Your cart is currently empty!
Isaiah Berlin dalam The Hedgehog and the Fox membangun kerangka besar yang terkenal: landak tahu satu kebenaran besar, sedangkan rubah tahu banyak hal kecil. Klasifikasi ini dipakai Berlin untuk membaca karya-karya besar dunia. Namun ketika sampai pada Tolstoy, Berlin menghadapi sosok yang penuh paradoks. Tolstoy ingin hidup sebagai landak, yakni menemukan satu kebenaran menyeluruh yang bisa menjelaskan segalanya. Tetapi pada kenyataannya, Tolstoy berpikir seperti rubah, yang hanya mempercayai fakta-fakta empiris yang terpecah.
Berlin menegaskan bahwa inti tragedi Tolstoy ada pada ketidakmampuannya menemukan titik temu antara kerinduan akan kepastian dengan keengganan mempercayai sistem. Tolstoy mendambakan hukum universal sejarah, tetapi ia menolak semua kerangka metafisik, ilmiah, atau spekulatif yang mengklaim mampu memberikannya. Dari sinilah muncul ketegangan permanen yang membentuk seluruh pemikirannya tentang manusia dan sejarah.
Dalam halaman yang kita telaah (sekitar hlm. 13โ19 edisi standar), Berlin menyoroti beberapa inti pemikiran Tolstoy tentang sejarah. Pertama, penolakan terhadap metafisika, khususnya terhadap Hegel dan tradisi spekulatif. Kedua, pandangan bahwa sejarah hanyalah rangkaian kosong peristiwa yang tidak menjelaskan sebab. Ketiga, kritik terhadap usaha Marx menjadikan sejarah sebagai ilmu dengan hukum universal. Keempat, serangan terhadap metode sejarawan yang menyederhanakan faktor dan mengabaikan kompleksitas manusia. Kelima, pembongkaran mitos tentang pahlawan besar dalam sejarah.
Kutipan Berlin memperlihatkan bagaimana Tolstoy menolak setiap klaim besar. Tentang Hegel, ia menulis: โhe described Hegelโs writings as unintelligible gibberish interspersed with platitudes.โ Tentang sejarah, ia berkata: โHistory does not reveal causes; it presents only a blank succession of unexplained events.โ Tentang hukum, ia menekankan: โโฆevery law is a generalisation framed after the event from empirical observations, and is therefore incapable of yielding unconditional truth.โ Tentang dilema kebebasan dan ilmu sejarah, ia merumuskan: โโฆif men are conscious of freedom, then no science of history is possible; if there is a science of history, then men are not free.โ Tentang peran tokoh besar, ia menyatakan: โโฆthe words and deeds of generals or statesmen are no more than labels attached by historians to events whose real causes lie elsewhere.โ
Semua kutipan ini mengarah pada satu gagasan besar: Tolstoy percaya bahwa kehidupan manusia nyata, bebas, dan kompleks, tetapi seluruh kerangka filsafat dan historiografi gagal menjelaskannya. Tragedi Tolstoy, menurut Berlin, adalah keinginan untuk menemukan kebenaran tunggal tetapi hanya menemukan fragmen-fragmen empiris.
Esai ini akan menguraikan gagasan Berlin secara sistematis. Dari sini kita akan memahami Tolstoy bukan sekadar novelis, tetapi juga seorang pemikir yang terus bergulat dengan pertanyaan tentang sejarah, kebebasan, dan hukum.
Penolakan terhadap Metafisika
Isaiah Berlin mencatat bahwa Tolstoy sejak awal menolak filsafat sejarah yang spekulatif. Tentang Hegel, Berlin menulis: โhe described Hegelโs writings as unintelligible gibberish interspersed with platitudesโ (hlm. 13). Terjemahannya: โia menggambarkan tulisan-tulisan Hegel sebagai omong kosong yang tak dapat dimengerti, diselingi dengan klise.โ Kalimat ini menunjukkan penilaian langsung Tolstoy terhadap sistem besar Hegel. Tolstoy tidak melihat ada nilai penjelasan dalam filsafat semacam itu. Baginya, klaim besar hanya memproduksi kata-kata kosong.
Penolakan ini bukan hanya terhadap Hegel, tetapi juga terhadap seluruh kerangka metafisika yang mencoba memaksakan makna di luar pengalaman nyata. Berlin menjelaskan bahwa bagi Tolstoy, segala spekulasi yang berbicara tentang hukum universal atau teleologi sejarah adalah ilusi. Ia lebih mempercayai kenyataan konkret yang dapat diamati. Setiap usaha untuk menyusun sistem dianggap sebagai upaya mengabaikan fakta-fakta kecil yang sebenarnya menentukan hidup manusia. Karena itu, metafisika baginya bukanlah jalan menuju kebenaran, melainkan penghalang.
