Ilustrasi Kick-Off Meeting Riset Tenurial di Universitas Syiah Kuala: Menata ulang hak masyarakat adat Aceh Besar melalui penguatan peran mukim.

KBA13 Activities

Kick-Off Riset Tenurial: Revitalisasi Mukim dan Hak Masyarakat Adat Aceh Besar

Kick-Off Meeting Riset Tenurial Subyek dan Obyek Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Aceh Besar resmi digelar di Ruang Senat Universitas Syiah Kuala, 22 Agustus 2025. Acara ini mempertemukan pemerintah daerah, akademisi, dan BRWA dalam agenda menata ulang hak-hak adat Aceh. Riset yang berlangsung hingga Maret 2026 ini akan memetakan tanah ulayat, hutan adat, dan ulayat laut, sekaligus memperkuat kembali peran mukim sebagai pilar kesejahteraan masyarakat. Dokumentasi dari ruang senat memperlihatkan suasana khidmat penuh harapan, menandai langkah penting bagi Aceh Besar dalam menjaga warisan adat dan menghadirkan kepastian hukum bagi generasi mendatang.

Laporan Mingguan Aceh – Analisis Sosial, Politik, dan Keamanan | KBA13 Insight

KBA 13 Insight UpdateKBA 13 Insight Update Aceh

Laporan Analisis Mingguan Dinamika Sosial, Politik, dan Keamanan Aceh | Periode 14–21 Agustus 2025

Laporan mingguan KBA13 Insight untuk Pekan III Agustus 2025 menyoroti dinamika sosial, politik, dan keamanan di Aceh. Dari perdebatan seputar syariat Islam, manuver elite menjelang Pilkada 2025, hingga hubungan tarik-menarik Jakarta–Banda Aceh, laporan ini memberikan analisis tajam tentang arah kebijakan dan stabilitas Aceh. Isu keamanan residual pasca-konflik dan kejahatan lintas negara juga semakin nyata, menuntut pendekatan strategis baru. Analisis ini menjadi panduan penting bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat yang ingin memahami perkembangan Aceh secara komprehensif.

InsightKebijakan dan Tata Kelola

Aceh, Nation-State, dan Komparasi Global: Bali, Yogyakarta, Brunei, Singapura, dan Israel dalam Dialektika Demokrasi dan Agama

Pasca-Helsinki, Aceh dihadapkan pada tantangan besar untuk mengubah legitimasi simbolik syariat menjadi kinerja nyata dalam tata kelola publik. Belajar dari Bali, Yogyakarta, Brunei, Singapura, dan Israel, terlihat bahwa daya tahan politik tidak hanya ditentukan oleh identitas atau narasi, tetapi juga kelembagaan, kapasitas birokrasi, jejaring global, dan kepercayaan publik. Rekomendasi strategis bagi Aceh mencakup institusionalisasi maqāṣid syariat sebagai kebijakan publik, pembangunan tekno-birokrasi, penguatan jejaring diaspora, stabilisasi politik domestik, dan narasi baru berbasis kinerja. Transformasi ini penting agar syariat hadir bukan sekadar simbol, melainkan etika kebijakan.

Budaya dan MasyarakatInsight

Menuju Aceh Baru: Tradisi, Agama, dan Kosmopolitanisme dalam Dialektika Global

Aceh selalu hadir sebagai ruang sejarah yang memadukan tradisi, agama, dan kosmopolitanisme. Dari Kesultanan Aceh Darussalam hingga era globalisasi abad ke-21, wilayah ini memainkan peran penting sebagai simpul perdagangan, pusat ulama, dan laboratorium sosial. Artikel ini menawarkan lima skenario bagi masa depan Aceh: menghidupkan tradisi lokal dengan perspektif global, membangun paradigma baru yang menekankan solidaritas sosial, menjadikan agama sebagai kekuatan perekat masyarakat, menghidupkan kembali kosmopolitanisme religius, serta membuka ruang tafsir progresif. Dengan refleksi kritis, Aceh berpeluang kembali menjadi mercusuar peradaban Islam yang relevan dalam dialektika global kontemporer.