Geng Solo

Kajian Strategis Geng Solo, Jaringan Pendukung Jokowi dan Strategi Pemenangan Gibran

Pendahuluan – definisi dan asal‑usul Geng Solo

Fenomena Geng Solo muncul dari konteks politik Indonesia ketika sejumlah perwira polisi dan tentara yang pernah bertugas di Surakarta selama Joko Widodo menjabat Wali Kota (2005‑2012) mendapat promosi ke posisi strategis setelah ia menjadi presiden. Sebutan ini menyoroti jaringan orang dekat Jokowi yang diberi kepercayaan menempati posisi penting sehingga menimbulkan persepsi adanya barisan loyalis yang membantu mengamankan karier politiknya. Para pengamat mengaitkan kemunculan istilah ini dengan kebutuhan Jokowi untuk membangun basis kekuatan struktural guna menjaga stabilitas jelang pemilu dan menjamin kelancaran agenda pemerintah[1]. Dalam kajian ini, istilah Geng Solo tidak selalu merujuk pada sebuah organisasi formal, tetapi pada pola promosi dan penempatan orang kepercayaan.

Istilah “Geng Solo” sendiri mulai populer pada 2019 ketika Neta Pane dari Indonesia Police Watch menyoroti penunjukan Nana Sudjana (mantan Kapolresta Solo) sebagai Kapolda Metro Jaya[2]. Penamaan ini kemudian merujuk pada kelompok perwira polisi yang kariernya melesat setelah berinteraksi dengan Jokowi di Solo, sehingga publik memandang keberhasilan mereka sebagai bagian dari strategi Jokowi. Banyak dari perwira ini kemudian memperoleh peran penting di kepolisian nasional dan institusi keamanan lainnya, memperlihatkan adanya pola promosi yang saling berkaitan. Perlu diingat bahwa penggunaan istilah ini lebih bersifat politis ketimbang terminologi resmi, namun popularitasnya terus berkembang di ruang publik.

Awal kemunculan konsep ini berkaitan erat dengan pengalaman Jokowi sebagai Wali Kota Solo. Dalam masa kepemimpinannya, ia membangun hubungan dekat dengan aparat keamanan setempat, khususnya Kapolres dan Komandan Korem. Kedekatan ini terbukti bermanfaat ketika ia naik jabatan ke tingkat nasional; perwira yang dahulu membantunya di daerah diberi kesempatan untuk memegang kendali di tingkat yang lebih tinggi. Proses ini menciptakan gambaran bahwa para perwira tersebut dibina secara sistematis untuk memperkuat dukungan terhadap Jokowi dan menjaga kelancaran proses politik yang ia jalankan[3].

Selain perwira polisi, jaringan ini kemudian meluas ke kalangan militer. Promosi beberapa perwira TNI, seperti Agus Subiyanto yang pernah menjabat Danrem 074/Warastratama Solo dan kemudian diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat, serta Widi Prasetijono yang pernah memimpin Pangkalan Udara Adi Soemarmo dan kemudian ditunjuk menjadi Panglima TNI, memperkuat pandangan bahwa Geng Solo meliputi TNI dan Polri[4]. Dengan memperluas jaringan ke lingkungan TNI, Jokowi diyakini memadukan dukungan dari dua institusi penting dalam sistem keamanan Indonesia.

Sebagian pengamat menilai pengangkatan orang dekat ini sebagai bentuk nepotisme atau politik balas budi. Mereka menyoroti bahwa promosi cepat kepada perwira tertentu mengorbankan prinsip meritokrasi dan dapat menimbulkan ketimpangan di internal institusi. Namun pendukung Jokowi menegaskan bahwa penempatan orang kepercayaan diperlukan untuk memastikan loyalitas dan stabilitas, terutama di tengah persaingan politik yang keras. Bagi Jokowi, pilihan untuk mengangkat perwira yang ia kenal diyakini mempermudah koordinasi dan memperkuat kendali terhadap kebijakan keamanan.

