Your cart is currently empty!

Snouck Hurgronje: Ilmuwan, Penyamar, dan Otak Strategi Belanda di Aceh
Kalau kita ngomongin sejarah Perang Aceh, biasanya yang kebayang adalah para pejuang: ulama, uleebalang, atau rakyat biasa yang angkat senjata. Tapi di balik itu semua, ada juga tokoh asing yang namanya sering muncul: Snouck Hurgronje.
Dia bukan tentara, bukan pejabat tinggi, tapi perannya gede banget. Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang lahir tahun 1857, ahli banget soal Islam, dan bisa dibilang salah satu otak strategi Belanda dalam menghadapi perlawanan Aceh.
Yang bikin kisahnya heboh: Snouck pernah menyamar jadi muslim di Mekkah dengan nama “Haji Abdul Ghaffar.” Padahal waktu itu hampir mustahil ada orang Barat bisa masuk ke Tanah Suci. Tapi dia berhasil, demi bisa ngulik langsung kehidupan umat Islam dari dalam. Buat saya pribadi, ini agak gila sih—sekaligus nunjukkin betapa seriusnya Belanda dalam usaha memahami sekaligus menaklukkan Aceh.
Snouck dan Aceh: Ilmuwan Jadi Strategis
Saat balik ke Hindia Belanda, Snouck langsung dipakai Belanda buat menghadapi Aceh. Tapi caranya bukan dengan senjata. Dia lebih pakai otak.
Snouck datang ke Aceh, ngamatin cara hidup, adat, bahkan pola pikir masyarakat. Dari situ, dia sadar bahwa semangat jihad yang dikobarkan ulama adalah bahan bakar utama perlawanan rakyat. Kesimpulannya: kalau Belanda pengen menang, mereka harus “memisahkan” rakyat dari ulama.
Strateginya jelas:
- 
Ibadah biarkan jalan. Jangan ganggu masyarakat dalam urusan agama sehari-hari. 
- 
Ulama penggerak jihad harus ditekan. Karena mereka inti perlawanan. 
- 
Dekati uleebalang (bangsawan Aceh). Dengan begitu, masyarakat terbelah: ada yang ikut ulama, ada yang ikut bangsawan. 
Hasilnya? Rakyat Aceh jadi susah kompak. Belanda memang nggak langsung menang, tapi strategi Snouck bikin perlawanan Aceh melemah. Artinya, walaupun dia nggak pernah terjun ke medan perang, pengaruhnya terasa banget.
Fakta Menarik soal Snouck Hurgronje
Snouck itu figur yang unik dan kontroversial. Ada beberapa hal menarik dari hidupnya:
- 
Nyamar di Mekkah. Dengan identitas palsu, dia bisa tinggal di Mekkah, belajar Islam, bahkan dipercaya oleh orang-orang di sana. 
- 
Nikah dengan perempuan Sunda. Selama di Hindia Belanda, dia menikah, punya anak, lalu meninggalkan mereka saat kembali ke Belanda. 
- 
Otak strategi kolonial. Walaupun bukan militer, idenya jadi kunci Belanda memperlambat perlawanan Aceh. 
- 
Akademisi sekaligus politikus. Dari awalnya orientalis, Snouck berubah jadi tokoh kolonial dengan pengaruh politik besar. 
- 
Karya yang abadi. Tulisan-tulisannya soal Islam, Aceh, dan Jawa masih sering dijadikan rujukan oleh peneliti sampai sekarang. 
Dua Wajah Snouck
Di satu sisi, Snouck bisa disebut ilmuwan brilian. Dia tahu Islam lebih dalam dibanding kebanyakan orang Eropa pada masanya. Tapi di sisi lain, semua ilmu itu dipakai untuk tujuan kolonial: melemahkan perjuangan rakyat Aceh dan Indonesia.
Bagi saya, inilah pelajaran penting. Ilmu pengetahuan itu ibarat pedang bermata dua. Bisa dipakai buat membangun peradaban, tapi juga bisa dijadikan alat untuk menundukkan bangsa lain.
Kisah Snouck adalah pengingat buat kita, terutama anak muda Aceh, bahwa memahami tokoh sejarah itu harus kritis. Jangan cuma kagum karena pintar, tapi juga lihat bagaimana ilmu itu digunakan.
Penutup
Snouck Hurgronje meninggalkan jejak panjang dalam sejarah Aceh. Dia bukan pahlawan bagi kita, tapi jelas dia tokoh penting yang mempengaruhi jalannya sejarah.
Buat saya, cerita Snouck sekaligus jadi alarm: kita harus belajar, menguasai ilmu, tapi jangan sampai dipakai untuk menghancurkan bangsa sendiri. Justru sebaliknya, ilmu harus kita jadikan senjata untuk menjaga persatuan dan kedaulatan.
Karena, seperti kata pepatah Aceh, “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala.” Semua pengetahuan dan aturan harusnya dipakai untuk kebaikan, bukan untuk penindasan.
👉 Artikel ini ditulis oleh Qaishar, siswa kelas XII SMA Labschool Banda Aceh, yang mencoba membaca kembali tokoh-tokoh sejarah dari sudut pandang generasi muda.


Leave a Reply