Pasca 25 Agustus 2025: Peta wacana, tagar, dan operasi informasi di media sosial – sebuah analisis intelijen strategis

Pasca 25 Agustus 2025: Operasi Wacana, Influencer, dan Perang Informasi di Medsos

Analisis Intelijen Pasca 25 Agustus 2025: Wacana, Influencer, dan Operasi Informasi

 

Latar Belakang Demonstrasi 25 Agustus 2025

Demonstrasi besar terjadi pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI, Jakarta, dipicu oleh kemarahan publik terhadap usulan tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR[1][2]. Aksi ini dengan cepat meluas ke berbagai daerah di Indonesia dan berujung kericuhan. Pemantik tambahan yang membuat protes kian meluas adalah tewasnya seorang pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan, yang tertabrak kendaraan taktis Brimob di tengah demonstrasi[3]. Kematian Affan menyulut gelombang amarah dan solidaritas dari komunitas ojek daring serta mahasiswa di banyak kota[4]. Selama akhir Agustus, unjuk rasa disertai bentrokan tercatat terjadi di 142 lokasi di 33 provinsi Indonesia, menelan korban jiwa dan ribuan orang ditahan[1].

Aksi 25 Agustus tersebut awalnya mengangkat tuntutan ekonomi dan hukum: menolak tunjangan fantastis DPR, mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset, serta mengkritik RUU Polri dan RUU Penyiaran[5]. Namun, sebelum tuntutan jelas tersuarakan, demonstrasi sudah diwarnai bentrokan antara pelajar/mahasiswa dan aparat sejak siang hari[6][7]. Situasi chaos ini meninggalkan tanda tanya mengenai siapa penggerak di balik massa, mengingat tak ada orasi dan koordinasi lapangan yang jelas[8][9]. Banyak pihak menduga demonstrasi tersebut bukan gerakan organik biasa, melainkan dipengaruhi oleh mobilisasi di jagat maya (dunia digital) yang terfragmentasi.

Wacana dan Opini di Media Sosial Menjelang Aksi

Sebelum dan sekitar 25 Agustus 2025, media sosial dipenuhi seruan aksi dan narasi yang beragam terkait demonstrasi. Tagar dan slogan seperti “Revolusi Rakyat Indonesia” mulai ramai, menandai ajakan turun ke jalan secara masif. Namun, analisis menunjukkan masing-masing platform media sosial memiliki kekhasan narasi tersendiri[10][11]:

  • TikTok: Didominasi narasi anti-DPR dan pro-Prabowo. Banyak konten viral di TikTok menyerukan #BubarkanDPR (bubarkan Dewan Perwakilan Rakyat) dengan argumen bahwa tanpa DPR negara tetap bisa berdiri[9]. Misalnya, akun TikTok @hendrixfendi mengunggah video yang menyatakan DPR bukanlah syarat mutlak negara, sehingga jika kinerjanya buruk sebaiknya dibubarkan saja[12]. Konten lain bahkan memposisikan Prabowo Subianto (Presiden saat itu) sebagai figur eksekutif yang “bersama rakyat” untuk membubarkan DPR[13]. Salah satu video menarasikan bahwa “Pak Prabowo butuh bantuan rakyat untuk bubarkan DPR, karena yang bisa membubarkan DPR itu rakyat,” demikian tulis keterangan video yang diunggah 20 Agustus 2025[14]. Bahkan ada rumor di TikTok bahwa Prabowo sengaja membolehkan pengibaran bendera bajak laut (anime One Piece) dalam demo sebagai isyarat ia merestui gerakan tersebut[15]. Intinya, TikTok diwarnai konten yang mengkambinghitamkan DPR (disebut arogan, korup, tidak mewakili rakyat) dan seolah membela Prabowo sebagai pihak eksekutif yang justru pro-rakyat[16][17].
  • Facebook: Narasi di Facebook cenderung berbeda dan lebih ekstrem di beberapa kelompok. Terdapat kluster pengguna yang membawa agenda mengadili apa yang mereka sebut “Geng Solo”, merujuk pada lingkaran mantan Presiden Jokowi (asal Solo) beserta keluarga dan kroninya[18][19]. Sebagai contoh, akun “Mas Rahmat Santosa” di Facebook menyebarkan ajakan demo dengan 5 poin tuntutan utama bernada sangat keras: hukum mati mantan Presiden Jokowi beserta keluarga dan kroninya (yang dianggap “perusak NKRI”), makzulkan Gibran Rakabuming (Walikota Solo, putra Jokowi, yang saat itu menjadi kandidat Wakil Presiden) karena diduga melanggar konstitusi, sita harta keluarga Jokowi, ungkap kecurangan Pilpres 2024 dan batalkan kemenangan pasangan 02 Prabowo-Gibran, serta gelar Pilpres ulang yang jujur[20][21]. Unggahan provokatif ini disertai tagar-tagar ekstrem seperti #hukummatijokowi&keluarganya, #hukummatibobbynasutionkorupsinikel, hingga #hukummatibobbybosmafia (menyasar menantu Jokowi, Bobby Nasution)[22]. Analisis Tirto menemukan setidaknya lima posting dengan tagar #hukummatibobbybosmafia yang mengandung ilustrasi visual dramatik (poster “DEMO 15 AGUSTUS 2025” berlatar kobaran api)[23]. Demikian pula pada tagar terkait lainnya, konten serupa bermunculan[24]. Facebook dengan demikian menjadi arena narasi konspiratif yang mengaitkan demo dengan agenda menjatuhkan elit tertentu (Jokowi/Gibran), di samping seruan membubarkan DPR.
  • Instagram dan YouTube: Ajakan Revolusi Rakyat Indonesia 25 Agustus juga beredar di Instagram, meski seringkali silang informasi dengan platform lain. Beberapa akun Instagram menggaungkan poster seruan aksi dengan desain seragam berwarna mencolok (pink dan hijau) disertai tagar seperti #RevolusiRakyatIndonesia[25]. Di YouTube, sejumlah konten kreator dan streamer terlibat membahas isu ini, mulai dari kanal berita hingga kanal independen. Misalnya, Ferry Irwandi – seorang YouTuber dan influencer – aktif mengomentari situasi demo dan sempat menjadi orator dalam aksi lapangan[26]. Ada pula podcast “Rakyat Bersuara” yang mengundang Ferry Irwandi pada 2 September 2025 untuk mengungkap adanya penangkapan intelijen gadungan di balik kerusuhan demo[27][28]. Secara umum, YouTube diisi cuplikan kronologi demo, opini pengamat, hingga video viral (termasuk hoaks) terkait aksi.