Tolstoy menekankan bahwa satu-satunya sumber kebenaran adalah realitas empiris. Ia menolak membiarkan konsep abstrak mengaburkan pengalaman manusia nyata. Berlin membaca ini sebagai dasar keretakan dalam pemikiran Tolstoy: keinginan menemukan hukum universal sejarah berbenturan dengan keyakinannya bahwa semua hukum hanyalah konstruksi palsu. Maka Tolstoy selalu curiga terhadap teori. Baginya, setiap penjelasan spekulatif akan gagal, sebab kenyataan terlalu kompleks untuk diperas ke dalam kategori metafisik.
Berlin menunjukkan bahwa penolakan metafisika inilah yang membuat Tolstoy berbeda dengan para filsuf besar pada masanya. Ia menolak jalan yang ditempuh oleh Hegel, Schelling, atau para teolog yang mengaitkan sejarah dengan rencana ilahi. Tolstoy justru menempatkan pengalaman konkret manusia biasa sebagai pusat penjelasan. Metafisika hanya menambah kebingungan. Dengan itu, Berlin menegaskan bahwa Tolstoy adalah pemikir yang berangkat dari empirisme radikal: ia menolak filsafat sistematis, meskipun pada saat yang sama ia tidak bisa berhenti mencari penjelasan total.
Sejarah sebagai Rangkaian Kosong
Isaiah Berlin menekankan bahwa bagi Tolstoy, sejarah tidak pernah menyingkap sebab-sebab terdalam. Ia menulis: โHistory does not reveal causes; it presents only a blank succession of unexplained eventsโ (hlm. 15). Terjemahannya: โSejarah tidak menyingkap sebab; ia hanya menghadirkan rangkaian kosong dari peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan.โ Kalimat ini adalah inti sikap Tolstoy terhadap sejarah resmi. Baginya, kronik sejarah hanyalah daftar kejadian tanpa penjelasan. Sejarah mencatat, tetapi tidak menjawab. Karena itu, ia menilai bahwa isi sejarah pada akhirnya tidak memberi makna.
Tolstoy sering menyebut catatan sejarah sebagai kumpulan dongeng dan rincian yang sia-sia. Berlin merangkum: โโฆa collection of fables and useless trifles, and the causes of events are beyond comprehension.โ Terjemahannya: โsebuah kumpulan dongeng dan rincian yang tidak berguna, dan sebab-sebab peristiwa berada di luar pemahaman.โ Pernyataan ini memperlihatkan ketidakpercayaan Tolstoy terhadap narasi sejarah. Angka, nama, dan tanggal yang dipaparkan dalam buku-buku sejarah tidak lebih dari detail kosong. Semua itu tidak bisa memberi jawaban tentang mengapa peristiwa terjadi. Fakta dicatat, tetapi makna selalu hilang.
Pandangan ini membuat Tolstoy berjarak dari sejarawan profesional. Ia melihat pekerjaan mereka tidak lebih dari mengulang-ulang rincian tanpa substansi. Berlin menjelaskan bahwa kekecewaan Tolstoy lahir dari jurang antara harapan dan kenyataan. Tolstoy menghendaki penjelasan total yang mampu menyingkap hukum sejarah. Namun yang ia temui hanyalah kronik dangkal. Inilah yang memunculkan rasa muak. Tolstoy menolak percaya bahwa sejarah sebagaimana ditulis mampu mendekati kebenaran. Ia melihat historiografi sebagai konstruksi yang rapuh, penuh dengan bias, dan kosong dari sebab.
Berlin menggarisbawahi bahwa dalam pandangan Tolstoy, sejarah tidak gagal karena kurang lengkap, melainkan karena sifatnya memang tidak bisa menjawab pertanyaan. Menulis sejarah berarti mereduksi kompleksitas manusia ke dalam kronologi. Karena itu, bagi Tolstoy, sejarah akan selalu dangkal. Ia menolak menganggapnya sebagai jalan menuju pemahaman sejati. Dengan demikian, Berlin menyimpulkan bahwa Tolstoy menganggap sejarah sebagai rangkaian kosong yang tidak pernah menyentuh inti kehidupan. Dari sini, tragedi Tolstoy makin jelas: ia menginginkan kebenaran universal, tetapi sejarah hanya memberinya fragmen tanpa sebab.



Leave a Reply