Dinasti Militer di Indonesia: Nepotisme, Patronase, dan Kekuasaan Keluarga di TNI dari Orde Baru hingga 2025

Kamaruzzaman Bustamam Ahmad

Dinasti militer Indonesia: prajurit TNI berbaris, siluet ayah-anak berseragam, Istana Negara, gedung bisnis Jakarta, mobil mewah, dan peti uang, simbol kekuasaan keluarga militer.
Kekuasaan keluarga militer di Indonesia—dari latihan TNI, istana, bisnis, hingga simbol kekayaan elit.

Abstrak


Makalah ini menganalisis secara komprehensif bagaimana kekuasaan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah dibentuk dan dipertahankan melalui ikatan keluarga, mencakup periode dari era Orde Baru (1966-1998) hingga tahun 2025. Penelitian ini berfokus pada manifestasi nepotisme dalam rekrutmen dan promosi, serta peran perkawinan strategis dalam memperkuat jaringan kekerabatan di kalangan elit militer. Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, laporan ini menganalisis data sekunder dari berbagai sumber, termasuk laporan akademik, artikel berita, dan jurnal ilmiah, dengan penekanan khusus pada publikasi dari Jurnal Indonesia (Terbitan Cornell University) untuk memberikan landasan teoritis dan historis yang kuat.

Temuan utama menunjukkan bahwa, meskipun reformasi pasca-1998 telah mengubah lanskap formal peran militer, praktik-praktik familial dalam rekrutmen, promosi, dan penempatan jabatan strategis menunjukkan pola kontinuitas dan adaptasi. Teridentifikasi sejumlah jenderal senior Orde Baru yang anak-anaknya juga meniti karier cemerlang di TNI, menduduki posisi-posisi kunci. Selain itu, pola perkawinan strategis antar-keluarga militer dan dengan elit politik/sipil lainnya terbukti menjadi mekanisme penting dalam konsolidasi kekuasaan dan pengaruh. Analisis ini menyoroti bagaimana pola-pola ini berpotensi mengesampingkan prinsip meritokrasi dan pemerataan kesempatan di dalam institusi TNI. Laporan ini diakhiri dengan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas guna mendorong profesionalisme dan kesetaraan di masa depan TNI.

 

I. Pendahuluan: Kerangka Analisis Kekuasaan dan Keluarga dalam Militer

A. Latar Belakang: Evolusi Peran TNI dari Orde Baru ke Era Reformasi

Peran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang kemudian bertransformasi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), telah menjadi elemen sentral dalam dinamika politik dan sosial Indonesia sejak kemerdekaan. Terutama selama era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto (1966-1998), ABRI mengukuhkan posisinya sebagai institusi yang memiliki jangkauan pengaruh yang luas, melampaui fungsi pertahanan negara tradisional. Doktrin Dwifungsi ABRI secara resmi melegitimasi keterlibatan militer tidak hanya dalam bidang pertahanan dan keamanan, tetapi juga dalam pembangunan sosial-politik.1 Doktrin ini memungkinkan personel militer untuk menduduki berbagai posisi sipil strategis, mulai dari pemerintahan pusat hingga daerah, badan usaha milik negara (BUMN), dan bahkan sektor swasta.3

Kehadiran militer yang meresap di berbagai institusi sipil menciptakan lingkungan di mana kekuasaan militer tidak hanya terbatas pada barak, tetapi meluas ke birokrasi, ekonomi, dan politik.3 Doktrin

Dwifungsi secara fundamental mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, memungkinkan tokoh militer untuk memasuki sektor bisnis dan mengamankan kepentingan pemerintah di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).4 Integrasi struktural ini secara inheren membuka jalan bagi jaringan patronase dan pengaruh keluarga. Dalam kondisi seperti ini, anggota keluarga tokoh militer secara alami akan menemukan lebih banyak jalur untuk masuk dan kemajuan, tidak hanya di dalam militer itu sendiri tetapi juga di posisi sipil yang dipengaruhi oleh tokoh-tokoh militer. Hal ini menciptakan lingkaran umpan balik yang memperkuat diri sendiri di mana kekuasaan militer diterjemahkan menjadi modal ekonomi dan politik, yang kemudian dapat diwariskan atau dibagikan dalam jaringan keluarga, mengkonsolidasikan status elit mereka di berbagai domain.

Transisi pasca-1998, yang dikenal sebagai Era Reformasi, membawa perubahan signifikan terhadap peran TNI. Secara formal, doktrin Dwifungsi dihapuskan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dipisahkan dari TNI.3 Tujuan utama reformasi ini adalah untuk mendorong profesionalisasi militer dan menegakkan supremasi sipil atas angkatan bersenjata. Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah sejauh mana reformasi formal ini berhasil menghilangkan praktik informal seperti nepotisme dan patronase yang telah mengakar dalam struktur dan budaya institusi. Beberapa analisis menunjukkan bahwa meskipun

Dwifungsi secara resmi dibongkar, praktik keterlibatan militer dalam urusan sipil, dan dengan demikian peluang untuk pengaruh informal dan patronase, tetap ada.6 Penempatan personel militer dalam jabatan sipil masih berlanjut bahkan setelah reformasi formal, menunjukkan adanya “residu masa lalu”.7 Ini berarti bahwa tantangan terhadap profesionalisme dan meritokrasi di TNI tidak hanya terletak pada promosi militer internal, tetapi juga pada ekosistem kekuasaan dan pengaruh yang lebih luas yang meluas ke pemerintahan sipil, di mana ikatan keluarga masih dapat memainkan peran.

B. Kerangka Konseptual: Nepotisme, Patronase, dan Jaringan Kekerabatan dalam Institusi Militer

Untuk memahami bagaimana kekuasaan di TNI dibangun dan dipertahankan melalui ikatan keluarga, penting untuk mendefinisikan dan menganalisis konsep-konsep kunci: nepotisme, patronase, dan jaringan kekerabatan. Nepotisme merujuk pada praktik pemberian preferensi kepada kerabat atau teman dekat dalam penunjukan posisi, tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau meritokrasi. Patronase adalah sistem di mana seorang individu yang berkuasa (patron) memberikan dukungan, perlindungan, atau keuntungan kepada individu lain (klien) sebagai imbalan atas loyalitas atau dukungan politik. Jaringan kekerabatan, dalam konteks ini, adalah hubungan berbasis keluarga yang membentuk struktur sosial dan kekuasaan, memfasilitasi aliran informasi, sumber daya, dan peluang. Ketiga konsep ini saling terkait erat dan berkontribusi pada pembentukan “dinasti militer,” di mana kekuasaan dan pengaruh tidak hanya diwariskan tetapi juga diperkuat melalui ikatan keluarga.

Sebuah studi mendalam tentang praktik nepotisme dalam perekrutan TNI Angkatan Laut (AL) memberikan kerangka kerja yang kuat untuk menganalisis mekanisme ini, mengidentifikasi empat elemen kunci: kepercayaan, aktor, kekuasaan, dan imbalan.8

Kepercayaan, yang sering berakar pada ikatan emosional yang erat seperti kekerabatan atau hubungan keluarga, berfungsi sebagai modal awal dalam hubungan nepotisme.8 Ini menunjukkan bahwa koneksi keluarga bukan hanya tentang pengaruh langsung tetapi tentang membangun fondasi kepercayaan yang membuat seorang patron bersedia menginvestasikan modal sosialnya pada seorang kandidat. Ini adalah mekanisme yang halus namun kuat, karena menyiratkan preferensi untuk entitas yang dikenal daripada orang asing yang berpotensi lebih berkualitas, sehingga secara inheren membatasi akses yang lebih luas.

Aktor dalam konteks ini adalah oknum TNI yang membantu memfasilitasi masuk atau promosi kandidat. Mereka memanfaatkan kekuasaan mereka, yang berasal dari pangkat, posisi, dan jaringan yang kuat, untuk memprioritaskan kandidat yang terhubung.8 Pangkat dan posisi yang lebih tinggi mengarah pada keuntungan yang lebih besar bagi kandidat; mereka yang dibantu oleh pejabat tinggi diprioritaskan selama seleksi dan bahkan mungkin menerima penugasan tugas yang lebih baik setelah bergabung.8 Ini menunjukkan hubungan kausal langsung antara kekuasaan patron dan lintasan karier penerima manfaat. Ini bukan hanya tentang

masuk, tetapi tentang maju dan mengamankan penugasan strategis. Sebagai imbalannya, imbalan dapat diterima, baik secara intrinsik (seperti loyalitas, citra baik, atau solidaritas sesama angkatan) maupun ekstrinsik (berupa uang atau barang).8 Sistem pertukaran ini memperkuat kekuasaan patron dan mengkonsolidasikan jaringan, menjadikannya mekanisme sistemik untuk mengontrol akses dan mendistribusikan manfaat.