Tagar-tagar populer yang muncul di jagat media sosial sebelum dan saat demo 25 Agustus antara lain:

  • #BubarkanDPR – menjadi seruan sentral di TikTok, X (Twitter), dan platform lain untuk mengekspresikan muak terhadap parlemen[9]. Tagar ini melonjak sejak ~15 Agustus di Twitter/YouTube, sejak 19 Agustus di Facebook/Instagram, dan sejak 22 Agustus di TikTok[29], bersamaan dengan viralnya isu tunjangan DPR.
  • #RevolusiRakyatIndonesia – tajuk aksi 25 Agustus yang dikedepankan penyelenggara anonim, mengesankan gerakan revolusioner rakyat. Istilah ini banyak diulang di berbagai platform sebagai branding demo[10].
  • #TurunkanPrabowo – muncul di lapangan (poster nyata) dan didiskusikan di media sosial tertentu[30][31]. Meskipun TikTok cenderung pro-Prabowo, ada pula konten dari kalangan oposisi yang menyerukan Prabowo mundur karena dianggap gagal. Poster bertuliskan “Turunkan Prabowo” terlihat di kerumunan dan hal ini dihubungkan pengamat sebagai indikasi sebagian massa membawa agenda lain[30][31].
  • Tagar Ekstrem Anti-Jokowi/Gibran – seperti yang disebut di Facebook tadi: #hukummatiJokowi, #MakzulkanGibran, dll. Ini bukan arus utama, tapi cukup viral di niche kelompok tertentu hingga memicu spekulasi politik luas[22][11].
  • Isu “17+8 Tuntutan Rakyat” – pasca demo awal, di media sosial beredar sebuah dokumen 17+8 Tuntutan Rakyat yang dirumuskan beberapa figur publik online pada 1 September[32][33]. Dokumen ini memuat 25 poin tuntutan terhadap pemerintah (17 tuntutan mendesak + 8 agenda reformasi jangka panjang), dan viral di Instagram, Twitter, hingga diberitakan media[34]. Tagar seperti #17TuntutanRakyat dan infografis terkait banyak dibagikan warganet sebagai rangkuman aspirasi gerakan pasca kerusuhan. CNBC Indonesia menyoroti viralnya tuntutan “17+8” ini beserta isinya di media sosial[35].

Wacana di media sosial menjelang aksi terkesan terfragmentasi tanpa koordinasi sentral[10]. Drone Emprit, sebuah platform analisis percakapan medsos, mengidentifikasi paling tidak tiga klaster narasi dominan terkait Aksi 25 Agustus di jagat maya[36][19]:

  1. Klaster “Bubarkan DPR” (Pro-Demo): Mayoritas akun menyuarakan kekecewaan mendalam pada DPR yang dianggap tidak mewakili rakyat, korup, arogan, dan pemboros anggaran. Mereka mengusung agenda pembubaran lembaga legislatif tersebut demi “menyelamatkan anggaran negara” dan memberi shock therapy bagi elit politik[16]. Kekecewaan terhadap DPR sebenarnya telah lama mengendap di publik; setiap ada berita negatif tentang wakil rakyat, seruan bubarkan DPR selalu muncul kembali[37][38]. Dalam konteks Agustus 2025, kemarahan itu “digoreng” lebih panas oleh akun-akun pendengung (bot atau buzzer) sehingga percakapan soal bubarkan DPR meledak di medsos menjelang 25 Agustus[39][40]. Peta percakapan di Twitter (X) menunjukkan klaster pro-pembubaran DPR ini sangat aktif dan terhubung satu sama lain, menandakan kampanye terorganisir[39][17].

Peta jejaring percakapan netizen di platform X (Twitter) terkait demo 25 Agustus 2025, berdasarkan Social Network Analysis Drone Emprit. Terlihat klaster hijau (kiri) mengusung narasi pro-demonstrasi seperti “DPR korup dan tak berguna” dan menyerukan pembubaran DPR, sedangkan klaster merah (kanan) mempertanyakan aksi dengan narasi kontra seperti “agenda demo tidak jelas, siapa dalangnya?”[17][41]

  1. Klaster “Prabowo Bubarkan DPR”: Sekelompok akun secara spesifik mendorong narasi agar Presiden Prabowo bertindak membubarkan DPR[42]. Kelompok ini menganggap DPR sumber masalah (korup dan tak pro-rakyat) dan mendesak Prabowo menggunakan kekuasaan eksekutifnya untuk menyelamatkan rakyat dari DPR[42]. Narasi yang muncul misalnya bahwa pembubaran DPR akan menguntungkan eksekutif dan mendukung agenda Prabowo[43]. Klaster ini relatif terpisah sendiri. Menariknya, pihak kontra-demonstrasi justru curiga narasi DPR vs Presiden ini sengaja dihembuskan buzzer pro-pemerintah untuk memberi dalih perluasan kuasa eksekutif[41]. Akun Twitter @barengwarga, salah satu influencer kelompok kontra, menuding pola penyebaran narasi ini khas buzzer kekuasaan karena framing-nya seolah membenturkan DPR vs Presiden[41].
  2. Klaster “Adili Geng Solo”: Ini muncul dari kelompok yang membawa agenda anti-Jokowi sekeluarga seperti di Facebook tadi[18]. Mereka menyelipkan isu mengadili para pejabat yang dianggap bagian “Geng Solo” (Jokowi, keluarga, kroni) atas berbagai dugaan pelanggaran, di samping ikut menuntut bubarkan DPR. Klaster ini terpantau lebih kecil, namun suaranya ekstrem dan sempat mewarnai jagat maya sehingga memancing diskusi politik yang lebih luas – misalnya menuduh bahwa kerusuhan 25 Agustus ditunggangi pihak tertentu untuk mengalihkan isu korupsi atau pelanggaran hukum oleh elit tertentu[44].

Dari perspektif intelijen media sosial, isu-isu kunci yang paling banyak muncul di linimasa pasca 25 Agustus adalah: korupsi dan keistimewaan DPR, ketimpangan ekonomi (kebijakan yang tidak peka terhadap rakyat), figur Affan Kurniawan sebagai martir rakyat kecil, serta kekecewaan pada aparatur negara (isu brutalitas aparat vs TNI bersama rakyat). Selain itu, istilah “17+8 Tuntutan Rakyat” mendadak viral menjadi simpul aspirasi berbagai kelompok masyarakat[34], dan frasa “Geng Solo” juga santer disebut baik oleh pengkritik pemerintah maupun pendukung pemerintah sebagai kata kunci yang melambangkan konflik kepentingan di lingkar kekuasaan.

See also  Analisis Keamanan Nasional Indonesia Awal Agustus 2025

Dinamika Opini Pasca Demonstrasi & Respon Aparat

Pasca demonstrasi 25–30 Agustus yang berujung kerusuhan di sejumlah daerah, diskursus di media sosial terus berkembang. Sejumlah peristiwa dan topik baru bermunculan, yang kemudian memengaruhi opini publik di dunia maya:

  • Belasungkawa dan Solidaritas: Kematian Affan Kurniawan menjadi topik hangat. Netizen ramai-ramai mengucapkan bela sungkawa dan mengecam kekerasan aparat. Perusahaan ojek daring seperti Gojek dan Grab bahkan memasang foto profil hitam di media sosial sebagai tanda berkabung atas tragedi Affan[45]. Tagar bernuansa duka cita dan solidaritas untuk driver online bermunculan, meski tak semua terkoordinasi. Amnesty International dan aktivis HAM menggunakan momentum ini di medsos untuk mendesak investigasi independen atas tindakan aparat[46]. Tuntutan transparansi kasus Affan menjadi salah satu poin yang banyak disuarakan warganet.
  • Viralnya 17+8 Tuntutan: Pada 1 September, beberapa tokoh media sosial (influencer, pegiat gerakan) memublikasikan dokumen “17+8 Tuntutan Rakyat” berisi 25 tuntutan rakyat lintas sektor[32][33]. Isi tuntutan mencakup reformasi struktural: penarikan TNI ke barak, pengusutan tuntas pelanggaran HAM dalam demo, pencabutan tunjangan DPR, percepatan RUU Perampasan Aset, penurunan biaya pendidikan dan kebutuhan pokok, hingga reformasi polisi dan partai politik[46][47]. Dokumen tuntutan ini disebarluaskan masif melalui Twitter, Instagram, hingga WhatsApp. Tagar #17plus8 (dan variasinya) trending seiring banyak akun membagikan infografis poin-poin tuntutan tersebut. Bahkan pada 4 September, para penggagas 17+8 Tuntutan menggelar aksi damai di depan DPR untuk menyerahkan langsung dokumen tuntutan kepada perwakilan DPR[48][49]. Fenomena ini menunjukkan bagaimana gerakan protes bermetamorfosis dan merumuskan agenda politik baru melalui media sosial pasca demo rusuh.
  • Hoaks dan Disinformasi: Pascakerusuhan, arus informasi di medsos dibanjiri pula oleh hoaks yang memperkeruh suasana. Salah satu hoaks viral misalnya adalah video yang diklaim memperlihatkan prajurit TNI memarahi polisi demi melindungi demonstran. Video tersebut menyebar di akhir Agustus dan sempat membuat heboh (karena menggiring narasi TNI membela rakyat vs Polri yang represif). Namun belakangan terungkap video itu buatan AI/deepfake dan telah dikonfirmasi keliru oleh Tempo[50]. TNI pun melakukan klarifikasi bahwa video tersebut tidak nyata dan meminta masyarakat tidak terprovokasi. Contoh lain, muncul klaim di medsos bahwa intelijen TNI tertangkap menyamar sebagai provokator demo, yang dibantah keras oleh Puspen TNI sebagai berita bohong[51]. Lonjakan konten bertema tentara juga terdeteksi: akun-akun Instagram seperti @theking_story gencar memposting narasi “TNI bersama rakyat” (tercatat 13 unggahan berjudul itu sebelum 25 Agustus) untuk membangun citra bahwa militer berpihak pada demonstran[52]. Aparat menilai sebagian konten tersebut menyesatkan atau bahkan upaya adu domba TNI–Polri. Karena itu, TNI dan Polri sama-sama sensitif terhadap persebaran disinformasi di media sosial pascademo.
  • Polarisasi “Pro vs Kontra” di Medsos: Setelah kerusuhan menyebar, netizen terbelah dalam dua kubu besar di dunia maya. Kelompok pro-demonstran terus menyuarakan kemarahan terhadap DPR dan pemerintah, membagikan video-video kekerasan aparat, daftar tuntutan rakyat, serta menyerukan dukungan untuk para demonstran yang ditangkap. Sebaliknya, kelompok kontra-demo (termasuk pendukung pemerintah) ramai-ramai mencurigai bahwa rangkaian aksi ini “ditunggangi” oleh aktor tertentu dengan agenda tersembunyi[17]. Narasi dari kubu kontra misalnya: “Aksi ini tidak murni, ada dalangnya, mungkin untuk kepentingan politik tertentu”[17]. Mereka juga berargumen bahwa seruan bubarkan DPR justru menguntungkan eksekutif (membuat kekuasaan Presiden tanpa kontrol)[43]. Kedua kubu saling berdebat sengit di medsos, dengan tuduhan “buzzer istana” vs “propokator bayaran” saling terlontar. Ini menunjukkan betapa media sosial menjadi medan perang narasi pasca demonstrasi.

Dalang di Balik Wacana: Siapa Penggeraknya?

Pertanyaan krusial yang mengemuka: Siapa aktor intelektual di balik munculnya narasi-narasi di media sosial yang menyulut demonstrasi 25 Agustus? Hingga kini, jawaban pastinya belum terungkap terang, namun ada beberapa teori dan temuan investigasi:

  • Keterlibatan Akun “Pendengung” Terorganisir: Analisis Drone Emprit menunjukkan adanya partisipasi akun-akun terindikasi buzzer dalam meramaikan kampanye Bubarkan DPR di media sosial[39][40]. Keterlibatan akun anonim dalam jumlah banyak dengan pola sebar seragam mengindikasikan gerakan ini tidak sepenuhnya organik. Hal ini menimbulkan diskusi: apakah akun-akun buzzer ini hanya “menunggangi” isu yang sudah ada, atau justru merekalah yang merekayasa gelombang protes di media sosial sejak awal?[53]. Sejumlah tokoh kontra-demo menduga ada operasi terkoordinasi oleh buzzer pendukung pemerintah untuk mendorong isu bubarkan DPR, demi agenda tertentu[41]. Dugaan ini diperkuat pola narasi yang menguntungkan satu pihak (eksekutif) dan penggunaan metode propaganda digital (spam tagar, network centric posting).
  • Kecurigaan Keterlibatan Elite Politik Dalam Negeri: Beberapa analis justru menunjuk kemungkinan keterlibatan faksi elit dalam negeri sebagai dalang. Salah satu teori menuduh “Geng Solo” – julukan untuk lingkaran Jokowi dan para loyalisnya – berada di balik layar. Edy Mulyadi, wartawan senior, menulis bahwa sejumlah menteri dan elite politik yang masih loyal pada Jokowi diduga mengorkestrasi serangkaian kebijakan kontroversial yang memicu amarah rakyat, lalu membiarkan demo besar terjadi, dengan tujuan menjatuhkan citra Presiden Prabowo[54][31]. Ia mencatat pola aneh: mulai dari kebijakan blunder (pelarangan LPG 3kg oleh Menteri ESDM, aneksasi pulau Aceh oleh Mendagri, blokir massal rekening rakyat oleh PPATK, hingga pajak absurd Kemenkeu) yang semuanya memicu kemarahan publik dan kemudian dibelokkan seolah kesalahan Prabowo[55][56]. Lalu, PSI (partai yang dekat dengan Jokowi) lantang menyerukan pemakzulan Prabowo di media[31]. Puncaknya, pada demo 25 Agustus, tiba-tiba muncul poster “Turunkan Prabowo” di tengah tuntutan bubarkan DPR[30]. Hipotesis Edy: ada skenario orkestrasi pembusukan Prabowo dari dalam pemerintahannya sendiri, agar Prabowo dilengserkan dan digantikan oleh Wakilnya, Gibran Rakabuming (putra Jokowi)[57]. Dengan kata lain, faksi “Solo” dituduh menggerakkan narasi di balik demo (secara halus) demi agenda transisi kekuasaan. Meski ini belum terbukti, teori ini ramai dibahas di kalangan pengamat politik.
  • Tudingan Keterlibatan Tokoh Oposisi dan “Kingmaker”: Di sisi lain, ada pula spekulasi bahwa sosok-sosok oposisi terhadap pemerintahan Prabowo yang mendalangi aksi. Nama Riza Chalid (pengusaha besar) sempat disebut oleh mantan agen intelijen dalam sebuah laporan, bersama “Geng Solo”, sebagai pihak yang berperan di tuntutan demo[58]. Menurut kesaksian eks intel tersebut, ajakan demo 25 Agustus awalnya beredar dengan narasi tangkap Jokowi & makzulkan Gibran, namun kemudian berganti fokus menjadi isu tunjangan DPR yang lebih menonjol[59]. Ia menduga ada upaya memanipulasi isu – mengalihkan tuntutan dari Jokowi/Gibran ke DPR – sebagai bentuk pabrikasi dalang tertentu untuk melindungi target aslinya[60]. Hal ini mengimplikasikan pertarungan agenda antara dua kubu: satu ingin menjatuhkan “Geng Solo”, satu lagi membajak isu ke arah lain. Namun, informasi ini masih sebatas klaim sepihak.
  • Investigasi Aparat: “Aktor Utama Kerusuhan”. Pihak Kepolisian RI sendiri mengaku masih memburu aktor intelektual di balik kerusuhan 25–31 Agustus. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Ary menegaskan komitmen mengungkap “aktor penggerak utama di balik kerusuhan” tersebut[61]. Sejauh ini, polisi telah menangkap sejumlah tersangka provokator lapangan maupun admin medsos yang diduga menghasut. Pada 4 September, Polda Metro Jaya merilis penangkapan 6 tersangka penghasut berinisial DMR, MS, SH, KA, RAP, dan FL, yang diduga menyebar hasutan via media sosial untuk mendorong pelajar melakukan kerusuhan[62]. Inisial FL mengacu pada Figha Lesmana, seorang TikToker yang terbukti melakukan live TikTok mengajak pelajar turun aksi 25 Agustus[63][64]. Figha (admin akun TikTok @FG) dalam siaran langsungnya mengajak mahasiswa dan pelajar SMK berdemonstrasi, bahkan menyerukan para influencer lain ikut bersuara mendukung pembubaran DPR dan mendesak Menkeu Sri Mulyani turun[65]. Konten Figha ini viral dengan viewer sekitar 10 juta dan diduga kuat berperan memobilisasi remaja pelajar dalam kerusuhan tersebut[66]. Penangkapan Figha dan lainnya menunjukkan bahwa sejumlah influencer di media sosial memang menjadi “aktor lapangan” yang menggerakkan massa, walau kemungkinan mereka hanya pion. Polisi menyatakan masih mendalami siapa dalang utama yang mengendalikan atau memanfaatkan para influencer/aktivis ini[61][64].