Istilah Geng Solo juga mencerminkan cara media mengemas fenomena politik. Meski bukan organisasi terstruktur, label ini membangkitkan imajinasi publik tentang sebuah kelompok eksklusif yang bekerja di balik layar. Oleh karenanya, analisis terhadap Geng Solo harus membedakan antara persepsi media dan kenyataan birokrasi yang lebih kompleks. Konstruksi narasi “geng” menekankan kedekatan personal, padahal promosi jabatan juga dipengaruhi oleh faktor profesional, rotasi yang rutin, dan kebutuhan organisasi.

Akhirnya, pembahasan Geng Solo menjadi penting karena mencerminkan bagaimana Jokowi membangun basis kekuatan melalui jalur formal dan informal. Penelaahan asal‑usul dan definisi Geng Solo membantu memahami strategi politik Jokowi yang terhubung dengan loyalitas aparat keamanan. Tema ini menjadi pondasi untuk menganalisis cara kerja jaringan tersebut, peran ormas dan relawan, serta bagaimana semuanya berpadu dalam strategi memenangkan Prabowo–Gibran, yang akan diulas pada bagian‑bagian berikut.

Cara kerja dan jaringan Geng Solo

Penempatan perwira polisi dan militer dari Solo ke posisi strategis merupakan salah satu metode utama yang disebut‑sebut sebagai cara kerja Geng Solo. Dengan menempatkan orang‑orang yang sudah dikenal dan dipercaya, Jokowi dapat memastikan bahwa kebijakan pemerintah dan agenda politiknya mendapat dukungan dari aparat keamanan. Hal ini terlihat dari pola promosi kapolres dan komandan wilayah yang pernah bertugas di Solo kemudian menempati posisi kunci di tingkat nasional. Kebijakan ini membawa keuntungan politis karena para perwira tersebut sudah memahami gaya kepemimpinan Jokowi dan cara memenuhi ekspektasinya.

Kenaikan karier perwira polisi menjadi contoh nyata dalam jaringan ini. Listyo Sigit Prabowo, mantan Kapolres Surakarta, diangkat menjadi Kapolri pada 2021[4]. Nana Sudjana yang sebelumnya juga menjabat Kapolresta Solo dipercaya menjadi Kapolda Metro Jaya dan kemudian ditugaskan sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara jelang Pemilu 2024[5]. Ahmad Luthfi, yang sempat memimpin Kepolisian Resor Surakarta, juga naik menjadi Kapolda Jawa Tengah[5]. Keberhasilan mereka menimbulkan persepsi bahwa kedekatan dengan Jokowi mempercepat karier, meskipun setiap perwira juga harus memenuhi persyaratan profesional yang ditetapkan institusi.

Ekspansi jaringan ke TNI menambah dimensi baru. Jokowi mendorong promosi perwira Angkatan Darat dan Angkatan Udara yang pernah bertugas di Solo, seperti Agus Subiyanto dan Widi Prasetijono, ke posisi puncak[4]. Penempatan mereka di pucuk pimpinan TNI memperluas pengaruh Geng Solo ke lingkungan militer. Dengan menggabungkan kekuatan Polri dan TNI, Jokowi menciptakan sinergi untuk menjaga stabilitas dan mengurangi potensi friksi antarlembaga.

See also  Pulot: Cita Rasa Tradisional Aceh yang Nggak Lekang oleh Waktu

Selain promosi individu, koordinasi lintas institusi menjadi inti cara kerja jaringan ini. Para perwira yang berasal dari latar belakang sama memiliki komunikasi informal yang kuat sehingga memudahkan sinkronisasi kebijakan. Koordinasi tersebut meliputi pengamanan pemilu, penegakan hukum yang selaras dengan agenda pemerintah, serta penanganan isu‑isu yang berpotensi merusak citra Jokowi. Kehadiran jaringan ini membuat jalur komando lebih efektif karena didukung hubungan personal.

Dalam konteks kampanye, anggota jaringan sering berperan sebagai juru kampanye informal. Mereka membantu memastikan acara kampanye berjalan tanpa gangguan dan memobilisasi aparat untuk mendukung logistik. Misalnya, ketika Jokowi turun ke lapangan, mereka bisa memastikan keamanan, mengatur lalu lintas, dan memfasilitasi pertemuan dengan tokoh masyarakat. Dukungan semacam ini memberikan keuntungan kompetitif karena tim kampanye dapat bergerak dengan lebih fleksibel tanpa khawatir terhadap gangguan keamanan.