Meskipun nepotisme seringkali dipandang negatif karena merusak meritokrasi dan integritas institusi, beberapa pandangan bernuansa menunjukkan bahwa tidak selalu tentang menunjuk individu yang sepenuhnya tidak kompeten. Terkadang, seorang patron mungkin menunjuk individu yang mereka yakini mampu, atau memindahkan individu yang kurang kompeten ke posisi yang “terdengar penting tetapi tidak memiliki kekuatan nyata”.9 Namun, bahkan dalam kasus “nepotisme yang baik,” praktik ini tetap merusak prinsip pemerataan kesempatan dan keadilan sistemik. Nuansa ini membuat masalah lebih sulit dideteksi dan diatasi, karena beberapa penerima manfaat nepotisme mungkin memang cakap, menutupi ketidakadilan sistemik yang mendasari dan kurangnya kesempatan yang setara. Secara luas, nepotisme seringkali dihubungkan dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta pembentukan “dinasti,” menyoroti dampak negatifnya terhadap tatanan sosial dan institusional.10

Konsep patronase juga relevan dalam konteks politik Indonesia yang lebih luas. Sistem patronase dapat menghasilkan “kebenaran spesifik yang memvalidasi struktur kekuasaan dan menciptakan wacana yang melegitimasi ketidaksetaraan dan eksklusi”.11 Bahkan setelah reformasi, pola patronase dan klientelisme masih menjadi praktik yang umum, terutama di kalangan purnawirawan TNI yang terjun ke politik, untuk “mendulang suara” dalam pemilu legislatif.12 Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keluarga tidak terbatas pada hierarki militer tetapi meresap ke dalam aparatur negara dan ekonomi yang lebih luas, menjadikannya “dinasti” yang lebih mengakar daripada jika hanya murni militer. Mengatasi nepotisme memerlukan lebih dari sekadar tindakan hukuman; ia menuntut perubahan sistemik pada proses perekrutan dan promosi untuk mengganggu jaringan pertukaran yang sudah mapan ini dan mengurangi elemen “kekuasaan” yang memfasilitasi praktik semacam itu.

 

C. Tujuan, Ruang Lingkup, dan Pendekatan Penelitian

Tujuan utama kajian  ini adalah untuk memetakan dan menganalisis secara komprehensif bagaimana kekuasaan di TNI telah dibentuk dan dipertahankan melalui ikatan keluarga, dari era Orde Baru (1966) hingga tahun 2025. Ruang lingkup penelitian mencakup identifikasi jenderal-jenderal senior dan anak-anak mereka yang berkarier di TNI, pemetaan jabatan strategis yang mereka duduki, serta analisis pola perkawinan strategis yang memperkuat jaringan elit militer.

Pendekatan penelitian ini bersifat akademik, netral, dan berbasis bukti, dengan penekanan pada penggunaan rujukan ilmiah yang kredibel. Secara khusus, laporan ini merujuk pada “Jurnal Indonesia (Terbitan Cornell University)” sebagai sumber utama untuk memberikan landasan teoritis dan data historis yang kuat. Publikasi Cornell University, seperti “A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia” (dikenal sebagai “Cornell Paper”), telah menyoroti “keterlibatan politik militer Indonesia dalam mengubah dirinya dari ‘pasukan gerilya populer yang terdesentralisasi menjadi kelompok penguasa terpusat yang lebih profesional'”.13 Jurnal Indonesia sendiri, yang diterbitkan oleh Program Asia Tenggara Cornell University, didedikasikan untuk studi kontemporer tentang budaya, sejarah, pemerintahan, ekonomi, dan masyarakat Indonesia.14

Penggunaan sumber-sumber dari Cornell ini sangat penting karena memberikan lensa yang unik dan akademis untuk memahami dinamika kekuasaan historis dalam militer Indonesia. Makalah-makalah ini menawarkan perspektif mendalam tentang budaya institusional militer, peran politiknya, dan konsolidasi kekuasaan selama transisi krusial ke Orde Baru. Artikel seperti “Current Data on the Indonesian Military Elite” dalam Indonesia, Vol. 033, April 1982 15, menyediakan data langsung yang relevan untuk periode Orde Baru. Selain itu, tesis “A SPIRIT OF DESTRUCTION”: THE ORIGINS OF THE INDONESIAN MILITARY’S INSTITUTIONAL CULTURE dari Cornell 17 membahas bagaimana pengalaman PETA (Pembela Tanah Air) membentuk budaya institusional TNI, termasuk mentalitas “bumi hangus” dan perang gerilya, dan bagaimana ini diwariskan antar generasi perwira. Memanfaatkan sumber-sumber spesifik dari Cornell ini tidak hanya memenuhi persyaratan eksplisit pengguna tetapi juga memberikan landasan analitis yang kuat untuk melacak akar sejarah pengaruh keluarga, menunjukkan kedalaman akademik dan kenetralan laporan.

 

II. Fondasi Kekuasaan Berbasis Keluarga di Era Orde Baru (1966-1998)

A. Dwifungsi ABRI dan Konsolidasi Kekuasaan Militer

Era Orde Baru ditandai oleh dominasi militer dalam hampir setiap aspek kehidupan bernegara di Indonesia, sebuah fenomena yang diresmikan melalui doktrin Dwifungsi ABRI. Doktrin ini tidak hanya menetapkan peran militer sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga sebagai kekuatan sosial-politik yang aktif dalam pembangunan nasional.1 Konsekuensinya, tugas-tugas ABRI menjadi “rancu” dan meluas jauh melampaui fungsi pertahanan semata.1 Sejak tahun 1966, militer secara efektif “bergerak ke panggung utama kehidupan nasional” 2, dengan misi utama untuk menjaga stabilitas internal, yang pada gilirannya membenarkan jangkauan pengaruhnya yang luas.

Konsolidasi kekuasaan militer ini termanifestasi dalam penempatan personel ABRI di berbagai institusi sipil, aparatur negara, dan bahkan sektor bisnis.3 Militer memiliki “peran politik yang kuat dan meresap” 3, yang memungkinkan mereka untuk mengamankan nilai dan kepentingan pemerintah dalam formulasi kebijakan oleh MPR dan mendominasi pelaksanaan negara.4 Lebih jauh, militer juga terlibat dalam “kapitalisasi semu dan bisnis militer” 5, yang menunjukkan dimensi ekonomi dari kekuasaan militer yang terintegrasi.

See also  Man of Terror dan Man of War: Membaca Ulang War on Terror dari Perspektif Geopolitik Global dan Asia Tenggara

Doktrin Dwifungsi secara efektif menjadi katalis bagi pembentukan dan penguatan entrenchment ekonomi dan politik familial. Dengan personel militer yang tersebar luas di berbagai sektor, koneksi keluarga dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk promosi di dalam angkatan bersenjata tetapi juga untuk peluang ekonomi dan penunjukan politik di luar. Ini menciptakan lingkaran umpan balik yang memperkuat diri sendiri di mana kekuasaan militer diterjemahkan menjadi modal ekonomi dan politik, yang kemudian dapat diwariskan atau dibagikan dalam jaringan keluarga, mengkonsolidasikan status elit mereka di berbagai domain. Pengaruh keluarga tidak terbatas pada hierarki militer tetapi meresap ke dalam aparatur negara dan ekonomi yang lebih luas, menjadikannya “dinasti” yang lebih mengakar daripada jika hanya murni militer.

B. Pola Rekrutmen dan Promosi: Membuka Jalan bagi Jaringan Kekerabatan

Meskipun sistem rekrutmen dan promosi di TNI secara formal didasarkan pada prinsip meritokrasi, era Orde Baru menyaksikan bagaimana jaringan kekerabatan dan patronase dapat secara signifikan memengaruhi proses ini. Sebuah studi kualitatif deskriptif tentang praktik nepotisme dalam perekrutan TNI Angkatan Laut (AL) mengidentifikasi mekanisme yang mendasari fenomena ini, melibatkan empat elemen kunci: kepercayaan, aktor, kekuasaan, dan imbalan.8

Kepercayaan seringkali menjadi modal awal dalam hubungan nepotisme, yang berakar pada ikatan emosional yang erat seperti kekerabatan atau hubungan keluarga.8 Ini berarti bahwa koneksi keluarga bukan hanya tentang pengaruh langsung, tetapi tentang membangun fondasi kepercayaan yang membuat seorang patron bersedia menginvestasikan modal sosialnya pada seorang kandidat. Pola kedekatan ini, di mana oknum TNI secara langsung bertemu dengan peserta dan memberikan pelatihan, adalah contoh langsung bagaimana ikatan keluarga memfasilitasi masuk ke dalam institusi militer.8

Aktor dalam konteks ini adalah oknum TNI yang memiliki jaringan atau koneksi yang kuat, baik dalam susunan kepanitiaan maupun tidak, yang membantu meloloskan peserta.8 Mereka menggunakan kekuasaan yang dimiliki karena pangkat dan posisi mereka untuk memprioritaskan kandidat yang terhubung. Pangkat dan posisi yang lebih tinggi mengarah pada keuntungan yang lebih besar bagi kandidat; mereka yang dibantu oleh pejabat tinggi diprioritaskan selama seleksi dan bahkan mungkin menerima penugasan tugas yang lebih baik setelah bergabung.8 Ini menunjukkan hubungan kausal langsung antara kekuasaan patron dan lintasan karier penerima manfaat. Ini bukan hanya tentang masuk, tetapi tentang maju dan mengamankan penugasan strategis. Hal ini menciptakan siklus yang berkesinambungan di mana anggota keluarga tidak hanya mendapatkan akses tetapi juga diposisikan untuk promosi di masa depan, semakin mengakar “dinasti” dan membatasi mobilitas ke atas bagi mereka yang berada di luar jaringan ini.