Singkatnya, tidak ada satu “dalang” tunggal yang sudah diakui publik. Bisa jadi kerusuhan ini hasil konvergensi multi-aktor: ada andil akun buzzer terorganisir, ada gerakan spontan publik yang marah, mungkin ditambah penunggang gelap baik dari elit politik domestik maupun pihak luar. Seperti dikatakan peneliti Nova Mujahid dari Drone Emprit, percakapan di jagat maya soal aksi ini memang terpolarisasi – sebagian murni suara kekecewaan rakyat, sebagian lagi bernuansa agenda terselubung[53].

Sikap TNI–Polri: Mengapa Marah pada Influencer Medsos?

Demonstrasi Agustus 2025 dan kerusuhan yang mengikutinya jelas membuat aparat keamanan (TNI dan Polri) berada dalam sorotan tajam di media sosial. Tak sedikit konten di medsos yang mengecam Brutalitas aparat, bahkan ada yang menuduh aparat sengaja memprovokasi kekacauan. Hal ini memancing reaksi keras dari institusi TNI dan Polri, yang merasa dipojokkan oleh opini di dunia maya. Beberapa alasan mengapa TNI-Polri tampak sangat marah pada para influencer dan aktivis medsos antara lain:

  • Dituding Terlibat & Jadi Kambing Hitam: Sejumlah unggahan viral menuduh aparat terlibat kerusuhan. Contohnya isu “intelijen TNI menyamar sebagai provokator” yang sempat beredar di Jakarta (katanya ada personel BAIS TNI tertangkap massa di Slipi)[67]. TNI membantah tegas kabar tersebut dan menyebutnya hoaks, karena merusak citra institusi. Influencer Ferry Irwandi adalah salah satu yang gencar menyoroti isu ini – ia mengungkap di podcast bahwa ada berita simpang siur soal tertangkapnya seseorang beridentitas TNI dalam aksi rusuh, yang dibantah Puspen TNI[27][28]. Ferry bahkan blak-blakan mempertanyakan, “Siapa yang harus kita percaya, polisi atau TNI?” jika infonya berbeda[28]. Akibat keberaniannya mengangkat isu sensitif ini di YouTube, Ferry Irwandi justru dilaporkan oleh Mabes TNI ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana (per Senin 8 Sept)[68]. Langkah TNI ini mengindikasikan mereka murka pada influencer yang dianggap menyebar narasi merugikan nama TNI. Bagi TNI, konten Ferry tersebut mungkin dianggap provokatif dan memicu ketidakpercayaan publik pada aparat, sehingga ditempuh jalur hukum.
  • Provokasi Pelajar dan Cyber Insurrection: Polri geram terhadap para pengguna medsos yang menghasut aksi anarkis, apalagi melibatkan pelajar di bawah umur. Penangkapan TikToker Figha Lesmana tadi menjadi bukti sikap tegas Polri terhadap influencer yang “bermain api”[69][65]. Selain Figha, total ada 43 orang (42 dewasa, 1 anak) telah ditetapkan tersangka kerusuhan di Jakarta oleh Polda Metro per awal September[70], banyak di antaranya diduga terpengaruh provokasi online. Polda Metro Jaya menggelar patroli siber intensif sejak 23 Agustus hingga 3 September untuk melacak penyebar konten provokatif terkait demo[71]. Hasilnya, selain 6 tersangka utama tadi, beberapa aktivis medsos lain juga ditangkap lintas daerah: contoh, Khariq Anhar, mahasiswa sekaligus admin akun Instagram @aliansimahasiswapenggugat, ditangkap di Bandara Soetta karena unggahannya soal ajakan demo buruh[72]. Ada pula Syahdan Husein (admin gerakan Gejayan Memanggil di IG) ditangkap di Bali[73]. Aktivis HAM yang mendampingi demonstran pun ikut diamankan di beberapa tempat[74]. Polri menilai para pegiat digital ini telah menghasut dan mengorganisir kerusuhan secara daring, sehingga kemarahan diarahkan pada mereka sebagai biang onar.
  • Narasi “TNI Bersama Rakyat” vs Kenyataan: TNI juga merasa dirugikan oleh sejumlah konten viral yang seolah menggambarkan TNI berseberangan sikap dengan Polri. Contoh, video AI tentara memarahi polisi tadi, atau foto-foto editan yang menunjukkan tentara memeluk demonstran. Sementara di lapangan, faktanya TNI turun membantu Polri mengamankan objek vital saat kerusuhan (misal Marinir dan Kostrad berjaga di Mako Brimob Kwitang)[75]. Panglima TNI pun menyatakan dukungannya pada Polri untuk tindakan tegas terhadap anarkis[76]. Karena itu, pimpinan TNI marah jika ada influencer yang mencoba mengadu domba TNI-Polri lewat narasi di medsos. Mereka menganggap hal itu berbahaya bagi soliditas keamanan nasional. Upaya influencer Ferry Irwandi membongkar perbedaan pernyataan TNI-Polri tadi barangkali dipandang TNI sebagai upaya adu domba, makanya Ferry dilaporkan atas tuduhan pidana (mungkin UU ITE atau penyebaran berita bohong)[77]. Ferry sendiri terang-terangan menantang, mengatakan ide tidak bisa dipenjara, tapi TNI tampak serius menindak[78].
  • Label Makar dan Terorisme: Puncak kemarahan aparatur terlihat dari pernyataan resmi pemerintah. Presiden Prabowo sendiri pada 31 Agustus menyatakan bahwa meski unjuk rasa damai dilindungi hak konstitusi, aksi-aksi anarkis belakangan mengarah pada “tindakan di luar hukum yang menjurus pada makar dan terorisme.”[79]. Pernyataan ini mencerminkan pandangan pemerintah (termasuk TNI-Polri) bahwa kerusuhan kemarin bukan semata demo spontan, melainkan ada unsur subversif. Artinya, pemerintah meyakini ada aktor-aktor jahat (bisa domestik atau asing) yang mengorkestrasi via dunia maya dan lapangan, sehingga pantas ditumpas. Kapolri Listyo Sigit bahkan mengizinkan penggunaan peluru karet untuk melawan perusuh jika menyerang markas polisi[76]. Sikap keras ini tentu didorong kemarahan bahwa institusi mereka dijadikan sasaran kebencian di medsos. TNI dan Polri merasa difitnah dan keamanan nasional terancam oleh ulah provokator online, sehingga reaksi mereka begitu geram.
See also  KBA 13 Insight Regional Update: Berita ASEAN (1 – 9 Agustus 2025)

