Setelah
selesai di Greentech, kami mencari alamat penginapan untuk bermalam di kota
Pekanbaru. Target kota yang harus kami tuju adalah kota Medan. Lagi-lagi,
jaraknya cukup lumayan jauh. Dari beberapa kali saya melakukan perjalanan jarak
jauh, jarak antara kedua kota ini, saya potong menjadi dua. Karena itu, kota
Bagan Batu selalu menjadi pilihan. Keesokan hari, kami pun mempersiapkan rute
Bagan Batu. Jaraknya tidak begitu jauh, karenanya kami berangkat tidak begitu
pagi. Harus diakui, bahwa kota Pekanbaru juga merupakan salah satu kota di
Sumatera yang cukup macet. Pembangunan di kota ini berlangsung dengan sangat
pesat. Ketika mengunjungi kota beberapa tahun yang lalu, ada informan yang
mengatakan bahwa perkembangan Pekanbaru adalah “duit sawit” semua.
Begitu
keluar dari penginapan, kami langsung menuju ke arah Sumatera Utara. Di sini,
selalu mengalami pengalaman yang unik, sebab ketika keluar dari kota Pekanbaru,
selalu diarahkan pada komplek atau areal Pertamina, oleh GPS. Perangkat
pengukur jalan ini selalu membaca bahwa jalanan di komplek tersebut adalah
jalan yang bisa dilintasi untuk menuju ke Sumatera Utara. Namun, berangkat dari
pengalaman sebelumnya, maka saya mengarahkan Nyak Ver untuk bisa mencari arah
yang sesuai yang tidak sesuai dengan GPS.
Begitu
mendapatkan jalur ke Duri atau Dumai, saya sudah merasakan bahwa arah tujuan
kami adalah Sumatera Utara. Sebagaimana rencana awal, bahwa tujuan pada hari
ini adalah sampai di Bagan Batu. Jalan menuju ke kota perbatasan ini memang
lumayan sepi. Sebab, ada jalur Tol Trans Sumatera yang menyebabkan Jalan Lintas
Sumatera, lumayan sepi. Namun demikian, hujan pun menyapa perjalanan kami. Saya
berusaha untuk tidak berhenti, sebab akan memperlambat sampai ke Bagan Batu.
Kami sempat singgah di satu masjid, untuk shalat Dhuhur.
Dalam
perjalanan di Sumatera, kami sengaja mengurangi jumlah pemberhentian, mengingat
jarak tempuh dan kota yang dilewati tidak sama dengan di pulau Jawa. Kalau di
pulau Jawa, dalam radius 80-100 km, sudah dipastikan ada ibu kota kabupaten
atau kota-kota wisata yang dapat dilewati. Sebaliknya, di pulau Sumatera, jarak
antara satu kota dengan kota lainnya cukup jauh. Hampir mirip dengan pengalaman
kami di pulau Sulawesi dan Kalimantan. Begitu sore hari, Nyak Ver sampai di
kota Bagan Batu. Karena sudah beberapa kali menginap di kota perbatasan ini,
maka tidak sulit bagi kami untuk mencari penginapan.
Hanya
saja, di kota ini memang dikenal sebagai kota transit, bagi mereka yang ingin
ke Sumatera Utara atau Riau. Jadi, meski kotanya kecil, namun cukup ramai,
terutama di malam hari. Sebab, para pelintas Jalinsum akan memilih beristirahat
di kota ini, sebelum mereka melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Keesokan
harinya, kami langsung berangkat ke kota Medan. Kami berharap sore hari akan
sampai di ibu kota provinsi Sumatera Utara tersebut.
Akan
tetapi, rencana ini tidak dapat terwujud, karena di tengah-tengah perjalanan,
hujan terus mengguyur di Jalinsum. Kami harus berpikir ulang bahwa jika terlalu
memaksa ke kota Medan, sangat boleh jadi akan sampai di tengah malam. Kondisi
ini tentu tidak kami inginkan sama sekali. Ketika berteduh dari guyuran hujan,
istri saya kemudian mencoba mencari hotel di sekitar area kami. Rupanya tidak
jauh dari tempat kami berteduh, terdapat penginapan. Dalam guyuran hujan
tersebut, kami pun langsung menuju hotel.