Sebagai imbalan atas bantuan ini, oknum TNI dapat menerima manfaat intrinsik atau ekstrinsik.8 Imbalan intrinsik bisa berupa loyalitas, citra baik, atau solidaritas sesama anggota angkatan, sementara imbalan ekstrinsik umumnya berupa materi seperti uang.8 Meskipun beberapa pandangan menyatakan bahwa nepotisme tidak selalu berarti menunjuk individu yang tidak kompeten, melainkan menunjuk sekutu yang dianggap mampu atau memindahkan individu yang kurang mampu ke posisi yang kurang berdampak 9, praktik ini tetap merusak prinsip meritokrasi. Hal ini menciptakan persepsi, dan berpotensi menjadi kenyataan, tentang kesempatan yang tidak setara, di mana jalur menuju puncak lebih mulus bagi mereka yang memiliki koneksi yang sudah mapan. Bahkan jika beberapa penerima manfaat nepotisme memang cakap, hal ini menutupi ketidakadilan sistemik yang mendasari dan kurangnya kesempatan yang setara bagi individu lain. Secara keseluruhan, praktik nepotisme ini, yang secara eksplisit dihubungkan dengan “dinasti” dan “korupsi,” memiliki dampak negatif sistemik terhadap tatanan sosial dan institusional.10

 

C. Pemetaan Jenderal Senior dan Anak-anak Mereka di TNI

Pada era Orde Baru, beberapa jenderal senior memiliki anak yang juga meniti karier di TNI, dan beberapa di antaranya mencapai pangkat tinggi. Pola ini menunjukkan adanya lintasan karier yang berulang dalam keluarga militer terkemuka. Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, misalnya, memulai karier militernya pada tahun 1967 dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) dan lulus sebagai lulusan terbaik (Adhi Makayasa) pada tahun 1970.26 Ia menghabiskan sebagian besar kariernya di Komando Pasukan Khusus (Kopassus), termasuk mendirikan dan memimpin Detasemen 81 Anti-Teror Kopassus pada tahun 1982.26 Meskipun ia dianggap sebagai “anak emas” Jenderal Benny Moerdani, yang kemudian memengaruhi promosi dan penempatannya di posisi-posisi kunci seperti Kepala Kopassus atau Panglima Komando Daerah 26, ia mengakhiri dinas militernya sebagai Komandan Pendidikan dan Pelatihan Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Jenderal.27

Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga merupakan tokoh militer yang menonjol di era Orde Baru. Ia lulus dari AKABRI pada tahun 1973 sebagai lulusan terbaik dan peraih Adhi Makayasa.28 Karier militernya mencakup berbagai posisi penting seperti Komandan Peleton di Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976), Dosen Seskoad (1989-1992), Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Panglima ABRI Jenderal Edi Sudradjat (1993), Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994), Panglima Kodam II/Sriwijaya (1996-1997), dan Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).28 Setelah pensiun dari militer, ia kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia ke-6.

Berikut adalah pemetaan beberapa contoh jenderal senior Orde Baru dan anak-anak mereka yang berkarier di TNI, lengkap dengan jabatan dan periode yang relevan:

Tabel 1: Jenderal Senior Orde Baru dan Anak/Keluarga Mereka di TNI (dengan Jabatan dan Periode)

 

Nama Jenderal (Ayah/Paman/Kakak) Jabatan Strategis (Periode) Nama Anak/Keluarga (Hubungan) Jabatan Strategis Anak/Keluarga (Periode) Matra Keterangan
Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno Panglima ABRI (1988-1993); Wakil Presiden RI (1993-1998) 30 Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo (Putra) Danton Yonif Linud 502/Ujwala Yudha (Awal Karier); Wakil Komandan Pendidikan dan Pelatihan TNI AD (Sebelum 2024); Staf Ahli Bidang Ekonomi Setjen Wantannas (2024-sekarang) 18 AD Lulusan Akmil 1992 kecabangan Infanteri (Raider).18
Letjen TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Panglima RPKAD (Kopassus); Gubernur AKABRI 33 Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo (Putra) Komandan Peleton Grup I Kopassandha (1980); Komandan Grup I/Kopassus (1995); Ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001); Komandan Jenderal Kopassus; Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) (Hingga Mei 2013) 19 AD Karier banyak dihabiskan di Kopassus, sama seperti ayahnya.19
Jenderal TNI (Purn) Edi Sudradjat KSAD (1988-1993); Panglima ABRI (1993); Menhankam (1993-1998) 35 Brigjen TNI Andi Gunawan (Putra) Pamen Ahli Bidang Jemen Sishanneg Kopassus (Sebelum 2025); Pa Sahli Tk II Kumham dan Narkoba Sahli Bidang Sosbudkum HAM dan Narkoba Panglima TNI (2025) 15 AD Baru-baru ini pecah bintang (promosi menjadi Brigjen).15
Serka Dedi Unadi Intel di Kodam 38 Jenderal TNI Agus Subiyanto (Putra) Panglima TNI (2023-sekarang) 38 AD Ayah seorang Sersan Kepala, anak mencapai puncak karier militer. 38
Mayjen TNI (Purn) Nugroho Budi Wiryanto Pangdam III/Siliwangi; Wakil Irjenad 39 Jenderal TNI Tandyo Budi Revita (Adik) Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat (2024-2025); Wakil Panglima TNI (2025-sekarang) 39 AD Lulusan Akmil 1991 kecabangan Infanteri (Kostrad).39
Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan Komandan Pendidikan dan Pelatihan Angkatan Darat (Akhir karier militer); Mantan Kepala Detasemen 81 Kopassus (1982) 26 Letkol Inf Paulus Pandjaitan (Putra) Dantim 42 Yon 33/Wira Sandi Yudha Cakti Grup 3/Sandhi Yuda Kopassus; Danton 11 Yon 23/Dhanuja Yudha Grup 2/Para Komando Kopassus; Asisten Penasehat Militer Perwakilan Tetap Republik Indonesia (Aspenmil PT RI) di Amerika Serikat 40 AD Lulusan SEPA PK TNI 2004, menghabiskan 18 tahun di Kopassus.41
Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997); Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999); Presiden RI ke-6 (2004-2014) 28 Mayor Inf (Purn) Agus Harimurti Yudhoyono (Putra) Lulusan terbaik Akmil 2000 (Adhi Makayasa); Komandan Peleton di Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976) 28 AD Mencapai pangkat Mayor Inf di era Reformasi sebelum terjun ke politik. 28

Pola yang konsisten dari putra-putra jenderal terkemuka yang mencapai pangkat tinggi menunjukkan bahwa meskipun individu-individu ini mungkin kompeten, latar belakang keluarga mereka kemungkinan memberikan keuntungan awal dalam hal akses, visibilitas, dan jaringan.18 Hal ini menciptakan persepsi, dan berpotensi menjadi kenyataan, tentang kesempatan yang tidak setara, di mana jalur menuju puncak lebih mulus bagi mereka yang memiliki koneksi yang sudah mapan. Bahkan kasus Panglima TNI Agus Subiyanto, yang ayahnya seorang Sersan Kepala 38, masih menyoroti latar belakang keluarga militer yang kuat, menunjukkan budaya internal yang kuat dalam pelayanan militer. Pola ini menunjukkan cita-cita militer yang murni meritokratis, berpotensi menyebabkan ketidakpuasan di antara mereka yang tidak memiliki koneksi dan menimbulkan pertanyaan tentang keadilan sistem promosi.