Singkatnya, TNI-Polri marah kepada influencer dan aktivis medsos karena menilai mereka telah menghasut massa, menyebar disinformasi, dan merusak wibawa institusi. Apa yang terjadi di dunia maya dianggap berkontribusi besar menciptakan chaos di dunia nyata. Maka tidak heran aparat mengambil langkah represif: ribuan orang ditangkap pascakerusuhan (total 1.240 orang diamankan terkait demo 25–31 Agustus di seluruh Indonesia, menurut data Polda Metro)[80], termasuk penangkapan tokoh gerakan dan pegiat medsos. Bagi aparat, ini langkah “pembungkaman terhadap provokator” demi stabilitas. Namun, dari kacamata masyarakat sipil, tindakan ini dikritik sebagai pelanggaran HAM dan pembatasan kebebasan berekspresi[81][82].

Perkembangan Pasca Demo: Geng Solo, Aktor Ditangkap, Reshuffle, Kunjungan Cina

Pasca gelombang demonstrasi dan kerusuhan akhir Agustus 2025, sejumlah perkembangan penting terjadi di lanskap politik dan keamanan Indonesia:

  • Isu “Geng Solo” Mengemuka: Istilah Geng Solo kian populer sebagai bagian dari narasi politik pascakerusuhan. Di media sosial, kubu anti-Jokowi terus mendengungkan agar “dalang Geng Solo” diadili atas kekacauan negara. Sebaliknya, di kalangan pendukung pemerintah justru muncul kontra-narasi bahwa Geng Solo-lah yang berada di balik demonstrasi brutal tersebut untuk melemahkan Prabowo[83][31]. Dengan kata lain, pascakerusuhan, Geng Solo menjadi semacam kata kunci dalam perang opini: apakah mereka korban provokasi (karena ada massa yang membawa poster hukuman mati Jokowi), atau mereka justru mastermind licik? Di media arus utama juga muncul analisis terbuka. Contohnya, tulisan Edy Mulyadi di Jakartasatu.com berjudul “Ada Jejak Geng Solo di Balik Aksi Brutal 25 Agustus?” yang menguraikan dugaan peran elite loyalis Jokowi dalam rangkaian peristiwa tersebut[84][83]. Sementara itu, beberapa mantan pejabat intelijen dalam wawancara media menyatakan demo 25 Agustus awalnya dihembuskan oleh pihak anti-Jokowi (tuntut adili Jokowi/Gibran), tapi kemudian narasinya disetir ke isu DPR oleh “pabrikan isu” tertentu[60]. Implikasi dari semua ini, pascakerusuhan terjadi friksi politik internal: kubu pro-Jokowi vs pro-Prabowo saling tuding. Ini tentu memengaruhi stabilitas politik dan jadi perhatian intelijen negara.
  • Para Aktor dan Aktivis Ditangkap: Seperti dijelaskan, polisi melakukan penindakan luas. Beberapa nama penting: Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Foundation (LSM hukum), ditangkap 1 September dan dijadikan tersangka penghasutan (Pasal 160 KUHP) serta UU ITE[85][86]. Delpedro dikenal vokal mengkritik kekerasan aparat selama demo, sehingga penangkapannya dianggap bentuk pembungkaman[81]. Kemudian Syahdan Husein (aktivis Gejayan Memanggil) ditangkap di Bali – sempat dibantah tapi kabar beredar di medsos[73]. Khariq Anhar (mahasiswa Univ. Riau) ditangkap di bandara Soetta terkait unggahan soal demo buruh[72]. Ferry Irwandi belum ditahan per 12 September, namun statusnya diambang (sudah dilaporkan TNI, tinggal tunggu proses di Polda)[68]. Penangkapan massal juga terjadi di daerah: YLBHI melaporkan sedikitnya 2 aktivis HAM pendamping demo ditangkap dengan kekerasan di Manado dan Samarinda[74]. Total menurut YLBHI, ada puluhan orang (aktivis dan warga) yang masih hilang atau tak diketahui nasibnya pascakerusuhan[87]. Data 3 September, 23 orang dilaporkan hilang sejak demo 25 Agustus, meski sebagian sudah ditemukan[88]. Semua ini menunjukkan aparat keamanan melakukan operasi penegakan hukum besar-besaran pasca demo, yang menjadi babak baru isu HAM di Indonesia. Di media sosial global, organisasi seperti Amnesty dan Human Rights Watch turut menyoroti penangkapan aktivis ini, sehingga kasusnya mendunia.
  • Reshuffle Kabinet Prabowo: Gejolak politik memaksa Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah korektif di pemerintahan. Hanya berselang sekitar satu minggu setelah kerusuhan, tepatnya 4 September 2025, Prabowo mengumumkan reshuffle kabinet besar-besaran[89]. Lima menteri dicopot sekaligus (reshuffle kedua dalam setahun masa jabatan)[90]. Para menteri yang diganti antara lain:
  • Budi Gunawan (Menko Polhukam, eks Kepala BIN) – dicopot[91],
  • Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan) – dicopot[92],
  • Abdul Kadir Karding (Menteri Perlindungan Pekerja Migran) – dicopot[93],
  • Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi dan UKM) – dicopot[94],
  • Dito Ariotedjo (Menpora) – dicopot[95].

