
Gaza yang berdarah ditengah hiruk – pikuk harapan yang mencekam, baik serangan demi serangan yang memporakporandakan camp – camp pengungsian, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, bukan lagi menjadi tempat yang dilindungi, pelanggaran demi pelanggaran terus menghiasi, lebih dari 54.249 warga Palestina tewas tidak ada arti, parahnya hampir 70 persen adalah wanita dan anak-anak yang tidak berdosa bersimbah darah, mungkin kita bertanya apa yang terjadi sekarang? ini bukan lah sekedar konflik bersenjata ini adalah kejahatan perang, dan ini adalah pelanggaran Hukum Humaniter.
Lalu bagaimana Hukum Humaniter melihat kejahatan perang semua ini? Apa yang terjadi di Palestina Gaza sekarang bukanlah hanya sebatas konflik biasa, tetapi ini adalah krisis kemanusiaan dan ini adalah kejahatan perang, pada dasarnya Hukum Humaniter bukanlah untuk melarang perang tetapi ditujukan untuk memanusiakan perang, salah satu tujuan nya ialah memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering), dan paling penting perlindungan Hak Asasi Manusia ini ialah prinsip dasar dalam hukum humaniter.
Hukum Humaniter adalah nama lain dari hukum perang, dalam Hukum Humaniter ada dua bentuk sengketa bersenjata yang pertama nasional dan internasional, tentunya konflik palestina dan Israel masuk ke dalam konflik Internasional karena melibatkan dua Negara, ini diperluas dalam protokol 1 tahun 1977 yang juga memasukan perlawanan terhadap dominasi kolonial, perjuangan melawan rezim rasialis sebagai bentuk dari sengketa bersenjata Internasional, seperti yang terjadi sekarang di tanah palestina.
Legalitas Humaniter ini dituangkan dalam konvensi Jenewa dan konvensi Den Haag, konvensi Jenewa adalah perjanjian yang mengatur mengenai perlindungan korban perang, terdiri atas empat konvensi jenewa, kesatu ialah perbaikan anggota Angkatan perang yang luka dan sakit dimedan peranga darat, (Geneva convention for the amelioration of the condition of the wounded and sick in armed forces in the field ) kedua ialah perbaikan anggota Angkatan perang dilaut, sakit, luka dan korban karam, (Geneva convention for the amelioration of the condition of the condetion of the wounded, sick and shipwrecked member of armed forcet at sea ), ketiga perlakuan terhadap tawanan perang (Geneva convention relative to the treatment of prisoners of war ) dan yang terakhir paling penting perlindungan orang-orang sipil di waktu perang (Geneva Convention Relative To The Protection Of Civilan Persons In Time Of War), keempat konvensi ini perjanian pokok dalam humaniter
Belum rasa nya cukup kemudian di tambah lagi dengan konvensi Den Haag, ialah sebuah kesepakatan mengatur tentang cara dan alat berperang, contoh sederhana pelarangan penggunaan peluru yang mengembang ketika masuk kedalam tubuh (expanding bullet) atau di kenal dengan peluru dumdum ini sangat menyakitkan ketika di uji coba pada orang Palestina, dan ini dilarang, juga pelarangan penggunaan bom fosfor yang ketika meledak dapat menyiksa manusia, ini semua adalah senjata yang di larang, namun larangan tidak ada harganya oleh zionis Israel untuk menyerang palestina ibarat kata – kata yang tidak ada makna nya.
Dalam sejarah umat manusia dunia pernah melukis janji kemanusian di atas tinta kehidupan, belum rasa nya cukup konvensi jenewa pada akhirnya dilengkapi oleh dua protokol tambahan apa itu protokol tabahan? Ini adalah perjanjian internasional antara janji bangsa dunia sebagai pelengkap konvensi sebelumnya, yang pertama protokol tambahan I sebagai perlindungan korban konflik bersenjata internasional, dan protokol tambahan II sebagai perlindungan korban konflik non internasional, contoh seperti yang pernah menggetarkan Aceh dahulu ibarat kan air dengan api tidak pernah Bersatu ini lah yang dilindungi oleh perjanjian internasional
Ketika arah peluru yang tak tentu arah hukum humaniter internasional hadir menjadi benteng harapan, melalui pilar prinsip hukum humaniter (Distinction Principle) atau disebut dengan prinsip pembedaan, dalam hukum humaniter bukan sekedar aturan teknis dalam peperangan, ia adalah garis terahir kemanusiaan, prinsip ini menuntut agar membedakan antara kelompok yang ikut perang (combatan), dan kelompok yang harus di lindungi (civilian) atau kelompok sipil, miris nya ini semua terjadi didepan jutaan mata dunia yang menambah derita luka, Genosida pembunuhan secara sistematis terjadi, prinsip pembedaan bukan lagi menjadi legalitas yang kuat, ini adalah pengkhiatan perjanjian internasional, kemudian kegagalan Lembaga Pengadilan Hukum Internasinal (International criminal court) menjadi bumbu luka kemanusiaan, selama puluhan tahun berbagai laporan, dokumentasi, pembunuhan masal, penargetan warga sipil, investigasi telah menyimpulkan kejahatan yang terjadi, namun mirisnya belum satu pun pemimpin militer atau polotik yang benar benar diadili oleh (ICC).
Apa itu International criminal court? (ICC) adalah Pengadilan Kriminal Internasional merupakan hasil dari kesepakatan Statuta Roma, ini adalah traktat internasional atau perjanjian internasional, dikatakan bahwa apabila ada kejahatan yang masuk kedalam yurisdiksi (ICC) untuk menjalankan atau mengadii pelaku atau otak dari kejahatan, seperti genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi, jika pun Negara tidak memiliki aturan yang mengatur kejahatan kemanusian atau tidak mau atau tidak mampu menyelesaikan ini di kategorikan sebagai (unwilling and unable) dai sudut pandang (ICC) sehingga bisa langsung menangani kasus tersebut tanpa terkecuali, tetapi ini semua nihil untuk kemanusian Palestina.
Pada akhir sebuah kata perjanjian Internsional bukan lah sebatas perjanjian biasa, tetapi ini adalah sebuah traktat dijadikan sebagai pilar hak asai manusia, bukan untuk sebaliknya, kita menyadari pada hakikat nya manusia memiliki naluri untuk menyerang, tetapi demikian prioritas kemanusian adalah yang paling utama, sejarah panjang mengatakan bahkan masa sebelum mengenal teknologi manusia memiliki aturan dalam berperang, seperti tidak meracuni sumber air, tidak melangar kesepakatan dan tidak menyerang kelompok rentan.
Saat Matahari terbit di atas puing-puing gaza, Mata anak anak terbuka berharap langit-langit tidak lagi menjatuhkan rudal, harapan yang terus ada dalam benak pikiran ditengah hiruk-pikuk kelaparan, kepanasan, kedinginan, kehausan, Palestina telah menjadi cermin retak dari dunia kita dunia yang penuh kekuatan tetapi kehilangan keberanian, kita adalah umat yang menjadi saksi pelanggaran kemanusiaan, peranan kita menentukan banyak hal, yang dapat di lakuan baik itu boikot produk pro-zionis yang telah difatwakan oleh MUI Nomor 83 tahun 2023 mendorong umat Islam untuk menghindari transaki dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel, kita harus bersuara baik itu melalui tulisan maupun dengan lain nya dan kita harus berdoa untuk kedamaian dunia ini
Referensi:
Alston, Philip dan Franz Magni-Suseno, 2008. Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, cet pertama 2008
https://www.tempo.co/internasional/jumlah-korban-tewas-di-gaza-lampaui-54-200-orang-1583637