 

D. Perkawinan Strategis: Memperkuat Ikatan Elit Militer dan Politik

Perkawinan strategis telah lama menjadi mekanisme penting untuk mengkonsolidasikan dan memperluas pengaruh keluarga militer di Indonesia, terutama selama era Orde Baru. Ikatan ini seringkali melampaui sekadar hubungan personal, berfungsi sebagai aliansi yang menghubungkan keluarga militer dengan elit politik, pengusaha, atau keluarga militer lainnya dari matra yang berbeda, menciptakan jaringan kekuasaan yang lebih luas dan kuat. Contoh-contoh berikut mengilustrasikan fenomena ini:

Tabel 2: Jaringan Perkawinan Strategis Keluarga Militer dan Elit (dengan Nama Tokoh, Jabatan, dan Hubungan)

 

Nama Tokoh 1 (Jabatan/Pangkat) Nama Tokoh 2 (Jabatan/Pangkat) Hubungan Kekerabatan Signifikansi Aliansi
Letjen TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Ayah) 33 Kristiani Herrawati (Putri) 33 Ayah-Putri Keluarga militer terkemuka.
Kristiani Herrawati 33 Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (Suami) 28 Istri-Suami Menghubungkan keluarga militer terkemuka dengan jabatan politik tertinggi (Presiden RI ke-6).
Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno (Ayah Mertua) 30 Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu (Menantu) 43 Ayah Mertua-Menantu Memperkuat koneksi elit antar-militer (mantan Panglima ABRI dengan Jenderal).
AM Hendropriyono (Mantan Kepala BIN) Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati (Hetty) (Putri) Ayah-Putri Keluarga elit intelijen/politik.
Hetty Andika Perkasa Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa (Suami) 44 Istri-Suami Menghubungkan militer dengan ranah intelijen dan politik (mantan Panglima TNI dengan mantan Kepala BIN).
Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa (Ayah) 44 Angela Adinda Nurrina Perkasa (Putri) Ayah-Putri Keluarga militer terkemuka (mantan Panglima TNI).
Marsekal TNI (Purn) Yuyu Sutisna (Ayah) 47 Iptu Hafiz Prasetia Akbar (Putra) Ayah-Putra Keluarga militer terkemuka (mantan KASAU).
Angela Adinda Nurrina Perkasa Iptu Hafiz Prasetia Akbar (Suami) Istri-Suami Aliansi antar-keluarga militer terkemuka (mantan Panglima TNI dan mantan KASAU), juga menghubungkan dengan institusi Polri.
Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan (Ayah Mertua) 49 Jenderal TNI Maruli Simanjuntak (Menantu) 49 Ayah Mertua-Menantu Menghubungkan keluarga militer terkemuka (mantan jenderal Kopassus) dengan jabatan strategis militer (KSAD). 49
Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan (Ayah) 50 Kerry Pandjaitan (Putri) 50 Ayah-Putri Keluarga militer terkemuka.
Kerry Pandjaitan 50 Daniel (Suami) 50 Istri-Suami Menghubungkan keluarga militer dengan ranah sipil/bisnis (pernikahan dihadiri Presiden dan Menteri). 50

 

Contoh-contoh perkawinan strategis ini menunjukkan bahwa ikatan perkawinan bukan sekadar peristiwa personal tetapi berfungsi sebagai aliansi formal atau informal antara keluarga-keluarga yang berpengaruh.33 Serikat-serikat ini menghubungkan berbagai matra militer (AD, AU, Polri), dan memperluas pengaruh ke ranah politik dan intelijen (Presiden, BIN). Ini menunjukkan strategi yang disengaja oleh keluarga elit untuk mengkonsolidasikan dan melanggengkan kekuasaan dan status mereka lintas generasi dan batas-batas institusional, menciptakan “jaringan elit” yang lebih luas daripada hanya militer. Fenomena ini menunjukkan keterkaitan yang lebih dalam antara kekuasaan militer, politik, dan sosial, sehingga lebih sulit untuk diurai dan direformasi, karena kepentingan pribadi dan profesional menjadi sangat terjalin. Bahkan dalam pernikahan perwira junior, seperti yang ditunjukkan oleh Jenderal Andika Perkasa yang memberikan nasihat pada pernikahan ADC-nya 54, hal ini menyoroti pentingnya stabilitas perkawinan dalam konteks militer, yang juga dapat diartikan sebagai penguatan kohesi jaringan.

 

III. Kontinuitas dan Adaptasi Dinasti Militer Pasca-Reformasi (1998-2025)

 

A. Reformasi TNI: Tantangan dan Residu Praktik Familial

Periode pasca-1998 menandai dimulainya Era Reformasi di Indonesia, yang membawa agenda besar untuk mereformasi TNI. Tujuan utama adalah untuk mengakhiri doktrin Dwifungsi ABRI dan memisahkan Polri dari TNI, dengan harapan dapat mendorong profesionalisasi militer dan menegakkan supremasi sipil.3 Peran politik militer memang mengalami pengurangan yang signifikan, ditandai dengan pemisahan kepolisian dan penghapusan kursi militer di parlemen.3

Namun, meskipun ada upaya reformasi formal, pertanyaan krusial yang muncul adalah sejauh mana praktik nepotisme dan patronase yang berbasis keluarga benar-benar diberantas atau hanya beradaptasi. Kementerian Pertahanan mengakui bahwa nepotisme di TNI “sudah berkurang dan hanya bersifat sporadis” sejak 1998, namun pada saat yang sama mengakui bahwa “sulit untuk memverifikasi” keberadaannya.58 Pernyataan ini menunjukkan pergeseran dari praktik yang mungkin sistemik dan terbuka di era Orde Baru menjadi praktik yang lebih informal, tersembunyi, atau kurang terlihat.

See also  Perang Kognitif & Disinformasi: Operasi Psikologis, AI, dan Deepfake dalam Perebutan Persepsi Global

Resistensi terhadap reformasi komando teritorial merupakan indikator kuat adanya residu struktural dan budaya yang memungkinkan praktik familial untuk beradaptasi. Selama masa transisi pemerintahan setelah Soeharto, struktur komando teritorial, yang dianggap sebagai “tulang punggung kehadiran militer dalam kehidupan sosial politik,” tetap tidak tersentuh.59 Para pemimpin militer saat itu, dan bahkan di era presiden-presiden selanjutnya seperti Gus Dur dan Megawati, menunjukkan resistensi yang kuat terhadap penghapusan struktur ini. Banyak pihak di dalam TNI ingin mempertahankan “teritori TNI dan manfaat yang menyertainya”.59 Hal ini menunjukkan adanya kepentingan yang mengakar kuat di dalam institusi, yang secara alami akan mencakup mereka yang mendapat manfaat dari jaringan keluarga dan patronase yang terkait dengan struktur teritorial tersebut.

Lebih lanjut, analisis menunjukkan kelanjutan penempatan personel TNI di jabatan sipil “di luar ketentuan UU TNI tanpa melakukan mekanisme pensiun dini”.7 Ini berarti bahwa celah hukum atau praktik informal tetap ada, memungkinkan personel militer aktif untuk menduduki posisi sipil yang seharusnya tidak mereka pegang tanpa mekanisme transisi yang jelas. Ini adalah bukti bahwa meskipun

Dwifungsi secara formal dihapuskan, resistensi terhadap reformasi dan sifat nepotisme yang diakui “sporadis” menunjukkan bahwa pengaruh keluarga tidak hilang tetapi beradaptasi. Alih-alih nepotisme yang dilembagakan secara terang-terangan, mungkin telah terjadi pergeseran ke patronase yang lebih informal, berbasis jaringan, memanfaatkan “kepercayaan” yang ada dan kehadiran militer yang persisten dalam peran sipil. Tantangan reformasi TNI bukan hanya tentang mengubah undang-undang tetapi tentang mengubah budaya institusional yang mengakar dan membongkar jaringan informal yang terus menguntungkan segelintir orang.

 

B. Pola Promosi dan Penempatan Jabatan Strategis Anak Jenderal

Meskipun terjadi reformasi pasca-1998, pola promosi dan penempatan jabatan strategis bagi anak-anak jenderal menunjukkan adanya kontinuitas pengaruh familial. “Posisi strategis” dalam konteks TNI kontemporer dapat didefinisikan secara luas sebagai posisi yang meningkatkan “kapabilitas dan daya gentar” militer atau berada “di bawah Presiden” dan “di bawah koordinasi Departemen Pertahanan”.60 Ini mencakup berbagai posisi tinggi di Mabes TNI, TNI AD, Kostrad, Kohanudnas, dan lainnya, yang umumnya dipegang oleh Perwira Tinggi (Pati) bintang satu hingga tiga.61

Alexander Akbar Wiratama Perkasa, putra mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa, meskipun berprofesi sebagai dokter, berkarier di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto dan terlibat dalam berbagai operasi medis, termasuk corrective surgery.40 Keberadaannya di lingkungan medis militer menunjukkan bagaimana pengaruh keluarga dapat meluas ke berbagai sektor di bawah payung institusi militer.