Penggantinya: Purbaya Yudhi Sadewa dilantik jadi Menteri Keuangan yang baru menggantikan Sri Mulyani[96], Mukhtarudin jadi Menteri P2MI menggantikan Karding[97], dan Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi ganti Budi Arie[97]. Adapun jabatan Menko Polhukam dan Menpora sementara diisi ad interim (belum ada pengganti definitif)[98]. Reshuffle ini menarik karena yang tersingkir umumnya figur terkait pemerintahan sebelumnya: Sri Mulyani (orang kepercayaan Jokowi di ekonomi), Budi Gunawan (loyalis Megawati), Budi Arie (kader Projo pro-Jokowi). Spekulasi merebak bahwa Prabowo sengaja membersihkan unsur “Geng Solo” dari kabinetnya sebagai respons atas demo – semacam “mengurangi pengaruh Jokowi cs” yang diduga memperkeruh situasi[83][31]. Selain itu, isu tunjangan DPR menyeret Sri Mulyani (karena rumahnya dijarah massa[99] dan kebijakan pajaknya dikritik publik), sehingga wajar ia di-reshuffle. Langkah Prabowo ini di satu sisi meredakan kemarahan massa (karena figur seperti Sri yang dibenci publik turun), tapi di sisi lain memicu kemarahan kubu Jokowi/Megawati. Di medsos, reshuffle ini memicu trending topic baru, contohnya tagar #GoodbyeSriMulyani di Twitter dan meme sindiran bahwa “Sri Mulyani kena azab rakyat”. Sementara itu, Kementerian Haji dan Umrah resmi dibentuk dalam reshuffle ini[100][101], yang meski tak terkait langsung demonstrasi, menambah bahan perbincangan netizen mengenai arah kabinet Prabowo (dinilai mengakomodasi janji politik tertentu).

  • Kunjungan Prabowo ke China di Tengah Krisis: Satu hal yang sempat menjadi polemik adalah keputusan Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan kenegaraan singkat ke Beijing, China pada 3 September 2025. Awalnya, karena pecah kerusuhan di berbagai daerah, Istana sempat mengumumkan kunjungan ini dibatalkan. Namun mendadak pada 2 September malam, Prabowo tetap berangkat ke Tiongkok[102]. Agenda utamanya adalah menghadiri Parade Militer Hari Kemenangan (Victory Day) di Tiananmen Square, Beijing, memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II[103][104]. Di acara tersebut, Prabowo bergabung dengan lebih dari 25 pemimpin dunia (termasuk Vladimir Putin dan Kim Jong Un) menyaksikan parade militer China[104]. Ia juga dijadwalkan bertemu Presiden Xi Jinping untuk pembicaraan bilateral singkat, sebelum kembali pulang pada hari yang sama (Prabowo hanya ~8 jam berada di Beijing)[105][106]. Mengapa Prabowo tetap ke China? Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, semula Prabowo khawatir meninggalkan tanah air saat situasi genting, tapi diputuskan tetap pergi demi menghormati undangan dan menjaga hubungan strategis dengan China[102]. China adalah mitra penting Indonesia (investasi, pertahanan), sehingga absensi bisa dianggap kurang bersahabat. Selain itu, kehadiran Prabowo di forum tersebut juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kondisi Indonesia sudah terkendali pascakerusuhan, sehingga presiden bisa keluar negeri[107][108]. Di media domestik, keputusan ini menuai pro-kontra: ada yang mengkritik Prabowo tega tinggalkan negara saat rakyat baru rusuh (Jakarta Post menulis editorial mengingatkan sensitivitas langkah ini)[108][109], tapi ada pula yang memaklumi demi kepentingan diplomatik. Pihak Istana sendiri mengklaim situasi keamanan sudah kondusif dengan pengerahan TNI dan pencabutan tunjangan DPR, sehingga Prabowo bisa fokus pada tugas luar negeri[110][111]. Faktanya, selepas lawatan itu, Prabowo langsung mengambil tindakan lanjutan (seperti reshuffle 8 September). Di media sosial, tagar #PrabowoKeChina sempat trending dengan nada sinis dari oposisi, namun mereda begitu diketahui kunjungan itu singkat dan sekadar menghadiri parade.
  • Isu Keterlibatan Intelijen Asing: Sejak awal kerusuhan, pemerintah dan tokoh keamanan mulai melontarkan narasi adanya campur tangan asing. Tokoh intelijen senior, AM Hendropriyono (mantan Kepala BIN), secara terang menuduh “ada pihak asing di balik demo 25 dan 28 Agustus”[112][113]. Ia enggan menyebut negara mana, namun memberi isyarat bahwa aktor asing ini non-state actor dengan pengaruh besar pada kebijakan negaranya[114]. Hendropriyono menyebut nama-nama seperti George Soros, George Tenet, David Rockefeller, Michael Bloomberg sebagai contoh kaum kapitalis global yang kerap ikut campur urusan negara lain[115]. Menurutnya, pola intervensi asing kini bukan dengan senjata, melainkan melalui proxy war: menggerakkan kaki tangan di dalam negeri sasaran[116][117]. Dia yakin aktor luar ini mengendalikan situasi dari jauh, sementara agen lokalnya mungkin tidak sadar sedang dimanfaatkan[116]. Pernyataan Hendro ini sejalan dengan analisis lembaga seperti Haidar Alwi Institute, yang mengatakan ada indikasi dinamika politik internasional memengaruhi kerusuhan tersebut[118]. Alasan kecurigaan mereka antara lain: pola kerusuhan yang terorganisir, narasi provokatif yang disebarkan melalui media sosial, serta momentum politik yang dimanfaatkan untuk delegitimasi pemerintah sah[119]. Haidar Alwi menyinggung konteks geopolitik: Indonesia yang kian dekat dengan blok China-Rusia otomatis jadi tantangan bagi dominasi AS, sehingga mungkin ada upaya terkait kepentingan AS untuk menggoyang stabilitas Indonesia[120][121]. Ini mengarah pada dugaan keterlibatan intelijen Barat (CIA dsb). Memang, sempat beredar hoaks video “anggota CIA merekam demonstrasi di Jakarta”, meski itu belum terbukti dan dibantah Tempo (tidak ada bukti kehadiran CIA langsung)[122]. Namun skenario proxy war via medsos dianggap masuk akal oleh sebagian pihak – mirip kasus Arab Spring di Timur Tengah yang dituding ditunggangi asing[123]. Di sisi lain, influencer seperti Ferry Irwandi justru menyanggah teori “kambing hitam asing” ini. Ferry menegaskan kerusuhan Agustus 2025 bukan ulah intervensi asing, melainkan permainan elite politik domestik sendiri[124]. Argumen Ferry: lebih mudah menyalahkan “tangan asing” ketimbang mengakui ada konflik internal. Bagaimanapun, isu intelijen asing ini menunjukkan bahwa aparat keamanan Indonesia serius mempertimbangkan kemungkinan keterlibatan luar melalui operasi informasi. BIN (Badan Intelijen Negara) tentu bekerja di belakang layar; bahkan Prabowo selaku presiden memerintahkan BIN agar segera melapor jika ada “dinamika di lapangan” terkait demo ini[34]. Singkatnya, peran asing masih sebatas dugaan, tapi menjadi narasi pembenaran pemerintah untuk tindakan tegas. Media pro-pemerintah pun menggaungkan bahwa pola provokasi di medsos yang menyebabkan kerusuhan sangat mungkin didesain oleh aktor luar demi kepentingan geopolitik mereka[125].