Walau begitu, cara kerja tersebut juga menimbulkan kritik. Pengangkatan orang kepercayaan dianggap berpotensi mengabaikan prinsip meritokrasi dan dapat memunculkan kecemburuan di antara perwira lain. Para pengkritik menilai bahwa loyalitas personal seharusnya tidak menjadi pertimbangan utama, apalagi jika berdampak pada profesionalisme institusi. Mereka khawatir bahwa pola seperti ini dapat menimbulkan ketergantungan pada individu tertentu dan melemahkan sistem seleksi yang adil.

Secara keseluruhan, Geng Solo bukanlah organisasi formal, tetapi jaringan longgar yang didasarkan pada loyalitas dan pengalaman bersama di Solo. Keberadaannya memperlihatkan cara Jokowi memanfaatkan kedekatan personal untuk membangun basis kekuatan struktural. Analisis cara kerja jaringan ini menunjukkan bagaimana promosi, koordinasi, mobilisasi, dan loyalitas saling terkait untuk mendukung agenda politik. Hal ini meletakkan dasar bagi pembahasan selanjutnya tentang peran ormas dan relawan dalam ekosistem pendukung Jokowi.

 Ormas dan barisan relawan pendukung Jokowi

Jokowi tidak hanya mengandalkan aparat keamanan; ia juga mengembangkan jaringan luas relawan dan organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk mendukung kampanye dan kebijakannya. Sejak 2013, berbagai kelompok masyarakat membentuk wadah “relawan Jokowi” yang kemudian berevolusi menjadi ormas resmi. Jaringan ini mencakup kelompok buruh, pekerja kreatif, pemuda, tokoh adat, hingga komunitas daring. Mereka berfungsi sebagai mesin sosial yang menggerakkan dukungan, menyebarkan narasi positif, dan membela kebijakan pemerintah. Keberagaman kelompok relawan menunjukkan bagaimana Jokowi memanfaatkan modal sosial untuk memperoleh legitimasi sekaligus mengakar hingga ke tingkat desa.

Salah satu kelompok yang menonjol adalah Relawan Buruh Sahabat Jokowi, dipimpin oleh tokoh serikat buruh Andi Gani Nena Wea. Kelompok ini sering mengerahkan massa buruh untuk mengawal agenda Jokowi, baik dalam kegiatan kampanye maupun kunjungan kenegaraan. Sebuah laporan menggambarkan bagaimana ribuan buruh berpakaian biru turut mengantar kepulangan Jokowi ke Solo sambil membawa spanduk ucapan terima kasih[6]. Aksi seperti ini mencerminkan kekuatan mobilisasi kelompok buruh dan menunjukkan kedekatan personal antara Jokowi dan pemimpin buruh yang mendukungnya.

Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi adalah jaringan relawan yang dibentuk sejak masa kampanye 2014. Seknas dikenal sebagai “penjaga Jokowi” karena perannya yang gigih membela kebijakan presiden di media dan ruang publik. Dalam rapat pimpinan nasional 2023, pengurus Seknas menegaskan komitmen tegak lurus dan memilih menunggu arahan Jokowi mengenai tokoh yang harus didukung dalam Pilpres 2024[7]. Jokowi sendiri meminta mereka bersabar dan tidak mendeklarasikan dukungan sebelum ada perintah resmi[8], yang menunjukkan kontrol ketat atas timing dukungan.

Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) merupakan kelompok relawan yang dibentuk pada 2013 dan telah menjadi salah satu ormas pendukung Jokowi paling militan. Menurut artikel Lampung Jaya, Bara JP berawal dari gerakan yang memenangkan Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019, dan kemudian beralih mendukung Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming pada Pemilu 2024–2029[9]. Mereka memiliki struktur hingga tingkat internasional dan slogan “Satu Sikap, Satu Komando, Membara,” menunjukkan kedisiplinan dan konsistensi. Bahkan, rakernas mereka membahas kemungkinan transformasi menjadi partai politik untuk memperluas pengaruh[9].

