Namun begitu
memasuki jalur perbatasan Sumatera Barat, kami memilih tidak mengikuti jalur ke
Bukit Tinggi, melainkan melewati Lubuk Basung, kemudian masuk ke Pariaman dan
langsung sampai di Kota Padang, ibukota provinsi Sumatera Barat. Perjalanan di
atas aspal di Sumatera Barat memang mengasyikkan, sebab jalanan yang mulus dan
minim lobang dan gelombang. Demikian pula, pemandangan hutan dan pegunungan di
jalur Sumatera Barat merupakan sesuatu yang amat mahal untuk dilewatkan.
Setelah sampai di Kota Padang,
perjalanan dilanjutkan menuju Bengkulu. Namun, karena waktu dimulai perjalanan
dari Padang, agak kesiangan, maka jalur yang ditempuh hanya Padang – Air Hadji.
Jalur ini memang melewati areal pemandangan laut dan perkampungan di Sumatera
Barat. Mulai jalur ini, kami memang sudah mendapatkan jalur baru, yang belum
pernah kami lewati sebelumnya. Sebab, ketika sampai di Padang, saat bersama
keluarga, kami memutar ke arah Bukit Tinggi – Pekan Baru. Jalur menuju Air
Hadji juga melewati beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Barat.
Setelah menginap di Air Hadji, maka
target berikutnya adalah kota Bengkulu. Perjalanan menuju ke kota Bengkulu
adalah jalur yang cukup menantang, karena kita akan beriringan dan berhadapan
dengan truk-truk perusahaan kelapa sawit dan batu bara. Selain itu, jalanannya
juga banyak yang rusak dan berlobang. Hal ini disebabkan jalur ini memang jalur
yang hanya satu-satunya untuk mencapai kota Bengkulu. Namun demikian,
pemandangan yang disungguhkan selama perjalanan menuju Kota Bengkulu memiliki
arti tersendiri bagi pengalaman Touring Indonesia Harmoni.
Sesampai di kota Bengkulu, kami pun
melanjutkan ke arah provinsi Lampung. Di sini, target yang hendak dituju adalah
kota Bandar Lampung, di mana tidak begitu jauh dari kota Bengkulu. Namun,
karena kami berangkat dari Bengkulu agak kesiangan, maka diputuskan kota untuk
menginap pada malam itu adalah Manna. Jalur dari Bengkulu ke Manna memang tidak
jauh, namun kami dihadang oleh hujan deras selama perjalanan. Mulai jalur ini,
kami sudah diingatkan akan bahaya begal di jalur-jalur yang sepi atau ketika
masuk ke hutan. Dalam keadaan basah kuyup, kami akhir sampai di salah satu
penginapan di Manna.
Pagi harinya, kami melanjutkan
perjalananan ke arah Lampung. Karena kehujanan selama perjalanan dari Bengkulu
pada hari sebelumnya, maka di dalam menempuh rute ini, saya mulai kurang fit.
Demam, flu, dan batuk pun mulai menyerang. Selama perjalanan badan kurang
bersahabat dengan dengan jalur yang ditempuh. Tubuh ingin rasanya tergeletak di
atas ranjang. Namun, jarak harus terus dikurangi demi mencapai tujuan. Setelah
sampai di satu warung makan, karyawan mengatakan bahwa ada kota kabupaten
terdekat di depan kami. Mereka menyebutnya Peringsewu.
Begitu maghrib, kami pun sampa di
salah satu penginapan. Suara sudah tidak begitu jernih. Hidung meler. Badan
menggigil. Kami hanya ingin mendapatkan penginapan untuk beristirahat. Beberapa
obat yang disiapkan pun saya minum, demi menjaga kesehatan, agar tidak drop. Di
penginapan saya hanya berharap bahwa ini merupakan sakit yang biasa. Karena
rute yang akan dilalui masih sangat jauh. Malam itu kami pun istirahat total. Dalam
benak istri saya, kalau kami demam dan ada hal-hal lain, maka sangat
dikhawatirkan akan terkena Covid-19. Jika hal ini terjadi, maka yang paling
menakutkan adalah saya harus dikarantina.