
Pendahuluan
Menulis bukanlah sebuah pelengkap dalam dunia akademik melainkan sebuah cerminan dari kualitas intelektual mahasiswa di perguruan tinggi. Di balik sebuah tulisan tersembunyi cara berfikir yang unik, kedalaman pemahaman dan ketajaman analisis yang tidak bisa dilihat melalui lisan. Menulis bukan hanya sekedar menyusun kalimat-kalimat melainkan membangun sebuah argumen, menyusun logika-logika yang menarik, dan membangun ide-ide cemerlang yang mampu memberikan inspirasi. Menurut penulis di tengah arus informasi yang sudah sangat berkembang, mahasiswa dituntut untuk tidak hanya cerdas akan tetapi mampu mengekspresikan kecerdasannya kedalam sebuah tulisan. Namun saat ini seberapa jauh mahasiswa menyadari kekuatan dari sebuah tulisan ?
Menulis Sebagai Bekal Masa Depan
Menulis bukan hanya sebuah aktivitas akademik sesaat, akan tetapi merupakan investasi jangka panjang yang akan terus memberikan manfaat bahkan ketika seorang mahasiswa telah lulus dari bangku perkuliahan. Melalui tulisan seorang mahasiswa dapat menyalurkan isi pemikiran dan ilmu yang telah ia dapat agar tidak hilang dan memperluas pengaruh intelektual. Dengan menulis juga dapat menciptakan warisan pemikiran yang akan terus hidup walau penulisnya sudah tidak ada.
Tulisan merupakan sebuah jejak abadi dalam proses berpikir. Seorang penulis akan terus bercerita dan berbicara melalui tulisan kepada generasi selanjutnya bahkan orang-orang terdahulu di kenang dan dikenal karena tulisan yang mereka buat. Maka dari itu, menulis bukan sekadar tugas akademik, tetapi keterampilan strategis yang menjadi bekal utama dalam menghadapi tantangan masa depan. Sudah saatnya mahasiswa melihat dan menulis sebagai bagian dari jati diri intelektual dan warisan yang akan terus memberikan manfaat besar bagi generasi baru yang akan datang.
Melihat Kesuksesan Ulama dan ilmuwan Dalam Menulis
Jika kita membaca sejarah peradaban Islam, maka kita akan menemukan bahwa tradisi menulis telah menjadi pilar utama dalam penegembangan ilmu pengetahuan. Para ulama besar tidak hanya dikenal karena kedalaman ilmu pengetahun yang mereka miliki namun juga karena produktivitas mereka dalam menulis. Tanpa sebuah tulisan kita tidak akan kenal dengan ulama hebat seperti Imam Abu Hanifa, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Bukhari. dan para ilmuwan seperti Al-Khawarizmi, Al-Farabi, Ibnu Khaldun. dll. Baitul Hikmah yang berada di jantung ibu kota Abbasiyah menjadi bukti bahwa ilmu pengetahuan begitu hebat pada saat itu yang memberikan manfaat besar dalam perkembangan teknologi di zaman sekarang. Baitul Hikmah juga menjadi pusat ilmu yang mempertemukan para ulama dan ilmuwan untuk menulis, menerjemahkan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Seperti hal nya Al-Khawarizmi, beliau adalah seorang ilmuwan muslim yang menemukan konsep Aljabar dan beliau menulis buku yang berjudul Al- Kitab Al-Mukhtasar Fi Hisab Al-Jabr Wal Muqabala. Dari Al-Khawarizmi kita belajar bahwa jika seandainya beliau tidak menulis buku ini, maka kita akan mengalami perkembangan yang jauh lebih lambat sehingga menghambat kemajuan perkembangan ilmu matematika secara umum.
Menulis dalam konteks perguruan tinggi
Menulis sebagai proses akhir dalam Akademik
Dalam perguruan tinggi, hampir semua kegiatan belajar melibatkan penulisan. Mulai dari aktivitas harian, laporan, artikel, makalah, hingga tugas akhir. Semua dari proses akademik ini mengharuskan mahasiswa untuk memiliki keterampilan menulis, tanpa kemampuan menulis mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan pemikiran yang sistematis dan logis. Menulis juga menjadi sarana utama untuk menentukan sejauh mana seorang mahasiswa memahami sebuah konsep yang telah mereka dapatkan dalam proses pembelajaran di kelas.
Kemampuan Berpikir Kritis
Dengan menulis mampu melatih seorang mahasiswa untuk berpikir lebih kritis. Saat menulis seseorang tidak hanya menyusun kalimat-kalimat akan tetapi mengolah informasi, menyusun argumen yang baik serta menyusun pendapat dengan landasan kuat. Dengan adanya proses menulis ini dapat memperkuat ketajaman berpikir yang sangat penting dalam dunia akademik.
Tantangan Menulis Bagi Mahasiswa
Meskipun aktivitas menulis memiliki peran yang sangat penting dalam dunia akademik, namun pada kenyataanya banyak dari mahasiswa belum menyadari kekuatan besar dalam menulis banyak dari mahasiswa juga belum menjadikan menulis sebagai bagian dari gaya atau kebiasaan hidup intelektual. Terdapat sejumlah tantangan yang kerap kali menghambat mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan menulis seperti :
Kurang nya minat dalam membaca
Minimnya budaya membaca menyebabkan rendahnya keterampilan bahasa dan komunikasi. Hal ini juga berdampak pada kesulitan dalam menyampaikan sebuah ide secara tertata dan menyakinkan, baik itu secara lisan maupun secara tulisan.
Ketakutan terhadap Kesalahan Bahasa dan Struktur
Banyak mahasiswa merasa khawatir atau takut untuk mulai menulis karena khawatir dengan kesalahan tata bahasa, ejaan, maupun struktur tulisan. Hal ini membuat mereka ragu untuk berekspresi dan cenderung menghindari proses menulis.
Kurangnya Bimbingan yang Sistematis dari Perguruan Tinggi
Tidak semua perguruan tinggi menyediakan pelatihan atau bimbingan menulis secara konsisten. Kurangnya dukungan institusional, baik berupa workshop, komunitas menulis, maupun pembinaan individual, membuat mahasiswa kekurangan arahan dan motivasi.
Kesimpulan
Menulis bukanlah sekadar kewajiban akademik, melainkan sebuah cerminan dari kedewasaan intelektual seorang mahasiswa. Tradisi menulis yang telah dibangun oleh para ulama dan ilmuwan terdahulu menjadi bukti nyata bahwa tulisan memiliki kekuatan untuk mengabadikan ilmu dan pemikiran lintas generasi. Dalam konteks perguruan tinggi, menulis tidak hanya mendukung proses belajar, tetapi juga melatih daya kritis dan kemampuan berpikir sistematis. Meski dihadapkan pada berbagai tantangan seperti minimnya minat membaca, rasa takut akan kesalahan, hingga kurangnya dukungan institusi, mahasiswa tetap perlu menyadari bahwa menulis adalah keterampilan yang harus diasah. Sebab, dari tulisanlah jejak intelektual seseorang dapat dikenang dan memberi manfaat bahkan setelah ia tiada. Sudah saatnya mahasiswa membangun budaya membaca dan menulis sebagai bagian dari jati diri dan bekal untuk masa depan agar ilmu tidak hanya disimpan dalam kepala, tetapi juga diwariskan lewat kata.