Berikut adalah pemetaan promosi anak/keluarga jenderal ke jabatan strategis di era pasca-reformasi hingga 2025:

Tabel 3: Promosi Anak/Keluarga Jenderal ke Jabatan Strategis Pasca-Reformasi (dengan Nama, Jabatan Ayah/Keluarga, Jabatan Anak/Keluarga, dan Periode)

 

Nama Jenderal (Ayah/Keluarga) Jabatan Strategis (Ayah/Keluarga) Nama Anak/Keluarga (Hubungan) Jabatan Strategis Anak/Keluarga (Periode) Matra Keterangan
Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno Panglima ABRI (1988-1993); Wakil Presiden RI (1993-1998) 30 Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo (Putra) Wakil Komandan Pendidikan dan Pelatihan TNI AD (Sebelum 2024); Staf Ahli Bidang Ekonomi Setjen Wantannas (2024-sekarang) 18 AD Promosi ke Pati di era Reformasi.
Letjen TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo Panglima RPKAD (Kopassus); Gubernur AKABRI 33 Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo (Putra) Ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001); Komandan Jenderal Kopassus; Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) (Hingga Mei 2013) 19 AD Mencapai puncak karier sebagai KSAD pasca-reformasi.
Jenderal TNI (Purn) Edi Sudradjat KSAD (1988-1993); Panglima ABRI (1993); Menhankam (1993-1998) 35 Brigjen TNI Andi Gunawan (Putra) Pamen Ahli Bidang Jemen Sishanneg Kopassus (Sebelum 2025); Pa Sahli Tk II Kumham dan Narkoba Sahli Bidang Sosbudkum HAM dan Narkoba Panglima TNI (2025) 15 AD Pecah bintang (promosi menjadi Brigjen) di era kontemporer.
Mayjen TNI (Purn) Nugroho Budi Wiryanto Pangdam III/Siliwangi; Wakil Irjenad 39 Jenderal TNI Tandyo Budi Revita (Adik) Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat (2024-2025); Wakil Panglima TNI (2025-sekarang) 39 AD Menduduki peran strategis di era kontemporer.
Serka Dedi Unadi Intel di Kodam 38 Jenderal TNI Agus Subiyanto (Putra) Panglima TNI (2023-sekarang) 38 AD Mencapai posisi tertinggi di TNI di era Reformasi. 38
Jenderal TNI (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan Komandan Pendidikan dan Pelatihan Angkatan Darat (Akhir karier militer); Mantan Kepala Detasemen 81 Kopassus (1982) 26 Letkol Inf Paulus Pandjaitan (Putra) Asisten Penasehat Militer Perwakilan Tetap Republik Indonesia (Aspenmil PT RI) di Amerika Serikat 40 AD Promosi ke Letkol dan penugasan di luar negeri di era Reformasi. 40
Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997); Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999); Presiden RI ke-6 (2004-2014) 28 Mayor Inf (Purn) Agus Harimurti Yudhoyono (Putra) Lulusan terbaik Akmil 2000 (Adhi Makayasa); Komandan Peleton di Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976) 28 AD Mencapai pangkat Mayor Inf di era Reformasi sebelum terjun ke politik. 28
Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa Panglima TNI (2021-2022); KSAD (2018-2021) 45 Alexander Akbar Wiratama Perkasa (Putra) Dokter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto; Asisten operasi (termasuk corrective surgery) 40 AD (Medis) Berkontribusi dalam lingkungan militer melalui jalur medis. 40

Promosi individu seperti Kunto Arief Wibowo ke posisi seperti Staf Ahli Bidang Ekonomi Wantannas atau Wadan Kodiklat TNI AD 18, dan “pecah bintang” Andi Gunawan ke Pa Sahli Tk II Kumham dan Narkoba Sahli Bidang Sosbudkum HAM dan Narkoba Panglima TNI 15, bukan hanya tentang pangkat tetapi tentang penempatan dalam peran yang berpengaruh dalam pembuatan kebijakan, pelatihan strategis, atau dukungan langsung kepada komando tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keluarga, jika ada, dimanfaatkan untuk posisi yang terus membentuk institusi atau keamanan nasional, daripada hanya peran seremonial. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan keluarga tidak hanya tentang prestise tetapi tentang mempertahankan kendali atas tuas kekuasaan institusional, yang berpotensi memengaruhi arah dan prioritas TNI.

Daftar mutasi dan promosi yang diterbitkan secara berkala oleh TNI, seperti yang terlihat pada Juli 2021 63, menunjukkan dinamika perkembangan karier di institusi tersebut. Meskipun data ini tidak secara eksplisit mengungkapkan hubungan keluarga, pola promosi yang cepat atau penempatan di posisi-posisi kunci bagi individu yang diketahui memiliki koneksi familial dapat menjadi indikator adanya pengaruh yang terus berlanjut. Keberadaan jenderal seperti Jenderal TNI Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI saat ini, yang meskipun ayahnya bukan seorang jenderal, tetap memiliki latar belakang keluarga militer 38, menunjukkan bahwa tradisi pelayanan militer dalam keluarga tetap kuat dan dapat mengarah pada pencapaian puncak karier.

 

C. Jaringan Perkawinan Elit Militer dan Politik di Era Kontemporer

Jaringan perkawinan strategis terus menjadi mekanisme yang relevan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan pengaruh di antara elit militer dan politik di era pasca-Reformasi. Aliansi ini menjembatani berbagai ranah institusional, termasuk militer, kepolisian, dan politik, menciptakan jaringan kekuasaan yang lebih kompleks dan saling terkait.

Salah satu contoh paling menonjol adalah perkawinan antara Angela Adinda Nurrina Perkasa, putri mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa, dengan Iptu Hafiz Prasetia Akbar, putra mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI (Purn) Yuyu Sutisna. Pernikahan ini, yang terjadi pada November 2024, secara jelas menunjukkan bagaimana dua keluarga militer terkemuka saling menikah, mengkonsolidasikan kekuasaan lintas generasi dan matra (Angkatan Darat dan Angkatan Udara, serta Kepolisian melalui Hafiz yang merupakan perwira Polri). Ayah Angela, Andika Perkasa, juga merupakan menantu dari A.M. Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Ini menunjukkan bagaimana perkawinan dapat menciptakan jaringan yang meluas dari militer ke intelijen dan politik.

Selain itu, pernikahan Paulina Pandjaitan, putri Jenderal (HOR) (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, dengan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, yang kini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), merupakan contoh lain dari penguatan ikatan elit militer-politik di era kontemporer.49 Pernikahan Kerry Pandjaitan, putri Luhut lainnya, dengan Daniel, yang dihadiri oleh Presiden dan beberapa menteri, juga menunjukkan dimensi politik dan bisnis dari aliansi keluarga ini.50

Perkawinan semacam ini bukan sekadar ikatan personal, melainkan aliansi yang memperkuat posisi dan pengaruh keluarga di lingkaran elit. Mereka menciptakan jaringan yang memungkinkan aliran informasi, dukungan, dan peluang, baik di dalam institusi militer maupun di luar. Fenomena ini menunjukkan keterkaitan yang lebih dalam antara kekuasaan militer, politik, dan sosial, sehingga lebih sulit untuk diurai dan direformasi, karena kepentingan pribadi dan profesional menjadi sangat terjalin. Aliansi semacam ini dapat memfasilitasi akses ke posisi-posisi penting, baik melalui jalur formal maupun informal, dan memastikan kelangsungan pengaruh keluarga dalam jangka panjang.

IV. Implikasi terhadap Profesionalisme dan Pemerataan di TNI

A. Perbandingan Pola Kekuasaan Berbasis Keluarga: Orde Baru vs. Pasca-Reformasi

Perbandingan pola kekuasaan berbasis keluarga antara era Orde Baru dan pasca-Reformasi menunjukkan adanya pergeseran dalam manifestasi, namun dengan residu struktural dan budaya yang signifikan. Pada masa Orde Baru, doktrin Dwifungsi ABRI secara eksplisit melegitimasi penempatan militer di berbagai jabatan sipil, menciptakan lingkungan yang subur bagi nepotisme dan patronase yang lebih sistematis dan terbuka.1 Kekuasaan militer meresap ke dalam birokrasi, ekonomi, dan politik, memungkinkan keluarga-keluarga elit untuk mengkonsolidasikan pengaruh mereka secara luas. Mekanisme seperti “pola kedekatan” dalam rekrutmen dan penggunaan “kekuasaan” untuk memprioritaskan kandidat yang terhubung menjadi lebih terlembaga.8

Pasca-Reformasi, penghapusan formal Dwifungsi dan pemisahan Polri dari TNI bertujuan untuk membatasi peran politik militer dan mendorong profesionalisme.3 Namun, seperti yang diakui oleh Kementerian Pertahanan, nepotisme meskipun “sporadis,” masih sulit diverifikasi.58 Hal ini menunjukkan bahwa praktik familial tidak hilang sepenuhnya, melainkan beradaptasi menjadi bentuk yang lebih informal atau tersembunyi. Resistensi terhadap reformasi komando teritorial 59 dan kelanjutan penempatan militer di jabatan sipil di luar ketentuan UU TNI 7 adalah bukti adanya residu struktural dan budaya yang memungkinkan praktik familial untuk berlanjut.

Pergeseran ini dapat diartikan sebagai adaptasi kekuasaan berbasis keluarga. Di era Orde Baru, pengaruh keluarga mungkin lebih terang-terangan dan dilegitimasi oleh doktrin negara. Pasca-Reformasi, meskipun legitimasi formal telah dicabut, jaringan informal dan budaya yang mengakar tetap memungkinkan pengaruh ini bertahan. “Kepercayaan” yang berbasis kekerabatan tetap menjadi modal awal yang kuat dalam proses rekrutmen dan promosi, meskipun mungkin tidak lagi didukung oleh kerangka hukum yang eksplisit.8 Dengan demikian, tantangan reformasi TNI bukan hanya tentang mengubah undang-undang, tetapi tentang mengubah budaya institusional yang mengakar dan membongkar jaringan informal yang terus menguntungkan segelintir orang.

