Akhirnya,
istri saya memesan makan di aplikasi. Kami berencana mau makan makanan khas
Palembang, empek empek. Tidak lama
kemudian makan kami pun datang. Langsung kami lahap di dalam bus. Tidak lama
kemudian bus berangkat menuju Jambi. Kali ini, udara panas kembali menyengat, dari
luas bus. Penumpang ada yang berteriak di belakang, karena mereka semakin tidak
nyaman berada di dalam bus tersebut. Supir dan krunya hanya diam. Kali ini,
supir berasal dari Aceh, sedangkan kernetnya berasal di Medan. Jadi, kernetlah
yang paling banyak berinteraksi.
Antara
Jambi dan Palembang memang tidak begitu lama bagi bus Putra Pelangi untuk
mencapainya. Sore hari sudah memasuki kota Jambi. Setelah itu, bus berangkat
lagi menuju ke Pekanbaru. Menjelang pagi hari, bus Putra Pelangi sampai di kota
Pekanbaru. Lagi-lagi, penumpang diminta untuk sarapan di sekitar Gudang Putra
Pelangi. Kali ini, tempat dan makanan yang tersedia agak lumayan bersih. Kamar
mandi pun demikian. Rupanya, sudah terbiasa para supir Putra Pelangi
memberhentikan bus mereka di pool tersebut.
Karena itu, para penjual keliling sudah berkumpul di dekat pool, begitu bus merapat dan parkir di depannya.
Setelah
itu, target kota selanjutnya adalah kota Medan. Kali ini, perjalanannya hampir
mirip dengan jarak Banda Aceh – Medan juga. Jadi, dapat dipastikan bus akan
sampai besok pagi di Gudang Putra Pelangi. Selama perjalanan kami pun mulai
ditelpon dari rumah sakit oleh adik, bahwa Abang Syamsul sudah masuk ke ICU dan
HCU. Saya sudah memiliki firasat bahwa ini pertanda tidak baik. Saya berharap
bahwa kami akan dapat sampai di kota Banda Aceh pada hari Senin, tanggal 25
Oktober 2021. Besok pagi, tanggal 24 Oktober 2021, bus masuk ke Gudang Putra
Pelangi.
Saya
keluar dari bus dengan mengambil seluruh barang bawaan kami. Setelah itu ke
kamar mandi untuk mempersiapkan diri shalat Shubuh. Setelah itu, tidak lama
kemudian, datang kabar dari Banda Aceh bahwa Abang Syamsul sudah pergi
meninggalkan orang-orang tersayangnya. Sambil menahan isak tangis, saya
mengatakan bahwa kami sudah sampai di Medan dan langsung berangkat ke Krueng
Mane. Setelah itu, kami mencari kendaraan yang bisa membawa kami ke kampung
halaman.
Jenazah
akan dibawa pulang dari Banda Aceh. Kami akan pulang dari Medan. Diperkirakan
kami akan dapat melihat jenazah Abang Syamsul terakhir kali. Saya mendapatkan
kabar bahwa ada Hiace yang berangkat jam 7 pagi. Adik saya mencoba membantu
perjalanan pulang kami. Akhirnya, jam 7 pagi kami langsung berangkat ke Krueng
Mane. Kendaraan dipacu super cepat oleh pengemudi. Dia tahu kondisi kami, dari
adik saya yang juga supir L300. Kami sangat berharap bisa melihat terakhir kali
wajah Abang Syamsul.
Bertuah
kami, karena jamaah fardhu kifayah mau menunggui kami di kuburan. Setelah
bercucuran air mata, kami melepaskan kepergian Abang Syamsul ke peistirahatannya.
Inilah duka yang paling menyesakkan selama Touring Indonesia Harmoni. Orang
terkasih pergi mendahului kami semua sekeluarga. Padahal, baju Touring
Indonesia Harmoni sudah dipakai oleh abang saya. Dia ingin sekali pergi touring
bersama-sama dengan NMAX yang baru dibelinya. Akhirnya, asa tersebut pupus,
seiring dengan kepergiannya pada hari itu.
Kami
berada di kampung halaman selama 7 hari. Saya mendapatkan kabar bahwa Nyak Ver
juga sudah berangkat dari Merauke. Kami menargetkan setelah selesai urusan di
Krueng Mane, kami akan kembali ke Surabaya, untuk menjemput Nyak Ver dan pulang
bersama lagi ke Banda Aceh. Selama 7 hari, tamu datang bersilih ganti melakukan
takziyah. Bahkan ketua Tim Touring Indonesia Harmoni, bersama dengan sahabat di
Banda Aceh juga mengunjungi kami di Krueng Mane.