Pro Jokowi (Projo) muncul sebagai gerakan relawan pada 2013 dan berubah menjadi ormas resmi setelah kongres pertama pada 23 Agustus 2014[10]. Projo membangun jaringan hingga ke desa‑desa, mengutamakan aktivisme akar rumput yang langsung menyasar masyarakat[11]. Orientasi awal mereka adalah memenangkan Jokowi dan mengawal pemerintahannya[12], namun pada 2024 mereka mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo–Gibran sebagai bentuk keberlanjutan program Jokowi[12]. Ketua umum Projo Freddy Alex Damanik mengakui mendapat arahan langsung dari Jokowi untuk mendukung Prabowo–Gibran selama dua periode[13].

Rumah Kreasi Indonesia Hebat (RKIH) awalnya bernama Rumah Koalisi Indonesia Hebat, yakni jaringan relawan pendukung Jokowi pada Pilpres 2014. Setelah Jokowi terpilih, kelompok ini mentransformasi diri menjadi ormas pada 11 Agustus 2014[14]. RKIH membangun kemitraan dengan Badan Narkotika Nasional, Mabes Polri, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial untuk menjalankan program sosial[14]. Mereka turut memprakarsai Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan dan bekerja sama dengan berbagai kementerian[14], menunjukkan peran mereka sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat dalam bidang ekonomi kreatif dan pemberdayaan sosial.

Selain organisasi besar tersebut, terdapat banyak relawan lain yang terlibat dalam Musyawarah Rakyat (Musra). Menurut laporan VOI, sedikitnya 18 organisasi relawan seperti Almisbat, GP Center, Jaringan Kemandirian Nasional, Duta Jokowi, Sekber Jokowi, Koalisi Indonesia Bersatu, Sedulur Jokowi, Maluku Satu Hati dan lainnya, berkumpul dalam musra untuk menjaring aspirasi dan merekomendasikan calon pemimpin[15]. Musra menjadi forum penting di mana relawan berdiskusi dengan partai politik dan masyarakat untuk mendukung agenda pemerintah. Selain itu, gerakan baru seperti Barisan Geng Solo (BGS) turut meramaikan ruang digital dengan tujuan melawan narasi negatif terhadap Jokowi dan Gibran[16]. Kehadiran berbagai kelompok ini menunjukkan betapa luasnya jaringan pendukung yang dibentuk Jokowi.

See also  Analisis Kekuatan Militer, Pertahanan, Intelijen, dan Keamanan di Asia Tenggara

Strategi Jokowi membangun dan mengelola jaringan

Salah satu strategi utama Jokowi adalah menggunakan kedekatan personal untuk menempatkan loyalis di posisi strategis. Dengan mempromosikan perwira polisi dan militer yang pernah mendukungnya di Solo, Jokowi memastikan kendali atas aparat keamanan. Jaringan Geng Solo tidak hanya meliputi Polri, tetapi juga TNI, sehingga memberikan cakupan luas dalam menjaga stabilitas[4]. Penempatan ini menciptakan jalur komunikasi yang efektif dan meminimalkan potensi sandungan birokrasi. Dalam analisis strategi, struktur ini dianggap sebagai fondasi keamanan yang kuat bagi agenda politik Jokowi.

Strategi berikutnya adalah menggerakkan relawan melalui program Musyawarah Rakyat (Musra) dan forum resmi lainnya. Jokowi mendorong belasan ormas relawan untuk mengadakan musra di seluruh provinsi guna menjaring aspirasi publik[15]. Dengan cara ini, dukungan terbentuk dari bawah ke atas, dan Jokowi memperoleh gambaran elektabilitas tokoh yang diinginkan rakyat tanpa harus memberi dukungan resmi. Ketika relawan ingin menyatakan dukungan, Jokowi kerap mengingatkan mereka untuk menunggu arahan resmi[8], sebuah manajemen timing yang menjaga solidaritas internal dan menekan perpecahan.

Ketiga, Jokowi membangun aliansi dengan kelompok buruh, pemuda, dan pelaku usaha mikro sebagai bagian dari strategi memperluas basis sosial. Dukungan dari Relawan Buruh Sahabat Jokowi memberikan legitimasi di kalangan pekerja, sedangkan ormas seperti RKIH dan Jaringan Kemandirian Nasional menggarap bidang ekonomi kreatif dan pemberdayaan[6][14]. Dukungan ormas pemuda dan pelajar membantu menjangkau generasi muda yang menjadi pemilih kunci. Pendekatan ini menempatkan Jokowi sebagai pemimpin yang merangkul berbagai kalangan.