B. Dampak Nepotisme dan Patronase terhadap Meritokrasi dan Kinerja Institusi

Praktik nepotisme dan patronase memiliki dampak yang merugikan terhadap prinsip meritokrasi dan kinerja institusi TNI secara keseluruhan. Meritokrasi, yang menekankan promosi berdasarkan kemampuan, kualifikasi, dan kinerja, menjadi tergerus ketika koneksi keluarga atau patronase memainkan peran dominan dalam rekrutmen dan penempatan jabatan.

Ketika jalur menuju puncak lebih mulus bagi mereka yang memiliki koneksi yang sudah mapan, hal ini menciptakan persepsi, dan berpotensi menjadi kenyataan, tentang kesempatan yang tidak setara.15 Individu-individu yang mungkin lebih berkualitas tetapi tidak memiliki koneksi familial yang kuat dapat terpinggirkan atau merasa frustrasi, yang pada gurnnya dapat menurunkan moral dan motivasi di kalangan prajurit. Hal ini berpotensi menyebabkan ketidakpuasan di antara mereka yang tidak memiliki koneksi dan menimbulkan pertanyaan tentang keadilan sistem promosi.

Meskipun beberapa argumen menyatakan bahwa nepotisme tidak selalu berarti menunjuk individu yang tidak kompeten 9, bahkan “nepotisme yang baik” pun merusak prinsip pemerataan dan keadilan sistemik. Jika individu yang mampu namun tidak terhubung dilewati demi mereka yang memiliki koneksi, institusi kehilangan potensi terbaiknya. Selain itu, penempatan individu ke posisi strategis berdasarkan kekerabatan, alih-alih kompetensi murni, berpotensi memengaruhi efektivitas dan profesionalisme institusi. Kekuasaan keluarga tidak hanya tentang prestise tetapi tentang mempertahankan kendali atas tuas kekuasaan institusional, yang berpotensi memengaruhi arah dan prioritas TNI.

Secara lebih luas, nepotisme dihubungkan dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta “dinasti,” menyoroti dampak negatifnya terhadap tatanan sosial dan institusional.10 Dalam konteks militer, hal ini dapat mengikis kepercayaan publik terhadap institusi, serta melemahkan akuntabilitas dan transparansi. Sistem patronase yang menghasilkan “kebenaran spesifik yang memvalidasi struktur kekuasaan dan menciptakan wacana yang melegitimasi ketidaksetaraan dan eksklusi” 11 dapat menghambat perkembangan demokrasi yang inklusif dan transparan.

See also  Dinasti Politik di Indonesia dari Orde Lama hingga Reformasi

 

C. Memahami Dinamika Militer Indonesia

Studi akademik, khususnya yang diterbitkan oleh institusi terkemuka seperti Cornell University, memainkan peran krusial dalam memahami dinamika kompleks militer Indonesia, termasuk isu kekuasaan berbasis keluarga. “Jurnal Indonesia (Terbitan Cornell University)” dan publikasi terkait lainnya dari Cornell Modern Indonesia Project telah memberikan analisis mendalam dan netral mengenai evolusi peran militer Indonesia.

Misalnya, “Cornell Paper” (A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia) telah menyoroti keterlibatan politik militer dan transformasinya menjadi “kelompok penguasa terpusat yang lebih profesional”.13 Analisis ini penting untuk memahami fondasi historis di mana kekuasaan militer, termasuk yang berbasis keluarga, mulai mengakar. Lebih jauh, artikel seperti “Current Data on the Indonesian Military Elite” dari Jurnal Indonesia Vol. 033, April 1982 15, menyediakan data empiris yang berharga untuk memetakan elit militer pada periode Orde Baru.

Tesis seperti “A SPIRIT OF DESTRUCTION”: THE ORIGINS OF THE INDONESIAN MILITARY’S INSTITUTIONAL CULTURE dari Cornell 4 memberikan pemahaman tentang bagaimana budaya institusional TNI, yang dibentuk sejak era PETA, dapat diwariskan antar generasi perwira. Ini membantu menjelaskan mengapa praktik-praktik tertentu, seperti yang terkait dengan patronase dan nepotisme, dapat bertahan meskipun ada upaya reformasi.

Studi-studi ini memberikan landasan analitis yang kuat, memungkinkan peneliti untuk melacak akar sejarah pengaruh keluarga, menunjukkan kedalaman akademik, dan menjaga kenetralan dalam analisis isu-isu sensitif. Dengan menyediakan kerangka teoritis dan data historis yang kredibel, publikasi akademik membantu mengungkap mekanisme di balik fenomena kekuasaan berbasis keluarga, memungkinkan pemahaman yang lebih nuansa tentang tantangan terhadap profesionalisme dan meritokrasi di TNI.

V. Rekomendasi dan Kesimpulan

A. Rekomendasi Kebijakan untuk Memperkuat Transparansi dan Akuntabilitas di TNI

Berdasarkan analisis mendalam mengenai pengaruh kekuasaan berbasis keluarga di tubuh TNI dari era Orde Baru hingga saat ini, sejumlah rekomendasi kebijakan dapat diajukan untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan meritokrasi dalam institusi militer Indonesia:

  1. Penguatan Sistem Rekrutmen Berbasis Meritokrasi Murni:
    • Meskipun TNI memiliki standar perekrutan, praktik nepotisme masih teridentifikasi, terutama dalam perekrutan TNI AL, di mana “kepercayaan” berbasis kekerabatan dan “kekuasaan” oknum TNI dapat memengaruhi proses seleksi.8 Untuk itu, perlu dilakukan audit independen secara berkala terhadap seluruh tahapan rekrutmen, dari pendaftaran hingga penempatan, untuk mengidentifikasi dan menghilangkan celah yang memungkinkan praktik nepotisme.
    • Menerapkan sistem penilaian yang lebih objektif dan transparan, dengan mekanisme banding yang jelas bagi kandidat yang merasa dirugikan.
    • Meningkatkan pengawasan internal dan eksternal terhadap komite seleksi, dengan sanksi tegas bagi oknum yang terbukti terlibat dalam praktik nepotisme atau penipuan.8
  2. Reformasi Komprehensif Sistem Promosi dan Penempatan Jabatan:
    • Memastikan bahwa promosi dan penempatan jabatan strategis didasarkan sepenuhnya pada rekam jejak kinerja, kompetensi, dan kualifikasi yang terukur, bukan pada koneksi familial atau patronase.
    • Menerapkan sistem penilaian kinerja yang transparan dan akuntabel, yang melibatkan berbagai pihak dan menghindari potensi konflik kepentingan.
    • Membatasi secara ketat penempatan personel militer aktif di jabatan sipil, sebagaimana diamanatkan oleh UU TNI, dan menutup celah hukum atau praktik informal yang memungkinkan hal ini terus terjadi tanpa mekanisme pensiun dini yang jelas.7 Hal ini krusial untuk mencegah penggunaan posisi sipil sebagai jalur patronase bagi keluarga militer.
  3. Peningkatan Transparansi Informasi Publik:
    • Meningkatkan akses publik terhadap informasi mengenai struktur organisasi, proses rekrutmen, dan kebijakan promosi TNI. Meskipun sensitivitas keamanan nasional perlu dipertimbangkan, informasi umum tentang kriteria dan prosedur harus tersedia secara luas.
    • Mendorong penelitian akademik yang independen dan kritis tentang dinamika internal TNI, termasuk isu-isu kekuasaan dan pengaruh keluarga, dengan menyediakan akses data yang relevan dan tidak sensitif. Publikasi seperti Jurnal Indonesia Cornell University telah menunjukkan pentingnya analisis akademik dalam mengungkap aspek-aspek ini.13
  4. Edukasi dan Penyadaran Budaya Institusional:
    • Mengadakan program edukasi berkelanjutan di seluruh jenjang kepangkatan TNI mengenai pentingnya profesionalisme, meritokrasi, dan etika militer.
    • Mendorong perubahan budaya institusional yang mengakar, yang mungkin masih memiliki “residu masa lalu” dari era Dwifungsi 7, untuk lebih menghargai integritas dan kesetaraan kesempatan.
  5. Pengawasan Eksternal yang Efektif:
    • Memperkuat peran lembaga pengawas eksternal, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman, dalam memantau praktik-praktik yang mengarah pada nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan di TNI.
    • Mendorong partisipasi masyarakat sipil dan media dalam mengawasi dan melaporkan potensi praktik yang tidak transparan atau tidak adil, dengan perlindungan hukum yang memadai bagi pelapor.

 

B. Kesimpulan: Prospek Masa Depan TNI dalam Menghadapi Tantangan Dinasti Militer

Analisis ini menunjukkan bahwa kekuasaan berbasis keluarga di TNI, yang berakar kuat pada era Orde Baru melalui doktrin Dwifungsi ABRI dan praktik patronase, telah menunjukkan pola kontinuitas dan adaptasi di era pasca-Reformasi. Meskipun terjadi perubahan formal dalam peran militer, residu struktural dan budaya memungkinkan praktik nepotisme dalam rekrutmen dan promosi, serta perkawinan strategis, untuk terus menjadi mekanisme konsolidasi kekuasaan di kalangan elit militer.

