Your cart is currently empty!

Isaiah Berlin dan The Roots of Romanticism: Sebuah Ulasan Kritis
Pendahuluan
Buku The Roots of Romanticism karya Isaiah Berlin adalah sebuah teks penting yang lahir dari kuliah Mellon yang disampaikannya di Washington pada tahun 1965 dan kemudian disiarkan oleh BBC. Dalam buku ini, Berlin menegaskan bahwa Romantisisme tidak hanya dapat dipahami sebagai aliran seni atau sastra, melainkan sebagai sebuah revolusi intelektual yang mendefinisikan kembali cara manusia memahami dunia. Revolusi itu hadir sebagai pemberontakan terhadap dominasi rasionalitas Pencerahan, yang selama berabad-abad dianggap sebagai fondasi tak tergoyahkan dalam membangun peradaban.
Isi dan Arah Pemikiran
Sejak awal, Berlin menekankan bahwa Romantisisme tidak dapat dijelaskan melalui satu definisi tunggal. Justru, Romantisisme lahir dari penolakan terhadap upaya penyeragaman definisi. Bagi Berlin, gerakan ini adalah sebuah guncangan besar dalam sejarah pemikiran karena ia menolak gagasan universal yang hendak memaksakan satu kebenaran atas seluruh umat manusia. Dari sinilah lahir kesadaran bahwa setiap manusia, setiap bangsa, dan setiap kebudayaan berhak untuk mendefinisikan dunia dengan caranya sendiri.
Dalam kuliahnya, Berlin menelusuri bagaimana para pemikir awal seperti Herder, Hamann, dan Rousseau menjadi penggugat pertama terhadap rasionalitas dingin Pencerahan. Mereka menegaskan pentingnya pengalaman, keunikan, dan ekspresi individual. Dari titik ini, Romantisisme berkembang menjadi sebuah gerakan intelektual yang tidak terbatas pada sastra dan seni, melainkan membentuk paradigma baru tentang kebebasan, relativisme, dan pluralitas nilai.
Berlin juga mengingatkan bahwa Romantisisme tidak berkembang dalam satu bentuk tunggal. Ada tokoh-tokoh yang berusaha tetap menjaga keseimbangan dengan rasionalitas, tetapi ada pula gelombang Romantisisme yang melampaui batas, yang merayakan kebebasan tanpa kendali dan menolak segala bentuk otoritas universal. Justru dalam benturan inilah, Berlin menunjukkan bagaimana Romantisisme telah menorehkan dampak yang begitu luas terhadap filsafat, politik, dan kebudayaan modern.
Simbolisme dan Kekuatan Visual
Sampul buku ini menampilkan lukisan karya Caspar David Friedrich berjudul Mountain Landscape with Rainbow. Seorang figur kecil tampak berdiri di hadapan gunung yang menjulang dengan pelangi membentang di langit. Lukisan ini dengan tepat merepresentasikan inti sensibilitas Romantik: manusia yang rapuh, sendirian, tetapi sekaligus agung ketika berhadapan dengan semesta yang tak terhingga. Dengan memilih gambar ini, Berlin seolah menegaskan bahwa Romantisisme bukan sekadar refleksi estetis, melainkan pernyataan filosofis tentang keterbatasan rasio dan kekuatan pengalaman eksistensial.
Relevansi Kontemporer
Warisan Romantisisme, sebagaimana dijelaskan oleh Berlin, masih hidup hingga hari ini. Relativisme budaya yang menolak klaim tunggal kebenaran, pengakuan atas kebebasan individu, serta penghormatan terhadap pluralitas nilai, semuanya adalah anak kandung dari revolusi Romantik. Dalam dunia yang semakin diwarnai oleh konflik identitas, polarisasi, dan perebutan otoritas moral, gagasan Berlin tentang Romantisisme memberikan refleksi kritis. Kita bisa melihat bahwa perdebatan tentang kebenaran, kebebasan, dan makna bukanlah fenomena baru, melainkan kelanjutan dari pertarungan intelektual yang telah dimulai sejak abad ke-18.
Kesimpulan
Membaca The Roots of Romanticism karya Isaiah Berlin adalah sebuah pengalaman intelektual yang memperlihatkan bagaimana gagasan besar mengubah wajah peradaban. Berlin berhasil menguraikan Romantisisme sebagai pemberontakan intelektual terbesar dalam sejarah modern. Ia bukan hanya menjelaskan perjalanan Romantisisme, tetapi juga menunjukkan bagaimana gerakan ini melahirkan fondasi bagi cara kita memandang kebebasan, pluralitas, dan nilai dalam dunia kontemporer.
Buku ini layak dianggap sebagai teks klasik yang tidak pernah kehilangan relevansinya. Dengan gaya Berlin yang tajam dan penuh erudisi, pembaca diajak untuk menyadari bahwa Romantisisme bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan denyut intelektual yang masih membentuk kita hari ini.

Leave a Reply