Transformasi relawan menjadi ormas formal atau bahkan partai politik merupakan bagian lain dari strategi berkelanjutan. Projo, Bara JP, dan RKIH masing‑masing berubah menjadi ormas dengan struktur organisasi yang permanen[10][9]. Bara JP bahkan mewacanakan perubahan menjadi partai politik untuk meningkatkan daya tawar[9]. Transformasi ini memberi legalitas dan akses sumber daya, memastikan relawan dapat bertahan jangka panjang dan tidak sekadar muncul setiap pemilu.

Jokowi juga menerapkan strategi perang informasi. Dengan berkembangnya media sosial, narasi negatif terhadap Jokowi dan Gibran sering muncul. Untuk menangkalnya, Jokowi mendorong pembentukan kelompok seperti Barisan Geng Solo (BGS) yang fokus memproduksi konten kontra-narasi dan menjaga reputasi di dunia maya[16]. Selain itu, relawan dilatih untuk melawan hoaks, mempromosikan kebijakan pemerintah, dan memobilisasi dukungan digital. Strategi ini memastikan bahwa dominasi narasi di media sosial tetap berpihak pada Jokowi dan sekutunya.

Sinergi antara aparat keamanan dan relawan merupakan aspek kunci. Perwira Geng Solo memberikan kepastian keamanan dan akses birokrasi, sedangkan ormas menyediakan dukungan sosial dan sumber daya politik. Keduanya saling melengkapi: aparat menjamin ketertiban selama kampanye, sementara relawan mengumpulkan dukungan publik dan menyebarkan narasi. Dengan cara ini, Jokowi memiliki sistem ganda yang menggabungkan kekuatan struktural dan kekuatan sosial untuk mempertahankan pengaruhnya.

Secara keseluruhan, strategi Jokowi dalam membangun dan mengelola jaringan bertumpu pada penguatan loyalitas, perencanaan yang terukur, dan kemampuan adaptasi. Penempatan loyalis di berbagai posisi, pembentukan ormas, pemanfaatan musra, aliansi lintas sektor, transformasi struktural, dan perang informasi merupakan elemen kunci dari strategi ini. Pendekatan tersebut memungkinkan Jokowi mempertahankan kontrol politik bahkan setelah ia tidak lagi menjabat presiden, serta mempersiapkan panggung untuk pemenangan Gibran.

Hubungan jaringan relawan dengan pemenangan Jokowi dan Gibran

Keberhasilan Jokowi dalam kontestasi politik tidak lepas dari peran jaringan Geng Solo yang menyediakan keamanan dan stabilitas. Penempatan loyalis di TNI/Polri memastikan penyelenggaraan pemilu berjalan aman dan terkontrol. Ketika terjadi potensi gangguan, aparat yang setia kepada Jokowi bisa merespons dengan cepat, mengurangi risiko eskalasi. Stabilitas ini memberikan keuntungan bagi kampanye Jokowi dan mengurangi peluang lawan menggunakan aparat sebagai alat untuk menghambat kegiatan politiknya.

Di sisi lain, ormas dan relawan berfungsi sebagai mesin sosial yang menggerakkan dukungan rakyat. Mereka menyebarkan narasi positif tentang Jokowi, mempromosikan kebijakan pemerintah, dan menyalurkan aspirasi masyarakat melalui Musra[15]. Dukungan ini tidak hanya bersifat elektoral tetapi juga memperkuat legitimasi sosial, karena kebijakan pemerintah didukung oleh basis akar rumput. Relawan seperti Seknas Jokowi, Projo, Bara JP, RKIH, dan buruh sahabat Jokowi memastikan bahwa program Jokowi mendapat sambutan luas.

Ketika Gibran Rakabuming Raka dipilih menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo, jaringan ini segera digerakkan untuk mendukung pasangan tersebut. Jokowi memberikan arahan agar relawan yang dulu mendukungnya kini berpindah mendukung Prabowo–Gibran selama dua periode[17][13]. Instruksi ini diikuti oleh kelompok besar seperti Bara JP dan Projo, yang menegaskan bahwa dukungan mereka merupakan kelanjutan dari program pembangunan Jokowi. Peralihan dukungan ini menunjukkan elastisitas jaringan dalam mengikuti strategi Jokowi.

