Bagi remaja, musik bukan sekadar hiburan. Ia adalah sahabat yang selalu hadir di setiap suasana hati.

Remaja dan Musik: Teman Setia di Setiap Suasana Hati

Musik = Sahabat Setia Anak Muda

Buat anak muda, musik itu udah kayak sahabat yang nggak pernah ninggalin. Lagi senang, musik bisa bikin perasaan makin meledak. Lagi galau, tinggal pasang lagu mellow, rasanya kayak ada yang ngerti tanpa perlu kita cerita panjang lebar. Bahkan, ada yang percaya kalau playlist seseorang bisa jadi cermin isi hati dan karakter. Semakin sering aku ngobrol sama teman-teman, semakin kerasa kalau musik memang punya tempat spesial dalam hidup remaja.

Musik juga jadi pengiring perjalanan sehari-hari. Dari bangun tidur, ada yang langsung play lagu biar semangat sekolah. Di jalan, earphone jadi wajib, kayak perisai dari kebisingan sekitar. Malam hari, playlist mellow jadi penutup hari. Musik nggak cuma hiburan, tapi benar-benar jadi bagian dari ritme hidup anak SMA.

Kadang, musik malah jadi alat komunikasi tersendiri. Ada momen ketika cukup kirim link lagu ke teman atau ke seseorang, kita sebenarnya lagi ngasih kode tentang perasaan. Dan hebatnya, yang nerima sering langsung ngerti maksudnya tanpa perlu dijelasin. Musik memang sahabat yang bisa bicara mewakili isi hati.

Makanya, wajar kalau banyak yang bilang hidup remaja tanpa musik bakal hambar. Musik itu bukan sekadar suara, tapi juga emosi yang dikemas jadi melodi.

See also  Tradisi Flexing di Sekolah SMA: Antara Gaya, Gengsi, dan Identitas Anak Muda

Akses Musik Semakin Mudah

Sekarang, akses musik gampang banget. Tinggal buka Spotify, YouTube, atau bahkan scroll TikTok, lagu-lagu baru langsung bisa ditemukan. Kadang, cuma dari potongan 15 detik lagu yang viral di TikTok, orang langsung auto jatuh cinta, cari versi full, lalu masukin ke playlist harian. Dunia digital bikin musik jadi lebih dekat dengan remaja.

Hal ini beda banget sama generasi sebelumnya yang harus beli kaset, CD, atau nungguin radio. Buat remaja sekarang, musik hadir dalam genggaman. Satu klik bisa bikin suasana berubah. Saking mudahnya, kadang kita sampai nggak sadar udah punya ribuan lagu tersimpan di playlist.

Musik juga jadi bagian dari tren. Lagu yang lagi viral biasanya langsung dibicarakan di sekolah, dipakai buat backsound konten, atau diputer pas nongkrong di warkop. Musik akhirnya nyatu sama gaya hidup digital remaja.

Bahkan, platform kayak TikTok udah jadi “mesin promosi” lagu paling efektif. Penyanyi bisa langsung terkenal cuma gara-gara satu lagu dipakai di ribuan video. Buat remaja, ini bikin musik jadi bukan sekadar hiburan, tapi bagian dari budaya sehari-hari.

Genre = Identitas

Setiap orang punya genre favorit, dan itu sering dianggap bagian dari identitas. Ada yang pilih pop karena gampang didengerin, ringan, dan selalu update. Ada yang lebih suka rap atau hip-hop karena ngerasa dapet energi dan semangat. Ada juga yang nyaman sama musik indie, karena liriknya sering nyentuh dan relate sama kehidupan sehari-hari.

See also  Dari Nikah Dini ke Terlalu Dini Nikah

Yang seru, musik bisa jadi penghubung pertemanan. Sering banget aku lihat orang jadi akrab cuma karena punya selera musik yang sama. Dari sekadar obrolan “Eh, lo suka lagu ini juga?” bisa berubah jadi persahabatan panjang. Bahkan, fandom musik tertentu bisa bikin orang ngerasa jadi bagian dari komunitas besar.

Genre juga bisa nunjukkin mood. Kadang, kalau lagi semangat belajar, orang pilih musik instrumental atau lo-fi. Kalau lagi mau healing, pilihannya lagu akustik atau mellow. Jadi, genre bukan sekadar soal selera, tapi juga jadi bahasa emosional remaja.

Pada akhirnya, musik adalah salah satu cara remaja nunjukin siapa diri mereka. Playlist bisa jadi diary yang nggak tertulis.

Musik Sebagai Healing

Banyak remaja menjadikan musik sebagai tempat healing. Pas lagi pusing mikirin tugas sekolah, masalah di rumah, atau drama pertemanan, musik bisa jadi pelarian yang paling sederhana tapi ampuh. Tinggal pasang lagu, tarik napas, dan biarin melodi mengalir—hati langsung terasa lebih ringan.

Kadang, lirik lagu tertentu bisa nyentuh sampai ke titik paling dalam. Ada kata-kata yang bikin kita ngerasa “wah, ini banget gue.” Dari situ muncul kekuatan baru, seolah ada yang ngerti kondisi kita. Itulah kenapa musik sering disebut terapi tanpa obat.

Musik juga bisa jadi motivasi. Banyak remaja yang dapet semangat ngejar mimpi gara-gara lagu dengan lirik positif. Lagu bisa mengingatkan kalau hidup nggak berhenti di kegagalan.

See also  Dua Dekade Damai Aceh: Merawat Ingatan, Meneguhkan Harapan

Bahkan, ada momen ketika musik bikin kita berani. Misalnya, sebelum presentasi atau lomba, dengerin lagu dengan beat cepat bikin mental langsung naik. Musik jadi senjata untuk lawan rasa takut.

Healing lewat musik memang nyata, dan hampir semua remaja pasti pernah ngalamin.

Penutup: Musik yang Selalu Ada

Pada akhirnya, musik adalah teman setia remaja. Ia hadir di semua suasana: senang, sedih, marah, atau bingung. Tanpa musik, hari-hari remaja akan terasa datar.

Musik bukan cuma hiburan, tapi juga cara untuk merasa dimengerti. Dari lirik yang relate, genre yang pas, sampai playlist yang kita buat sendiri—semuanya adalah bagian dari perjalanan hidup.

Buat aku, musik itu lebih dari sekadar suara. Musik adalah energi, penghibur, bahkan pengingat kalau kita nggak pernah benar-benar sendiri.

Jadi apapun genre favoritmu—pop, rap, indie, atau bahkan lagu-lagu mellow—nikmati musik bukan hanya dengan telinga, tapi juga dengan hati. Karena musik selalu punya cara unik buat nyentuh jiwa.

👉 Artikel ini ditulis oleh Qaishar, siswa kelas XII SMA Labschool Banda Aceh, yang sering menjadikan musik sebagai teman ngopi, teman belajar, sekaligus teman curhat diam-diam