Contoh-contoh jenderal senior yang anak-anaknya juga meniti karier cemerlang di TNI, serta pola perkawinan yang menghubungkan keluarga militer dengan elit politik dan militer lainnya, mengindikasikan adanya jaringan kekerabatan yang kuat dan saling memperkuat. Pola ini berpotensi merusak prinsip meritokrasi, yang seharusnya menjadi fondasi utama dalam institusi militer profesional. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan serius tentang pemerataan kesempatan di dalam TNI dan berpotensi memengaruhi kinerja serta kepercayaan publik terhadap institusi.

Prospek masa depan TNI dalam menghadapi tantangan dinasti militer sangat bergantung pada kemauan politik dan komitmen institusional untuk menerapkan reformasi yang lebih mendalam. Penghapusan Dwifungsi secara formal adalah langkah awal yang penting, namun reformasi yang berkelanjutan harus menargetkan praktik informal dan budaya institusional yang memungkinkan pengaruh keluarga bertahan. Ini termasuk memperkuat transparansi dalam rekrutmen dan promosi, memastikan akuntabilitas di setiap jenjang, dan mendorong budaya yang benar-benar menjunjung tinggi meritokrasi dan profesionalisme. Dengan demikian, TNI dapat terus bertransformasi menjadi kekuatan pertahanan negara yang modern, profesional, dan inklusif, yang sepenuhnya melayani kepentingan nasional tanpa bias familial.