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana dan opini pasca demonstrasi 25 Agustus 2025 di Indonesia sangat dipengaruhi oleh dinamika media sosial. Media sosial (YouTube, TikTok, Instagram, Facebook, X/Twitter) menjadi arena utama pembentukan narasi – mulai dari seruan aksi, penggiringan opini anti-DPR, hingga persebaran hoaks dan tuntutan rakyat. Mobilisasi massa untuk aksi 25 Agustus berakar kuat di dunia maya, dengan tagar-tagar seperti #BubarkanDPR yang telah trending jauh hari[29], menunjukkan betapa besar peran alam maya dalam memicu gerakan di alam nyata.

Aksi yang awalnya tentang isu tunjangan DPR berkembang menjadi multi-isu karena fragmentasi narasi digital: ada yang menyuarakan revolusi rakyat melawan korupsi DPR, ada yang mendompleng agenda politik (turunkan Prabowo vs adili “Geng Solo”). Siapa dalang sesungguhnya? Masih menjadi teka-teki. Indikasi keterlibatan akun buzzer dan operasi informasi terorganisir sangat kuat[39][125], tetapi apakah itu dikendalikan aktor domestik (faksi elite politik) atau ditunggangi intelijen asing masih debat terbuka. Pemerintah cenderung menyalahkan “aktor asing” atau “oknum tak bertanggung jawab” sebagai dalang, sedangkan oposisi menyalahkan intrik internal pemerintah sendiri.

See also  Militer dalam Demokrasi Rapuh, Pakta Saudi–Pakistan, dan Tiga Sumbu Baru Persaingan Global | KBA13 Insight

Yang jelas, pascademo Indonesia memasuki fase penanganan dan konsolidasi: ribuan orang ditahan, aktivis dan influencer dihadapkan proses hukum, serta langkah politik diambil (reshuffle kabinet, janji revisi kebijakan). TNI dan Polri menunjukkan ketegasan ekstra terhadap geliat media sosial, karena menyadari kekuatan destruktif dunia maya dalam memobilisasi massa. Aparat tak segan menindak penyebar konten provokasi sebagai bagian dari strategi meredam cyber-driven unrest.

Dari perspektif intelijen strategis, kasus ini menjadi pembelajaran bahwa stabilitas nasional kini sangat ditentukan oleh arus informasi digital. Opini publik di Facebook, Twitter, TikTok mampu meneriakkan “revolusi” dan benar-benar memantik kerusuhan multi-kota. Maka, diperlukan kewaspadaan terhadap perang informasi – entah itu dimainkan oleh buzzers politik lokal maupun kemungkinan operasi penggalangan asing. Keterlibatan publik global (misal diaspora Indonesia di luar negeri yang turut menyuarakan dukungan di medsos internasional) juga tak bisa diabaikan, meski porsinya kecil.

Pada akhirnya, laporan ini mendapati bahwa narasi pascakerusuhan 25 Agustus 2025 sangat kompleks: di satu sisi menyerukan perubahan dan keadilan sosial, di sisi lain tersusupi agenda kekuasaan. Media sosial menjadi medan tarung berbagai kepentingan tersebut. Bagi intelijen keamanan, penting untuk memetakan jaringan penyebar isu (social network analysis) dan mengidentifikasi key influencers yang mampu menggerakkan massa[126][127]. Sementara bagi pemerintah, respon kebijakan yang tepat (misal mencabut tunjangan kontroversial, menindak tegas pelaku kekerasan aparat) diperlukan untuk meredakan ketegangan di ranah publik nyata maupun maya[128][111].

Situasi per awal September 2025 relatif terkendali – demonstrasi susulan berlangsung lebih damai di bawah pengamanan ketat, dan beberapa tuntutan rakyat mulai ditindaklanjuti (tunjangan DPR dibatalkan[128], investigasi kasus Affan dijanjikan[129]). Namun, kondisi “damai” ini tidak mengakhiri pertempuran narasi. Isu-isu seperti 17+8 Tuntutan, evaluasi kinerja DPR, maupun aroma persaingan politik menuju 2024/2029 terus bergulir di media sosial, menanti bagaimana pemerintah merespons. Intelijen strategis akan terus memantau semua wilayah (dalam dan luar negeri) dan berbagai bahasa (Indonesia maupun Inggris) di mana diskursus ini berlangsung, agar tidak kecolongan bila alam maya kembali menyulut gelombang aksi nyata.

Referensi:

  • Laporan Tirto.id tentang analisis sentimen media sosial Aksi 25 Agustus[9][16][130]
  • Data Drone Emprit mengenai klaster percakapan dan tren tagar bubarkan DPR[39][40]
  • Konten viral TikTok protes tunjangan DPR dan narasi pro-Prabowo[12][13]
  • Unggahan Facebook dengan tagar ekstrem anti-Jokowi/Gibran[21][131]
  • Pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya soal penangkapan Figha Lesmana dan lainnya[65][62]
  • Berita Detikcom mengenai tuduhan Hendropriyono soal aktor asing di balik demo[132][117]
  • Opini Edy Mulyadi di Jakartasatu.com tentang dugaan peran “Geng Solo”[83][31]
  • Laporan Alinea.id dan media lain tentang penangkapan aktivis pascademo[133][73]
  • Berita Al Jazeera tentang Prabowo tetap ke China meski ada demonstrasi[134][79]
  • Laporan Daelpos.com (Haidar Alwi Institute) tentang kemungkinan operasi intelijen asing via medsos[119][135]
  • Cek fakta Tempo terkait video hoaks TNI marahi Polri[50]
  • Data detikNews terkait reshuffle kabinet Prabowo pasca kerusuhan[136][98]
  • Data Wikipedia dan media lokal tentang kronologi demo dan tuntutan publik[1][48], dll.

