Your cart is currently empty!

Peusijuk di Aceh: Tradisi Doa Restu yang Menjaga Hidup Tetap Berkah
Kalau sebelumnya saya pernah nulis tentang warkop, coffee shop, sampai pulot—kali ini saya pengen cerita tentang satu tradisi Aceh yang nggak kalah penting: peusijuk. Kalau kamu orang Aceh, pasti udah nggak asing lagi. Tapi buat yang belum tahu, peusijuk itu semacam “doa restu” khas Aceh. Lewat segenggam beras kunyit, daun, dan doa, orang Aceh mendoakan supaya hidup kita lebih aman, selamat, dan berkah.
Peusijuk bisa dilakukan untuk apa aja yang dianggap penting. Misalnya, waktu ada yang mau nikah, biar rumah tangganya adem ayem. Atau kalau ada yang berangkat haji, biar perjalanannya selamat sampai pulang. Pindah rumah baru? Beli motor baru? Bahkan itu juga bisa di-peusijuk. Intinya, setiap langkah besar dalam hidup orang Aceh hampir selalu ditemani dengan tradisi ini.
Momen Spesial yang Diiringi Peusijuk
Saya sering lihat sendiri, betapa peusijuk selalu bikin suasana jadi sakral sekaligus hangat. Di acara nikahan misalnya, sebelum pesta dimulai, ada sesi peusijuk yang diiringi doa. Semua orang diam, khusyuk, dan ikut mengamini. Rasanya kayak ada ikatan batin antara keluarga, tetangga, dan tamu yang hadir. Begitu juga kalau ada orang baru beli kendaraan, sebelum dibawa keliling, biasanya di-peusijuk dulu. Simbolis banget, tapi pesannya dalam: jangan lupa doa, jangan lupa syukur.
Makna Lebih Dalam
Yang menarik, peusijuk ini bukan cuma soal adat, tapi juga spiritualitas. Di Aceh, adat dan agama memang nyatu banget. Jadi peusijuk itu nggak sekadar “ritual budaya,” tapi juga cara orang Aceh menegaskan bahwa segala sesuatu sebaiknya dimulai dengan doa. Bagi saya, itu keren banget. Karena dari hal-hal kecil sampai besar, selalu ada kesadaran bahwa hidup ini butuh restu Allah lewat doa orang-orang terdekat.
Buat Anak Muda Aceh
Kadang ada yang bilang, tradisi kayak gini kuno. Tapi menurut saya, justru di situlah identitas kita. Peusijuk bikin orang Aceh beda dan unik dibanding daerah lain. Kalau anak muda Aceh bisa tetap ngejaga tradisi ini, kita nggak cuma mempertahankan budaya, tapi juga membawa nilai kebersamaan ke masa depan.
Buat saya pribadi, peusijuk itu cara saya mengingat budaya Aceh. Bahwa sekeren apa pun kita nongkrong di coffee shop, atau sekeren apa pun makanan modern yang kita nikmati, ada hal-hal tradisional yang harus tetap kita rawat. Sama seperti pulot yang tetap eksis meski ada mie instan dan fast food, peusijuk juga harus hidup meski zaman makin modern.
Penutup
Peusijuk mungkin terlihat sederhana. Hanya segenggam beras kunyit, daun, dan doa. Tapi di balik kesederhanaannya, ada makna besar: rasa syukur, doa, restu, dan kebersamaan. Bagi saya, tradisi ini bukan hanya bagian dari adat Aceh, tapi juga bagian dari jati diri kita sebagai anak muda.
Karena pada akhirnya, budaya seperti peusijuklah yang bikin kita bangga bilang: “Saya orang Aceh.”
👉 Artikel ini ditulis oleh Qaishar, siswa kelas XII SMA Labschool Banda Aceh, yang dalam serinya mencoba merekam kehidupan, budaya, dan tradisi Aceh dari sudut pandang anak muda—dari warkop, coffee shop, pulot, sampai peusijuk.

Leave a Reply