Kami
sengaja menginap dua hari di Yogyakarta, selain untuk bersilaturrahmi, juga
ingin beristirahat. Pagi hari saya menghubungi Dr. Fathurrahman, kawan yang
sekarang menjadi penulis nasional, sekaligus dosen di UIN Sunan Kalijaga.
Fathur berasal dari Madura. Kami dekat saat kuliah, karena dia memang pembaca
ulung. Sekarang menjabat sebagai Wakil Dekan III pada salah satu fakultas di
UIN Sunan Kalijaga. Kebiasaannya adalah puasa Senin dan Kamis, serta
mengkhatamkan Alquran, setiap 10 hari sekali. Walaupun pemikirannya kritis,
namun amalan hariannya sangat islamis.
Fathur
hendak menghampiri kami di penginapan, karena siang hari harus mengajar di
kampus. Dia datang selalu bersama sepeda motornya. Selain Anhar, Fathur adalah
“menu wajib” yang saya temui, kalau saya singgah di Yogyakarta, kalau ada waktu
untuk bersilaturrahmi. Kami lalu saling bertukar informasi mengenai keadaan
masing-masing. Saya bangga dengan Fathur, sebab dia akan segera mencapai
derajat Guru Besar di kampus tersebut. Tidak lama setelah itu, dia pamit,
sambil menyerahkan sedikit makanan khas kekinian yang dibeli saat hendak
berkunjung ke penginapan.
Ketika
beberapa foto saya tersebar di grup-grup alumni, beberapa kawan ingin kami ke
rumah mereka. Namun, saya tahan diri untuk mengiyakan. Namun, ada lagi sahabat
seperjuangan yang sekarang menjadi salah seorang pemilik penerbitan buku
terkemuka di Yogyakarta, yaitu Abdullah Masrur. Dia mengatakan akan menunggu
kami di tokoh bukunya yang baru saja diresmikan. Dia pun berjanji hendak
menghadiahkan beberapa buku untuk kami. Buku yang dipilih akan dikirimkan oleh
Masrur ke Banda Aceh. Tawaran ini memang tidak begitu saya setujui, mengingat
harga dan pengiriman buku, tentu akan sangat mahal sekali.
Kami
lantas bergegas menggunakan taksi online ke toko buku milik Masrur. Nama
tokonya adalah Baklu Bookstore. Begitu sampai di tokoh tersebut, kami disambut
oleh Masrur dengan penuh keakraban. Dia lalu mengajak kami ke lantai dua untuk
melihat buku-buku di pajangan. Koleksinya lumayan bagus dan buku-buku pilihan,
saat kami kuliah di Yogyakarta. Kata Masrur, sengaja dia menjual buku-buku
serius untuk menjajal pasar tertentu dari kalangan akademisi, yang mencari
buku-buku berkualitas. Lalu, Masrur mulai menawarkan buku-buku di rak untuk
kami ambil sepuasnya. Tentu tawaran ini sangat mengiurkan, namun agak memalukan
juga. Dia baru buka toko, kami menghabiskan sekian koleksinya secara gratis.
Lalu,
Masrur dengan setengah memaksa mengatakan bahwa dia memang ingin menghadiahkan
beberapa buku kepada kami. Karena dengan begitu, dia membantu perjalanan kami.
Terlebih lagi, ketika saya katakana saya memang sedang meneliti tentang
Nusantara. Akhirnya, dia mulai mengambilkan buku-buku yang bertema
kenusantaraan. Sekitar 20-an buku dia letakkan di atas kursi. Dia memanggil
stafnya untuk mengambil untuk dibawa ke bawah, kemudian dikirimkan ke Banda
Aceh. Ketika turun ke lantai pertama, Masrur meminta stafnya untuk menuliskan
alamat kami di Banda Aceh.
Setelah
kami berdiskusi tentang perkembangan penerbitan buku di Yogyakarta, Masrur
mengajak makan siang, di salah satu makan favoritnya. Kami naik mobil Masrur
sambil bercerita tentang perjalanan kami selama Touring Indonesia Harmoni.
Begitu sampai di salah satu warung sate, kami turun. Lalu kami menghabiskan
makan siang bersama anaknya di warung tersebut. Setelah itu, kami diantar ke
penginapan. Masrur berpamitan dan dia mengatakan akan ke Aceh, jika ada
keperluan di dalam bisnisnya di Banda Aceh.
Begitu
kami sampai di penginapan, Dr. Nur Ichwan mengirimkan pesan, bahwa jam 13:00
nanti akan diajak minum kopi. Lalu kami bersiap-siap untuk minum kopi bersama,
sarjana kenamaan dari UIN Sunan Kalijaga. Tepat 13:30 kami sampai di warung
kopi yang dimaksud. Kami sudah ditunggu oleh Dr. Ichwan dan mahasiswanya, Bang
Noviandi, dosen di IAIN Langsa, yang sedang menyelesaikan S-3 di Yogyakarta. Warung
ini memang menyediakan Kopi Gayo, milik Prof. Irwan Abdullah. Kami kemudian
bertukar informasi dan agenda saya selanjutnya. Pasca Touring Indonesia
Harmoni. Dr. Ichwan mengatakan bahwa akan ada karya besar setelah perjalanan
ini. Kami juga berdiskusi tentang beberapa sesi diskusi daring yang
dilaksanakannya tentang Dekolonisasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora.
Kami
lalu bersepakat bahwa jika boleh nanti, begitu sampai di Banda Aceh, diskusi
tentang Touring Indonesia Harmoni, dapat diagendakan. Sedang kami
bercakap-cakap, tiba-tiba datang mobil pejabat di depan kami. Rupanya Prof. Al
Makin, rektor UIN Sunan Kalijaga, datang dan menyapa kami. Dia langsung
menunjukkan kertas yang berisi agendanya pada hari tersebut. Saya paham betul,
karena sebagai rektor akan banyak sekali agenda yang harus dihadiri oleh Prof.
Al Makin. Dia sangat bahagia berjumpa dengan kami.
Setiap
saya ke Yogyakarta, saya selalu bersilaturrahmi dengan Prof. Al Makin. Begitu
juga kalau dia ke Banda Aceh, kami akan selalu bertemu sejenak, walaupun hanya
secangkir kopi. Karena itu, kami sangat beruntung sekali disambangi oleh Mas
Rektor ini. Tidak lama kemudian, sekitar 30 menit, Mas Rektor kembali memanggil
supirnya, untuk seterunya kembali ke kampus. Kami tidak lupa sambil berfoto.
Ini memang unik bagi kami, sebab biasanya kita yang akan datang ke kantor
pejabat. Namun Mas Rektor membuat sebaliknya, dia yang datang kepada kami.