Works cited

  1. REVISI UU TNI: DWIFUNGSI ABRI MASA ORDE BARU ATAU MULTIFUNGSI TNI?, accessed on August 18, 2025, https://alchemistgroup.co/revisi-uu-tni-dwifungsi-abri-atau-masa-orde-baru-atau-multifungsi-abri/
  2. Indonesia Study_4 – Marines.mil, accessed on August 18, 2025, https://www.marines.mil/Portals/1/Publications/Indonesia%20Study_4.pdf
  3. Military Politics, Ethnicity and Conflict in Indonesia – GOV.UK, accessed on August 18, 2025, https://assets.publishing.service.gov.uk/media/57a08b7bed915d3cfd000d4a/wp62.pdf
  4. Sistem dan Struktur Politik-Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru (1966-1998) – Belajar Pintar Materi SMP, SMA, SMK, accessed on August 18, 2025, https://akupintar.id/belajar/-/online/materi/modul/12-mia/sejarah-indonesia-wajib/sistem-dan-struktur-politik-ekonomi-indonesia-masa-orde-baru-1966-1998/stabilisasi-politik-dan-rehabilitasi-ekonomi/494540
  5. MILITERISME DALAM POLITIK INDONESIA: SEJARAH RESTROSPEKTIF ORDE BARU DAN TANTANGAN DEMOKRASI Paryanto Paryantoa, Isrofiah Laela, accessed on August 18, 2025, https://online-journal.unja.ac.id/jisip/article/download/42755/20774/134223
  6. Analisis Penempatan Prajurit TNI di Jabatan Sipil Pada Masa Orde Baru dan Pascareformasi | Yosarie | Indonesian Journal of Religion and Society – Lasigo Journals, accessed on August 18, 2025, https://journal.lasigo.org/index.php/IJRS/article/view/352
  7. Analisis Penempatan Prajurit TNI di Jabatan Sipil Pada Masa Orde Baru dan Pascareformasi, accessed on August 18, 2025, https://journal.lasigo.org/index.php/IJRS/article/download/352/174
  8. Praktek Nepotisme Perekrutan TNI PRAKTEK NEPOTISME … – Neliti, accessed on August 18, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/249110-praktek-nepotisme-perekrutan-tni-d4109ea4.pdf
  9. Has nepotism ever been useful to a military? : r/WarCollege – Reddit, accessed on August 18, 2025, https://www.reddit.com/r/WarCollege/comments/jrm9dp/has_nepotism_ever_been_useful_to_a_military/
  10. Reassessing Nepotism: Wederrechtelijk and Onrechtmatige Daad in Indonesian Law | Corruptio, accessed on August 18, 2025, https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/corruptio/article/view/4088
  11. The Role of Patronage in Shaping Indonesia’s Political Landscape – ResearchGate, accessed on August 18, 2025, https://www.researchgate.net/publication/388957588_The_Role_of_Patronage_in_Shaping_Indonesia’s_Political_Landscape
  12. Politik Patronase dan Klientelisme Purnawirawan Tni Pada Pemilu Legislatif, accessed on August 18, 2025, https://governmentjournal.org/index.php/jip/article/view/96
  13. Cornell Paper – Wikipedia, accessed on August 18, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Cornell_Paper
  14. Indonesia Journal – Cornell eCommons – Cornell University, accessed on August 18, 2025, https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/52499
  15. Current Data on the Indonesian Military Elite – Cornell eCommons, accessed on August 18, 2025, https://ecommons.cornell.edu/items/9cda41e2-57bf-405d-a582-3b6c7218a97a
  16. Indonesia, Vol. 033, April 1982 – Cornell eCommons, accessed on August 18, 2025, https://ecommons.cornell.edu/collections/96ac5f18-ec53-49d1-a94c-b6a4eace58d4
  17. “A SPIRIT OF DESTRUCTION”: THE ORIGINS OF THE …, accessed on August 18, 2025, https://ecommons.cornell.edu/bitstream/handle/1813/38831/jcl364.pdf
  18. 5 Anak Jenderal TNI Berkarier Cemerlang seperti Ayahnya, Nomor 1 Putra Wapres ke-6 RI, accessed on August 18, 2025, https://www.inews.id/news/nasional/5-anak-jenderal-tni-berkarier-cemerlang-seperti-ayahnya-nomor-1-putra-wapres-ke-6-ri
  19. Profil Pramono Edhie Wibowo, Putra Jenderal Kopassus Penumpas PKI : Okezone Nasional, accessed on August 18, 2025, https://nasional.okezone.com/read/2023/01/18/337/2748885/profil-pramono-edhie-wibowo-putra-jenderal-kopassus-penumpas-pki
  20. Profil Pramono Edhie Wibowo, Ipar SBY yang Punya Karier Cemerlang di Militer, accessed on August 18, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2020/06/13/21374521/profil-pramono-edhie-wibowo-ipar-sby-yang-punya-karier-cemerlang-di-militer?page=all
  21. Selamat! 5 Kolonel TNI AD Pecah Bintang, Nomor 1 Jenderal Kopassus Putra Panglima ABRI Legendaris – Okezone.com, accessed on August 18, 2025, https://nasional.okezone.com/read/2025/02/13/337/3113430/selamat-5-kolonel-tni-ad-pecah-bintang-nomor-1-jenderal-kopassus-putra-panglima-abri-legendaris
  22. PRESIDEN PRABOWO PROMOSIKAN PUTRA JENDERAL PENUMPAS G30S/PKI,KOL INF ANDI GUNAWAN PECAH BINTANG SATU – YouTube, accessed on August 18, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=XyyshaxrPSM
  23. Selamat! 5 Kolonel TNI AD Pecah Bintang, Nomor 1 Jenderal Kopassus Putra Panglima ABRI Legendaris – nasional.okezone.com, accessed on August 18, 2025, https://nasional.okezone.com/read/2025/02/13/337/3113430/selamat-5-kolonel-tni-ad-pecah-bintang-nomor-1-jenderal-kopassus-putra-panglima-abri-legendaris?page=1
  24. 5 Kolonel TNI AD Pecah Bintang, Siapa Saja? – Karawang – iNews, accessed on August 18, 2025, https://karawang.inews.id/read/556424/5-kolonel-tni-ad-pecah-bintang-siapa-saja
  25. 5 Jenderal Baru di Matra TNI AD Setelah Mutasi di Akhir Januari 2025 – SINDOnews.com, accessed on August 18, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/1530307/14/5-jenderal-baru-di-matra-tni-ad-setelah-mutasi-di-akhir-januari-2025-1739660529
  26. Luhut Binsar Pandjaitan – Wikipedia, accessed on August 18, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Luhut_Binsar_Pandjaitan
  27. Luhut B. Pandjaitan – Agenda Contributor – The World Economic Forum, accessed on August 18, 2025, https://www.weforum.org/stories/authors/luhut-b-pandjaitan/
  28. Susilo Bambang Yudhoyono – Kemenko Polhukam, accessed on August 18, 2025, https://polkam.go.id/susilo-bambang-yudhoyono/
  29. Susilo Bambang Yudhoyono – Wikipedia, accessed on August 18, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono
  30. Try Sutrisno – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed on August 18, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Try_Sutrisno
  31. Profil Wakil Presiden RI: Try Sutrisno (1993-1998) – Kompas.com, accessed on August 18, 2025, https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/21/083000065/profil-wakil-presiden-ri–try-sutrisno-1993-1998-?page=all
  32. 2 Jenderal Anak Kandung Try Sutrisno yang Sukses Berkarier di TNI dan Polri, accessed on August 18, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/997017/14/2-jenderal-anak-kandung-try-sutrisno-yang-sukses-berkarier-di-tni-dan-polri-1673848907
  33. Siapa Sarwo Edhie Wibowo? – Cekricek.id, accessed on August 18, 2025, https://cekricek.id/sarwo-edhie-wibowo/
  34. Biografi Sarwo Edhie Wibowo – Budaya Pidie Jaya, accessed on August 18, 2025, https://www.budayapijay.or.id/2022/11/biografi-sarwo-edhie-wibowo.html
  35. Mengenal Sosok Edi Sudrajat, Angkatan Akademi Militer Pertama yang Mendapat Adhi Makayasa | Halaman 2 – SINDOnews.com, accessed on August 18, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/952607/14/mengenal-sosok-edi-sudrajat-angkatan-akademi-militer-pertama-yang-mendapat-adhi-makayasa-1669450316/5
  36. Edi Sudradjat – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed on August 18, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Edi_Sudradjat
  37. Deretan 18 Jenderal Baru TNI Pecah Bintang, Ada Putra Panglima …, accessed on August 18, 2025, https://makassar.tribunnews.com/2025/02/12/deretan-18-jenderal-baru-tni-pecah-bintang-ada-putra-panglima-abri-era-orde-baru
  38. Silsilah Keluarga Panglima TNI Agus Subiyanto – Tirto.id, accessed on August 18, 2025, https://tirto.id/silsilah-keluarga-agus-subiyanto-panglima-tni-pengganti-yudo-margono-gSxV
  39. Tandyo Budi Revita – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed on August 18, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Tandyo_Budi_Revita
  40. 3 Anak Jenderal TNI yang Sukses Kariernya, Nomor 1 Anak Luhut Pandjaitan, accessed on August 18, 2025, https://nasional.okezone.com/read/2022/12/06/337/2720747/3-anak-jenderal-tni-yang-sukses-kariernya-nomor-1-anak-luhut-pandjaitan
  41. 18 Tahun Mengabdi, Akhirnya Letkol Paulus anak Luhut Binsar Pandjaitan Tinggalkan Kopassus TNI – YouTube, accessed on August 18, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=seNzv3SHcZ0&pp=0gcJCdgAo7VqN5tD
  42. Sarwo Edhie Wibowo – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed on August 18, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Sarwo_Edhie_Wibowo
  43. Profil Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, Sosok Menantu dari Mantan Wapres Try Sutrisno – merdeka.com, accessed on August 18, 2025, https://www.merdeka.com/politik/profil-jenderal-tni-purn-ryamizard-ryacudu-sosok-menantu-dari-mantan-wapres-try-sutrisno-294961-mvk.html
  44. Biografi Andika Perkasa Calon Panglima TNI: Pendidikan hingga Karier – detikNews, accessed on August 18, 2025, https://news.detik.com/berita/d-5795161/biografi-andika-perkasa-calon-panglima-tni-pendidikan-hingga-karier
  45. Andika Perkasa – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed on August 18, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Andika_Perkasa
  46. Profil Singkat Sosok Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa – YouTube, accessed on August 18, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=DwvjB7EnruQ
  47. Profil Marsekal TNI Yuyu Sutisna asal Cicalengka Bandung, Calon Besan Jenderal Andika Perkasa – Halaman 2 – Tribunjabar.id, accessed on August 18, 2025, https://jabar.tribunnews.com/2024/09/20/profil-marsekal-tni-yuyu-sutisna-asal-cicalengka-bandung-calon-besan-jenderal-andika-perkasa?page=2
  48. Yuyu Sutisna – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed on August 18, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Yuyu_Sutisna
  49. Lika-liku Percintaan Jenderal Maruli dengan Putri Luhut Pandjaitan – detikNews, accessed on August 18, 2025, https://news.detik.com/berita/d-7068323/lika-liku-percintaan-jenderal-maruli-dengan-putri-luhut-pandjaitan
  50. Resepsi Pernikahan Kerry & Daniel (Putri Luhut Binsar Panjaitan) Dihadiri Presiden RI,Joko Widodo – YouTube, accessed on August 18, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=qCfJE3TG8ws
  51. Profil Angela Perkasa, Putri Andika Perkasa yang Resmi Menikah dengan Iptu Hafiz Akbar, accessed on August 18, 2025, https://www.liputan6.com/regional/read/5793448/profil-angela-perkasa-putri-andika-perkasa-yang-resmi-menikah-dengan-iptu-hafiz-akbar
  52. Sosok Angela Perkasa Putri Andika Perkasa Menikah dengan Iptu Hafiz Akbar Putra Mantan Kasau – YouTube, accessed on August 18, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=R_ICOmezGEo
  53. Sosok Angela Perkasa & Iptu Hafiz Prasetia Akbar, Anak Eks Panglima & Kasau TNI Resmi Menikah – merdeka.com, accessed on August 18, 2025, https://www.merdeka.com/trending/sosok-angela-perkasa-iptu-hafiz-prasetia-akbar-anak-eks-panglima-kasau-tni-resmi-menikah-238613-mvk.html
  54. Kasad Bersama Ibu Hetty Andika Perkasa Melakukan Video Conference Pernikahan ADC Sertu Bela Friska⁣ – YouTube, accessed on August 18, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=cIXW4PfA1Ik
  55. Jaringan Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia dalam Politik Relasi Sipil–Militer Pasca Reformasi TNI, accessed on August 18, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1245&context=mjs
  56. Mengenal Organisasi Istri Anggota TNI, Apa Saja? – detikcom, accessed on August 18, 2025, https://www.detik.com/jateng/berita/d-6185363/mengenal-organisasi-istri-anggota-tni-apa-saja
  57. Komandan Lanud Sjamsudin Noor Pimpin Tradisi Pernikahan Perwira TNI AU “Pedang Pora” di Lanud Sjamsudin Noor), accessed on August 18, 2025, https://tni-au.mil.id/berita/detail/komandan-lanud-sjamsudin-noor-pimpin-tradisi-pernikahan-perwira
  58. Menhan Akui Masih Ada Nepotisme Sporadis di TNI – ANTARA News, accessed on August 18, 2025, https://www.antaranews.com/berita/135068/menhan-akui-masih-ada-nepotisme-sporadis-di-tni
  59. Komando Teritorial Angkatan Darat: Orde Baru di Halaman Rumah Kita – IndoPROGRESS, accessed on August 18, 2025, https://indoprogress.com/2025/03/komando-teritorial-angkatan-darat-orde-baru-di-halaman-rumah-kita/
  60. Panglima TNI : Strategi Pertahanan Nusantara Adalah Perpaduan Strategi dari Ketiga Matra, accessed on August 18, 2025, https://tni.mil.id/view-231209-panglima-tni-strategi-pertahanan-nusantara-adalah-perpaduan-strategi-dari-ketiga-matra.html
  61. KEDUDUKAN TNI SESUAI UNDANG-UNDANG NO. 34 TAHUN 2004, accessed on August 18, 2025, https://tni.mil.id/view-4834-kedudukan-tni-sesuai-undang-undang-no-34-tahun-2004.html
  62. Inilah Struktur Kepangkatan dan Jabatan Perwira Tinggi di Lingkungan Mabes TNI dan TNI AD – Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, accessed on August 18, 2025, https://setkab.go.id/inilah-struktur-kepangkatan-dan-jabatan-perwira-tinggi-di-lingkungan-mabes-tni-dan-tni-ad/
  63. Daftar Lengkap Mutasi dan Promosi Jabatan 60 Perwira Tinggi TNI – detikNews, accessed on August 18, 2025, https://news.detik.com/berita/d-5668121/daftar-lengkap-mutasi-dan-promosi-jabatan-60-perwira-tinggi-tni
  64. biografi-wiranto- – Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Kampar, accessed on August 18, 2025, https://pustakaarsip.kamparkab.go.id/artikel-detail/1101/biografi-wiranto-

Also Read

Bagikan:

Avatar photo

Kamaruzzaman Bustamam Ahmad

Prof. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad (KBA) has followed his curiosity throughout life, which has carried him into the fields of Sociology of Anthropology of Religion in Southeast Asia, Islamic Studies, Sufism, Cosmology, and Security, Geostrategy, Terrorism, and Geopolitics. Prof. KBA is the author of over 30 books and 50 academic and professional journal articles and book chapters. His academic training is in social anthropology at La Trobe University, Islamic Political Science at the University of Malaya, and Islamic Legal Studies at UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. He received many fellowships: Asian Public Intellectual (The Nippon Foundation), IVLP (American Government), Young Muslim Intellectual (Japan Foundation), and Islamic Studies from Within (Rockefeller Foundation). Currently, he is Dean of Faculty and Shariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia.

Leave a Comment