Pengamat politik seperti Agung Baskoro memandang seruan mendukung dua periode Prabowo–Gibran sebagai strategi untuk memastikan stabilitas pemerintahan baru. Menurutnya, dukungan dari relawan Jokowi diharapkan menepis isu negatif terhadap Gibran, seperti tuduhan ijazah palsu atau nepotisme[18]. Selain itu, dukungan dua periode memberi sinyal kepada elite politik bahwa Jokowi masih memiliki modal politik yang besar dan siap membantu pemerintah baru. Strategi ini juga melindungi Jokowi dari potensi serangan balik karena ia dipandang mendukung penerusnya secara total.

See also  Pintar Belum Tentu Sukses: Pelajaran Hidup Anak SMA tentang Mental, Relasi, dan Konsistensi

Kelompok digital seperti Barisan Geng Solo (BGS) memainkan peran khusus dalam kampanye Gibran. Mereka fokus pada penyebaran konten di media sosial, melawan propaganda anti-Jokowi, dan mempromosikan narasi keberlanjutan. Dengan basis di platform seperti Facebook, X (Twitter), Instagram dan TikTok, BGS mampu menjangkau pemilih muda dan menyederhanakan pesan kampanye[16]. Peran digital activism ini vital untuk memenangkan opini publik di era informasi yang cepat.

Walaupun memiliki banyak kelebihan, jaringan ini juga menuai kritik. Penempatan perwira yang diduga memprioritaskan kedekatan personal dianggap melemahkan meritokrasi, dan transformasi relawan menjadi mesin politik disorot sebagai upaya konsolidasi kekuasaan yang berlebihan. Sejumlah aktivis menilai penggunaan aparat untuk kepentingan politik berpotensi mengganggu netralitas institusi. Selain itu, fakta bahwa banyak ormas kini mendukung dinasti politik menimbulkan kekhawatiran mengenai pelemahan demokrasi internal partai.

Secara keseluruhan, hubungan antara jaringan relawan, Geng Solo, dan pemenangan Jokowi–Gibran membentuk ekosistem politik yang saling melengkapi. Stabilitas keamanan dan mobilisasi sosial bekerja bersamaan untuk memenangkan kontestasi politik dan mempertahankan agenda Jokowi. Keberhasilan ini menunjukkan bagaimana integrasi jaringan struktural dan sosial dapat digunakan untuk mempertahankan pengaruh seorang pemimpin bahkan setelah ia tidak lagi berada di puncak kekuasaan.

Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa Geng Solo dan jaringan relawan Jokowi merupakan dua pilar utama dalam strategi politik yang saling melengkapi. Geng Solo menyediakan dukungan struktural melalui aparat keamanan, sedangkan relawan dan ormas menawarkan kekuatan sosial untuk menggerakkan opini publik[4][7]. Keterpaduan keduanya menempatkan Jokowi dalam posisi kuat untuk menjalankan agenda pemerintahan dan memenangkan kontestasi politik.

Signifikansi jaringan ini tidak hanya berlaku selama masa jabatan Jokowi, tetapi juga melampaui masa tugasnya. Dengan menempatkan orang kepercayaan di posisi strategis, Jokowi memastikan bahwa kebijakan dan programnya tetap berjalan meskipun ia tidak lagi memimpin. Peran relawan yang telah berubah menjadi ormas memastikan dukungan sosial terus mengalir, sementara loyalitas aparat keamanan menjaga stabilitas politik.

Perkembangan dari jaringan lokal di Solo menjadi mesin politik nasional menunjukkan kemampuan Jokowi membaca peta kekuasaan dan memanfaatkan hubungan personal. Mulai dari promosi kapolres hingga perwira TNI, hingga pembentukan ormas seperti Projo dan Bara JP, semua langkah ini memperlihatkan strategi jangka panjang yang terukur. Transformasi relawan menjadi ormas atau bahkan partai memperkuat struktur dukungan dan memberikan legitimasi hukum serta akses ke sumber daya.