[1] [2] [3] [4] [5] [26] [32] [33] [34] [35] [45] [46] [47] [48] [49] [75] [76] Unjuk rasa dan kerusuhan Indonesia Agustus–September 2025 – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

https://id.wikipedia.org/wiki/Unjuk_rasa_dan_kerusuhan_Indonesia_Agustus%E2%80%93September_2025

[6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [19] [20] [21] [22] [23] [24] [29] [36] [37] [38] [39] [40] [41] [42] [53] [126] [127] [130] [131] Analisis Sentimen Medsos: Ada Apa di Balik Demo DPR 25 Agustus?

https://tirto.id/analisis-sentimen-medsos-ada-apa-di-balik-demo-dpr-25-agustus-hgvp

[25] Media sosial tengah diramaikan dengan seruan aksi bertajuk …

https://www.instagram.com/p/DNvib7q5Bnu/

[27] [28] [68] [77] [78] [88] Kontroversi Ferry Irwandi vs TNI, Sang Influencer Pernah Soroti Penangkapan Intel di Aksi Demo – Harian Massa Id

https://www.harianmassa.id/news/2715887300/kontroversi-ferry-irwandi-vs-tni-sang-influencer-pernah-soroti-penangkapan-intel-di-aksi-demo

[30] [31] [54] [55] [56] [57] [83] [84] ADA JEJAK GENG SOLO DI BALIK AKSI BRUTAL 25 AGUSTUS? | jakartasatu.com

https://jakartasatu.com/2025/08/26/ada-jejak-geng-solo-di-balik-aksi-brutal-25-agustus/

[43] Kata Eks Kepala BIN soal Demo di DPR: Diduga Ditunggangi Aktor …

https://www.facebook.com/KOMPAScom/videos/kata-eks-kepala-bin-soal-demo-di-dpr-diduga-ditunggangi-aktor-luar-negeri/737834852406832/

[44] MENGAPA PENDEMO 25-29 AGUSTUS 2025 MEMBIDIK DPR RI …

https://www.facebook.com/groups/pendukunganiesbaswedan/posts/1757305278324036/

[50] Keliru: Video TNI Marah ke Polisi untuk Dukung Demonstran

https://cekfakta.tempo.co/fakta/3802/keliru-video-tni-marah-ke-polisi-untuk-dukung-demonstran

[51] TNI bantah lima informasi viral yang menyebut TNI terlibat aksi demo

https://www.antaranews.com/berita/5089601/tni-bantah-lima-informasi-viral-yang-menyebut-tni-terlibat-aksi-demo

[52] Lonjakan Konten Tentara di Media Sosial Saat Demo Pembubaran …

https://nasional.tempo.co/read/2048212/lonjakan-konten-tentara-di-media-sosial-saat-demo-pembubaran-dpr

[58] [59] [60] Mantan Agen Intelijen Ungkap Peran Riza Chalid dan Geng Solo di …

https://fajar.co.id/2025/09/04/mantan-agen-intelijen-ungkap-peran-riza-chalid-dan-geng-solo-di-tuntutan-demo-yang-terjadi-di-indonesia/2/

[61] [62] [63] [64] [65] [66] [69] [70] Polda Metro Tangkap TikToker Figha Lesmana Buntut Ajak Pelajar Demo

https://news.detik.com/berita/d-8097082/polda-metro-tangkap-tiktoker-figha-lesmana-buntut-ajak-pelajar-demo

[67] TNI Tegaskan Isu Prajurit Jadi Provokator Demo Hoaks – Metro TV

https://www.metrotvnews.com/read/b2lCpnWA-tni-tegaskan-isu-prajurit-jadi-provokator-demo-hoaks

[71] Polisi Ungkap Modus Penyebaran Konten Provokatif Demo, 7 Orang …

https://www.youtube.com/watch?v=Jyvmq1AbNVQ

[72] [73] [74] [81] [82] [85] [86] [87] [99] [133] Daftar aktivis yang digulung polisi terkait demo 25-31 Agust

https://www.alinea.id/peristiwa/daftar-aktivis-yang-digulung-polisi-terkait-demo-25-31-agust-b2nub9RYN

[79] [104] [106] [110] [111] [128] [129] [134] Indonesia’s president to go ahead with China trip despite protests | Protests News | Al Jazeera

https://www.aljazeera.com/news/2025/9/2/indonesias-president-to-go-ahead-with-china-trip-despite-protests

[80] Penangkapan Besar-besaran Polisi Usai Demo Agustus

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250906145123-12-1270705/penangkapan-besar-besaran-polisi-usai-demo-agustus

[89] Indonesian President Prabowo replaces five ministers after deadly …

https://www.aljazeera.com/news/2025/9/9/indonesian-president-prabowo-replaces-five-ministers-after-deadly-protests

[90] [91] [92] [93] [94] [95] [97] [98] [101] [136] Reshuffle Kabinet Prabowo September 2025, Ini 5 Fakta Pentingnya

https://www.detik.com/jabar/berita/d-8102633/reshuffle-kabinet-prabowo-september-2025-ini-5-fakta-pentingnya

[96] Presiden Prabowo Subianto Reshuffle Menteri Keuangan Sri Mulyani

https://www.instagram.com/p/DOVhPHtk-qp/

[100] President Prabowo Subianto Launches Cabinet Reshuffle

https://setkab.go.id/en/president-prabowo-subianto-launches-cabinet-reshuffle/

[102] Ini Alasan Prabowo Tetap ke Cina Meski Sempat Dibatalkan

https://www.tempo.co/politik/ini-alasan-prabowo-tetap-ke-cina-meski-sempat-dibatalkan-2066076

[103] Prabowo Lawatan ke Cina Meski Demonstrasi Belum Mereda

https://www.tempo.co/politik/prabowo-lawatan-ke-cina-meski-demonstrasi-belum-mereda–2065998

[105] Prabowo Cuma 8 Jam di China Ketemu Xi Jinping, Langsung Balik …

https://www.cnbcindonesia.com/news/20250903182957-4-664053/prabowo-cuma-8-jam-di-china-ketemu-xi-jinping-langsung-balik-ke-ri

[107] Prabowo Jets to Meet Xi in China as Indonesia Protests Cool

https://www.bloomberg.com/news/articles/2025-09-02/indonesia-protests-prabowo-travels-to-china-to-attend-military-parade

[108] [109] A gentle reminder to Prabowo – Editorial – The Jakarta Post

https://www.thejakartapost.com/opinion/2025/09/09/a-gentle-reminder-to-prabowo.html

[112] Tuduh Demo Hari Ini Didalangi Asing, Ini 5 Kontroversi AM …

https://www.suara.com/news/2025/08/29/192304/tuduh-demo-hari-ini-didalangi-asing-ini-5-kontroversi-am-hendropriyono

[113] Dugaan Keterlibatan Asing di Balik Kerusuhan Belum Terungkap

https://www.metrotvnews.com/play/kBVC93wW-dugaan-keterlibatan-asing-di-balik-kerusuhan-belum-terungkap

[114] [115] [116] [117] [132] Hendropriyono Ungkap Pihak Asing Dalang Demo Ricuh di DPR

https://news.detik.com/berita/d-8084316/hendropriyono-ungkap-pihak-asing-dalang-demo-ricuh-di-dpr

[118] [119] [120] [121] [123] [125] [135] Operasi Intelijen Asing di Balik Kerusuhan Demo DPR – daelpos.com

https://daelpos.com/2025/08/30/operasi-intelijen-asing-di-balik-kerusuhan-demo-dpr/

[122] Belum Ada Bukti: Anggota CIA Rekam Aksi Demonstrasi di Jakarta

https://www.tempo.co/cekfakta/belum-ada-bukti-anggota-cia-rekam-aksi-demonstrasi-di-jakarta-2068078

[124] Sosok Ini Bongkar Siapa Sebenarnya Dalang Demo 25 Agustus …

https://www.redaksiku.com/sosok-ini-bongkar-siapa-sebenarnya-dalang-demo-25-agustus-yang-berakhir-ricuh-bukan-intervensi-asing/