pengingat bahwa pertahanan sejati lahir dari rakyat, bukan hanya senjata.
Dalam dunia yang terus berubah, karya Nasution mengajarkan bahwa keberhasilan pertahanan sebuah bangsa tidak semata bergantung pada teknologi atau kekuatan besar, tetapi pada solidaritas rakyat, disiplin, dan strategi panjang yang terencana.