Dalam konteks pemenangan Gibran, jaringan ini kembali digunakan untuk menjaga keberlanjutan program. Arahan Jokowi kepada relawan untuk mendukung Prabowo–Gibran dua periode menunjukkan bahwa jaringan tersebut dapat diarahkan sesuai kebutuhan[17]. Hal ini memastikan bahwa kekuatan politik keluarga Solo tetap terjaga dan program pembangunan dapat dilanjutkan tanpa hambatan.

Meski efektif, strategi ini menyimpan risiko. Kecenderungan mengandalkan kedekatan personal dapat menimbulkan tuduhan nepotisme dan memicu kecemburuan dalam institusi yang mengedepankan meritokrasi. Konsolidasi kekuasaan melalui relawan dan aparat berpotensi mengurangi ruang oposisi dan melemahkan demokrasi internal. Oleh karena itu, pengelolaan jaringan ini harus dibarengi mekanisme akuntabilitas dan transparansi.

Adapun pelajaran utama dari kajian ini adalah pentingnya mengintegrasikan kekuatan struktural dan sosial untuk membangun basis dukungan yang berkelanjutan. Penempatan loyalis di birokrasi memberikan stabilitas, sementara jaringan relawan mengamplifikasi narasi dan menghimpun aspirasi masyarakat. Namun, strategi semacam ini harus dijalankan dengan menjaga meritokrasi dan prinsip demokrasi agar tidak menimbulkan backlash yang merugikan.

Dengan memahami cara kerja Geng Solo, kiprah ormas pendukung Jokowi, serta strategi pemenangan Gibran, kajian ini diharapkan memberikan wawasan bagi para analis dan praktisi politik. Penelaahan mendalam ini membantu mengidentifikasi peluang dan risiko, sehingga strategi serupa dapat diadaptasi atau dihindari sesuai konteks politik ke depan.

 

 

[1] [2] [4] [5] Solo Gang – Wikipedia

https://en.wikipedia.org/wiki/Solo_Gang

[3] Geng Solo – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

https://id.wikipedia.org/wiki/Geng_Solo

[6] Ribuan Relawan Buruh Sahabat Jokowi Tumpah Ruah Antar Jokowi Pulang ke Solo

https://rm.id/baca-berita/nasional/240029/ribuan-relawan-buruh-sahabat-jokowi-tumpah-ruah-antar-jokowi-pulang-ke-solo

[7] [8] Seknas Jokowi Pastikan Derap Langkah dan Tegak Lurus dengan Presiden

https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/492243/seknas-jokowi-pastikan-derap-langkah-dan-tegak-lurus-dengan-presiden

[9] Rakernas 2024, Ormas Bara JP Segera Bertranspormasi Ke Partai : “Ini Kata Ketua DPD Bara JP Tingkat Provinsi – LAMPUNG JAYA NEWS

https://lampungjaya.news/rakernas-2024-ormas-bara-jp-segera-bertranspormasi-ke-partai-ini-kata-ketua-dpd-bara-jp-tingkat-provinsi/

[10] [11] [12] Projo (organisasi) – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

https://id.wikipedia.org/wiki/Projo_(organisasi)

[13] [17] [18] Jokowi Arahkan Relawan Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, Pengamat: Untuk Amankan Periode Pertama Dulu – Trias Politika Strategis

https://triaspolitikastrategis.com/jokowi-arahkan-relawan-dukung-prabowo-gibran-2-periode-pengamat-untuk-amankan-periode-pertama-dulu/

[14] Rumah Kreasi Indonesia Hebat luncurkan indogetjob.com – ANTARA News Sulteng

https://sulteng.antaranews.com/berita/72506/rumah-kreasi-indonesia-hebat-luncurkan-indogetjobcom

[15] Daftar 18 Organisasi Relawan Jokowi: Musra Kunjungi Tiap Parpol Jelang Pemilu 2024

https://voi.id/berita/226426/daftar-18-organisasi-relawan-jokowi-musra-kunjungi-tiap-parpol-jelang-pemilu-2024

[16] Relawan Jokowi Bikin Wadah Baru Bernama Barisan Geng Solo Segera Deklarasi, Ini Ketuanya! – murianetwork.com

https://www.murianetwork.com/politik/pr-75019/relawan-jokowi-bikin-wadah-baru-bernama-barisan-geng-solo-segera-deklarasi-ini-ketuanya

About The Author


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *